Observatorium Bosscha bulan ini menginjak 100 tahun. Tahukah detikers, Bosscha merupakan observatorium astronomi modern pertama di Asia Tenggara?
Observatorium adalah balai pengamatan atau lokasi pengamatan langit serta peristiwa terkait angkasa lewat perlengkapannya. Observatorium erat kaitannya dengan astronomi atau ilmu bintang, yang mempelajari benda langit dan fenomena alam di luar Bumi.
Observatorium Bosscha diresmikan pada tanggal 1 Januari 1923 dari gagasan Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha bersama Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV/Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda) yang dipimpinnya, seperti dikutip dari akun resmi @bosschaobservatory, Jumat (20/1/2023).
Satu abad berdiri, Observatorium Bosscha kini bisa dikunjungi anak-anak hingga dewasa secara langsung maupun virtual untuk mengenal ilmu astronomi.
Dari observatorium modern ketiga di Bumi Bagian Selatan ini, lahir juga penelitian astronomi hingga astrofisika yang berkontribusi di tingkat internasional.
Bersama Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB),salah satu institusi sains tertua di Indonesia ini juga memungkinkan pendidikan bagi mahasiswa untuk mendalami ilmu astronomi.
Bagaimana observatorium perintis astronom modern di Asia Tenggara ini lahir dan menjadi bagian dari kampus ITB? Simak jejak 1 abad Observatorium Bosscha berikut.
Pendirian Observatorium Bosscha
Semula, Bosscha bersama keponakannya Rudolph Albert (RA) Kerkhoven dan astronom Hindia Belanda Joan George Erardus Gijsbertus Voûte membuat perkumpulan yang akan mendukung ide pembangunan observatorium.
Jadilah Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda, atau Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV).
Perkumpulan yang dibentuk tanggal 12 September 1920 di Hotel Homann Bandung itu bertujuan mendirikan dan memelihara sebuah observatorium astronomi di Hindia Belanda dan memajukan ilmu astronomi.
Boschha berjanji membantu pembelian teropong bintang. Ia juga siap jadi penyandang utama. Kelak, namanya dijadikan nama observatorium ini sebagai penghargaan atas jasanya. Sementara itu, Joan Voûte didapuk jadi direktur pertama Observatorium Bosscha.
Sejarah Observatorium Bosscha di ITB
Observatorium ini diserahkan kepada Republik Indonesia pada tanggal 17 Oktober 1951, bernaung di bawah Institut Teknologi Bandung (ITB).
Di ITB, Observatorium Bosscha tergabung dalam Faculteit Ilmu Pasti dan Ilmu Alam (FIPIA), kini Fakultas Matematika dan IPA (FMIPA).
Mulai saat itu, Observatorium Bosscha menjadi bagian dari penerapan tridharma perguruan tinggi ITB. Observatorium ini dimanfaatkan untuk meneliti, mendidik, serta mencerdaskan dan menginspirasi, sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat.
Lewat Observatorium Bosscha, mahasiswa dan peneliti lintas kampus maupun institusi menghasilkan penelitian tentang fisika bintang, galaksi Bima Sakti, tata surya, ekstragalaksi, dan kosmologi.
Dikutip dari laman resminya, Observatorium Bosscha juga diteliti dalam penulisan tugas akhir oleh mahasiswa Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Pendidikan Indonesia) , Universitas Padjadjaran (Unpad), dan lain-lain.
Observatorium Bosscha juga diintegrasikan dalam pendidikan bersama Program Studi Astronomi ITB. Di sana, para mahasiswa bisa mengakses perpustakaan dan bengkel teknik yang disediakan.
Lewat pendidikan, penelitian, dan penyebaran ilmu pengetahuan ini, ilmu astronomi di Indonesia mulai memberikan kontribusi internasional bagi perkembangan astrofisika pada topik bintang, tata surya, dan galaksi.
Peringatan 100 tahun Observatorium Bosscha akan digelar pada tanggal 30 Januari 2023. Peringatan ini menjadi penghormatan atas kontribusi Bosscha dan semua pihak yang bergerak bersama observatorium ini sepanjang 1 abad sejarahnya.
Apa saja keseruan yang bisa diikuti di peringatan 100 tahun Observatorium Bosscha? Pantau di Instagram @bosschaobservatory dan detikEdu, ya!
Simak Video "Melihat Observatorium Pelacak Satelit di Australia"
[Gambas:Video 20detik]
(twu/pal)