Beruang kutub ditemukan serang ibu dan anak di Alaska hingga meninggal dunia dilansir melalui laman Live Science, Rabu (15/2/2023).
Kejadian ini kemudian menjadi sorotan peneliti untuk mencari tahu apa penyebab peristiwa tragis itu terjadi. Terlebih ini adalah serangan beruang kutub yang fatal pertama selama catatan Amerika Serikat dalam kurun waktu 30 tahun.
Para ahli akhirnya menganalisis jaringan hewan tersebut hingga akhirnya ditemukan bila beruang kutub yang menyerang adalah jantan dengan kondisi fisik yang buruk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, beruang tersebut diperkirakan sudah berada di kondisi usia lanjut. Namun tak diketahui persis apa yang memicu perilaku agresif dari beruang kutub (Ursus maritimus) tersebut.
Kronologi Kejadian
Masih melansir dari sumber yang sama, korban penyerangan beruang kutub itu diketahui bernama Summer Myomick (24) dan anaknya (Clyde Ongtowasruk). Mereka ditemukan tewas pada 17 Januari 2023 di kota pesisir Wales, Amerika Utara.
Awalnya, ibu dan anak itu tengah dalam perjalanan pulang dari sekolah hingga akhirnya beruang kutub menyerang mereka di tengah jalan.
Kala itu kondisi sekitar dikabarkan badai salju yang lebat sehingga Summer Myomick tidak melihat beruang itu datang hingga penyerangan terjadi.
Pihak sekolah awalnya berusaha menghentikan serangan dengan memukulnya dengan sekop. Namun, beruang itu tetap agresif dengan menangkap sekop yang akhirnya memaksa mereka mundur kembali ke sekolah yang penuh dengan murid.
Saat kejadian penyerangan, sekolah tetap dikunci hingga akhirnya penduduk desa datang dengan senjata api. Ia menembak mati beruang kutub dan ditemukan korban juga meninggal dunia.
Penyebab Beruang Kutub Menyerang
Lindsey Mangipane seorang ahli biologi satwa liar dengan Program Beruang Kutub US Fish and Wildlife Service di Alaska, menjelaskan serangan kutub terhadap manusia sebenarnya sangat jarang terjadi.
Dicatat serangan terakhir terjadi pada tahun 1993 dan tidak menimbulkan korban jiwa. Sedangkan serangan yang merenggut korban jiwa terakhir ditemukan pada tahun 1990 di Point Lay, Alaska.
Dr Kimberlee Beckemen seorang dokter hewan di Alaska Department of Fish and Game's Division of Wildlife Conservation (DWC) melakukan tes pada sampel jaringan yang diambil dari tubuh beruang kutub yang ditembak mati.
Ia mencoba mempelajari lebih lanjut mengapa hewan tersebut berperilaku begitu agresif. Hasilnya baru saja dirilis 3 Februari 2023 lalu.
Hasil menunjukkan saat serangan terjadi, beruang kutub itu mungkin menderita penyakit yang mengubah fungsi otak seperti rabies, toksoplasmosis, distemper atau flu burung. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi perilaku beruang. Mangipane menjelaskan umumnya mereka tidak menemukan beruang yang kena dampak penyakit dari alam liar.
Untuk itulah tes yang dilakukan oleh Dr Beckemen dilakukan karena mereka tidak yakin bagaimana gejala penyakit tersebut memengaruhi cara beruang berinteraksi dengan manusia.
Menariknya melalui tes yang dilakukan Dr Beckemen ditemukan hasil negatif untuk setiap patogen yang bisa membuat otak berubah. Sebaliknya, mereka menemukan faktor jenis kelamin dan kondisi fisik beruang kutub yang cenderung menjadi "faktor kunci" dalam serangan tersebut.
Beruang kutub dalam serangan di Wales diketahui berjenis kelamin jantan dewasa dalam kondisi tubuh yang buruk serta kemungkinan sudah lanjut usia. DWC melakukan analisis melalui gigi untuk menentukan usia beruang, tetapi hasilnya belum dirilis hingga saat ini.
Hubungan Jenis Kelamin Beruang Kutub dan Penyerangan
Tak sembarangan, ternyata ada hubungan jenis kelamin beruang kutub dengan penyerangan. Pendapat tersebut sempat dibuktikan dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Wildlife Society Bulletin pada tahun 2017.
Studi tersebut menganalisis data dari 73 serangan beruang kutub antara tahun 1870 hingga 2014 di Kanada, Greenland, Norwegia, Rusia, dan Amerika Serikat.
Hasilnya menunjukkan bila beruang kutub jantan dewasa yang mengalami stres karena nutrisi adalah yang paling mungkin menimbulkan ancaman terhadap keselamatan manusia.
Sayangnya, tidak ada penjelasan yang lebih pasti mengapa beruang bisa sampai dalam kondisi tubuh yang buruk. Namun, peneliti DWC menjelaskan ada kemungkinan faktor dari perubahan iklim yang menjadi penyebabnya. Perubahan iklim bisa terjadi lagi-lagi karena adanya peran dan campur tangan manusia.
"Hilangnya es di lautan mengakibatkan beruang kutub memiliki lebih sedikit akses untuk mencari makan ke mangsa utama mereka seperti anjing laut. Hal ini menyebabkan beruang kutub dalam kondisi tubuh yang buruk terutama ketika ditemukan di darat," ujar Mangipane.
Fatalnya perubahan iklim dapat meningkatkan risiko serangan beruang kutub di tempat lain, tak hanya di Wales. Secara historis beruang kutub seharusnya menghabiskan waktu di lautan es.
Alasan tersebutlah yang membuat mereka jarang terlihat oleh manusia. Ketika perubahan iklim, es akan mencair dan daerah beruang kutub seperti tergusur.
"Karena semakin cepat es mencair, beberapa daerah akan lebih mudah menemukan beruang kutub di darat sehingga meningkatkan kemungkinan interaksi antara beruang kutub dan manusia," jelas Mangipane.
(nwk/nwk)