Awardee LPDP Tidak Pulang, Sosiolog Unair: Fenomena Brain Drain & Penyimpangan

ADVERTISEMENT

Awardee LPDP Tidak Pulang, Sosiolog Unair: Fenomena Brain Drain & Penyimpangan

Cicin Yulianti - detikEdu
Kamis, 16 Feb 2023 11:00 WIB
Ilustrasi wisuda
Sosiolog Unair jelaskan hubungan penerima beasiswa LPDP tidak pulang dengan fenomena brain drain dan penyimpangan. Foto: Getty Images/iStockphoto/nirat
Jakarta -

Berdasarkan laporan Lembaga Dana Pengelola Pendidikan (LPDP) RI, dari 35.536 penerima beasiswa LPDP, terdapat sebanyak 413 lulusan yang tidak pulang ke Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Sosiolog Unair Tuti Budirahayu menelaah fenomena tersebut berdasarkan aturan normatif dan fakta empiris.

Tuti mengelompokkannya menjadi dua kategori, yakni penerima LPDP yang melanggar aturan dan alumni LPDP yang ditawari bekerja di luar negeri atau menikah dengan orang luar negeri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyebut bahwa penerima LPDP yang melanggar aturan adalah mereka yang tidak membayar biaya ganti rugi atas beasiswa selama masa pendidikan hingga lulus. Menurutnya, pelanggaran tersebut termasuk berat.

"Jelas itu pelanggaran berat, dalam sosiologiitu termasuk penyimpangan. Artinya tindakan melawan aturan atau hukum yang berlaku sehingga layak mendapat hukuman,'' ujar Tuti dalam laman Unair, dikutip Kamis (16/2/2023).

ADVERTISEMENT

Untuk kategori kedua, yakni lulusan yang bekerja di luar negeri atau menikah dengan orang luar negeri, Tuti menyebut bahwa mereka adalah kelompokbrain drain.

Fenomena Brain Drain

Brain drain merupakan perpindahan kaum intelektual, ilmuwan, cendekiawan dari negerinya sendiri dan menetap di luar negeri. Kondisi itu digambarkan ketika banyak orang yang memiliki keahlian atau kepandaian, tetapi tidak digunakan untuk membangun bangsanya atau memajukan negaranya.

Tuti menjelaskan bahwa kelompok brain drain lebih memilih bekerja atau berkarier di luar negaranya karena dipengaruhi berbagai faktor.

"Bisa karena kesejahteraan hidup di LN (luar negeri) lebih baik, misalnya mendapatkan gaji yang jauh lebih tinggi, atau memang diajak oleh negara lain atas dasar keahlian yang dimilikinya. Bisa juga mereka adalah para imigran yang secara politis tidak bisa kembali ke negaranya atau juga karena pilihan hidup,'' jelasnya.

Menurut Tuti, penerima beasiswa LPDP yang tidak pulang ke Indonesia dan akhirnya menjadi kelompok brain drain bisa disebabkan karena mereka kurang mendapat apresiasi dari pemerintah Indonesia hingga gaji yang rendah.

Sanksi terhadap Pelanggar LPDP

Dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair tersebut menuturkan bahwa perlu ada deportasi terhadap pelanggar LPDP sebagai sanksi yang pantas.

"Saya rasa deportasi (tindakan paksa sipil mengeluarkan orang asing dari negara) juga bentuk hukuman yang berat ya, artinya pelanggar LPDP tidak dianggap sebagai Warga Negara Indonesia (WNI),'' ucap Tuti.

Pihak LPDP menindak fenomena tidak pulangnya beberapa lulusan ke Indonesia dengan memberikan beberapa sanksi. Salah satunya, bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen Imigrasi) untuk menarik visa bagi pelanggar yang bersangkutan.

"Meski sistem dan aturan mengenai kewajiban kontribusi terus kami perbaiki. Komitmen kembali untuk berkontribusi di Indonesia adalah janji calon awardee. Itu juga akan kembali ditanyakan, digali, dan ditantang oleh pihak LPDP,'' dilansir dari situs resmi LPDP.

Perlunya Apresiasi bagi Anak Muda Indonesia

Selain itu, untuk mencegah kasus pelanggaran oleh penerima beasiswa LPDP tersebut terjadi lagi, Tuti menyampaikan perlu adanya apresiasi terhadap anak-anak muda yang ingin membangun Indonesia dengan cara mereka.

Ia menjelaskan, pemerintah seharusnya memberikan kesempatan, peluang dan pendapatan yang lebih besar kepada anak-anak muda yang lebih memilih bekerja di luar negeri, agar mereka mau kembali ke Indonesia.

"Ini tugas yang harus dipikirkan oleh kementerian yang berkaitan dengan pengembangan dan pemanfaatan sumber daya manusia," tuturnya.

Menurutnya, jika potensi anak-anak muda Indonesia dimaksimalkan, maka kelebihan tersebut dapat membantu membenahi carut-marut masalah politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya yang ada di negeri ini.

"Saya yakin itu bagus dalam gambaran, tetapi sulit untuk diwujudkan bagi kelompok brain drain yang bekerja di luar negeri. Namun, cukup banyak juga orang-orang pandai yang bersekolah di luar negeri dan mau kembali ke Indonesia. Hal itu tergantung dari niat, tekad, dan pengorbanan serta rasa nasionalisme kelompok masyarakat itu,'' tegasnya.




(twu/twu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads