Merpati Bisa Temukan Jalan Pulang, Bagaimana Caranya?

ADVERTISEMENT

Merpati Bisa Temukan Jalan Pulang, Bagaimana Caranya?

Devita Savitri - detikEdu
Jumat, 10 Feb 2023 08:00 WIB
Pigeons line up in New York City
Ilustrasi burung merpati Foto: (iStock)
Jakarta -

Zaman dulu merpati merupakan burung yang punya posisi "terhormat". Masyarakat di Inggris Raya pada era Victoria (1837-1901) sangat menggemari memelihara burung tersebut.

Sejumlah pemimpin pun menggunakan jasanya. Kaisar Romawi Julius Caesar mengirimkan pesan ke Roma soal keberhasilan menaklukkan Galia memakai merpati. Nah, bagaimana cara merpati itu menemukan jalan pulang ke Roma ya?

Ternyata selama ribuan tahun para ilmuwan juga mempertanyakan hal yang sama dan mencoba mengetahui kebenarannya. Tanpa menggunakan alat navigasi lain seperti kompas, merpati tahu ke mana ia akan pergi dan selalu menemukan jalan untuk pulang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketika diteliti beberapa ilmuwan akhirnya menemukan hasil yang serupa yakni sebagai berikut:

1. Mengikuti Medan Magnet Bumi dengan Indra Magnetik

Pendapat pertama diterbitkan melalui Proceedings of National Academy of Sciences yang dilakukan oleh David Simpson dan rekan-rekannya di University of Melbourne Australia dilansir via The Conversation, Kamis (9/2/2023).

ADVERTISEMENT

Mereka menjelaskan bila merpati menggunakan isyarat visual karena memiliki indra magnetik yang disebut "magnetoreception". Sehingga memungkinkan merpati bernavigasi menggunakan medan magnet bumi.

Teori ini akhirnya diuji dengan menghubungkan magnetoreception pada merpati dengan gumpalan kecil yang kaya zat besi. Gumpalan itu ditemukan di telinga bagian dalam hewan tersebut.

Dengan menggunakan mikroskop magnetik jenis baru para ilmuwan ini menemukan beberapa hipotesis.

Yang pertama adalah merpati memiliki model "sepasang radikal bebas" berbasis visi. Hal tersebut terjadi lantaran merpati memiliki protein di retina mereka yang disebut "cryptochromes".

Protein itu menghasilkan sinyal listrik yang bervariasi tergantung pada kekuatan medan magnet lokal. Akibatnya merpati berpotensi bisa "melihat" medan magnet bumi. Sayangnya hipotesis ini belum dikonfirmasi oleh para ilmuwan.

Hipotesis kedua menjelaskan bagaimana merpati bisa menemukan jalan pulang karena memiliki gumpalan bahan magnetik di telinganya. Gumpalan itu berisi partikel besi yang dikenal sebagai "cutikulosomes".

Partikel ini telah ditemukan di daerah bagian dalam merpati di mana terdapat pula sistem sensorik lain yang diketahui untuk mendengar dan menyeimbangkan tubuh selama terbang.

Menurut para peneliti secara teori, jika ada sistem pengindraan magnetik pada merpati seharusnya bagian itu ada di dekat dengan sistem sensorik lainnya.

Tetapi sayangnya untuk menentukan apakah partikel ini bertindak sebagai "kompas" bagi merpati belum bisa ditemukan. Alasannya karena partikel ini 1.000 kali lebih kecil dari sebutir pasir.

Terlebih lagi, mereka hanya ditemukan di 30% sel rambut di dalam telinga bagian dalam, membuatnya sulit untuk diidentifikasi dan dikarakterisasi.

Untuk itu, mereka bekerja sama dengan peneliti lain dari Institut Patologi Molekuler Wina dan Max Planck Society di Bonn, Jerman. Keduanya menggunakan teknologi mikroskop magneti menggunakan sensor basis berlian.

Hasilnya, sifat magnetik kutikulosom ternyata tidak cukup kuat untuk bertindak sebagai magnetoreseptor berbasis partikel magnetik.

Faktanya, partikel tersebut harus 100.000 kali lebih kuat untuk mengaktifkan jalur sensorik yang diperlukan untuk magnetoreception pada merpati.

Meski tak sesuai harapan dan perlu dilakukan penelitian lanjutan, para peneliti sangat gembira dengan penemuan teknologi mikroskop magnetik tersebut.

2. Kemampuan Mendengar Merpati

Selaras dengan penelitian sebelumnya, Jon Hagstrum ahli geofisika melakukan penelitian yang diterbitkan dalam yang dilansir melalui laman National Geographic.

Ia menjelaskan bahwa merpati mengikuti suara berfrekuensi yang sangat rendah agar bisa kembali ke kandang mereka. Frekuensi suara yang dapat didengar merpati disebut infrasonik yakni gelombang suara yang merambat pada frekuensi jauh di bawah jangkauan yang dapat di dengan manusia.

Teori ini dibuktikannya dengan cara menerbangkan tiga merpati ketiga lokasi di bagian utara New York. Hasilnya, ketika diterbangkan di daerah Castor Hill dan Jersey Hill merpati beberapa kali terbang secara acak saat mencoba kembali ke sarang mereka di Universitas Cornell.

Sedangkan di tempat ketiga di dekat kota Weedsport, merpati muda lebih mudah pulang dibandingkan merpati yang lebih tua. Tetapi mereka menemukan jalan pulang tanpa masalah.

Melalui percobaan itu, Jon Hagstrum memastikan bila mereka mendengar suara serendah 0,05 hertz yang tentu saja cukup rendah untuk menangkap infrasonik yang ada di rentang 0,1-0,2 hertz.

Ia menemukan bahwa kondisi atmosfer dan medan di daerah Jersey Hill berada dalam bayangan suara yang berhubungan dengan loteng Cornell dimana sarang merpati berada.

Dengan demikian medan magnet di antara loteng dan Jersey Hill dikombinasikan dengan kondisi langit yang normal akan memantulkan infrasonik sehingga merpati bisa mendengarnya.

Berkaitan masalah merpati muda lebih mudah pulang dibanding yang tua karena mengikuti infrasonik dari loteng sarang mereka.

Cordula Mora, seorang peneliti perilaku hewan di Bowling Green State University di Ohio, Amerika Serikat menambahkan pendapat Jon.

Menurutnya, merpati memang menggunakan garis medan magnet untuk menemukan jalan pulang. Namun, mereka juga sangat mengenali dan bergantung kepada kebiasaan dan tempat mereka dibesarkan. Dan itulah kesimpulan yang bisa diambil dari seluruh teori yang ada.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads