Penelitian mendapati, setidaknya 50 persen mahasiswa cenderung menunda-nunda (procrastinate) hingga tahap yang berbahaya untuk perkuliahannya.
Associate Professor in Epidemiology Eva Skillgate dari Karolinska Institutet menambahkan, prokrastinasi atau menunda-nunda juga berhubungan dengan buruknya kesehatan fisik dan mental, dikutip dari Science Alert.
Penelitian Fred Johansson dkk di jurnal JAMA Network Open ini menelusuri apakah mahasiswa yang punya kebiasaan menunda-nunda berisiko lebih tinggi memiliki kesehatan fisik dan mental.
Pada studi Associations Between Procrastination and Subsequent Health Outcomes Among University Students in Sweden ini, peneliti membandingkan mahasiswa dengan skor kecenderungan lebih besar untuk menunda-nunda dengan mahasiswa dengan tendensi menunda-nunda lebih rendah.
Lebih Sering Nyeri, Stres, dan Kesepian
Dari 3.525 mahasiswa Swedia yang diteliti, ditemukan bahwa kecenderungan menunda-nunda yang lebih tinggi berhubungan dengan gejala depresi, kecemasan, dan stres lebih tinggi 9 bulan kemudian.
Lebih lanjut, mahasiswa yang punya tingkat kebiasaan menunda-nunda lebih tinggi rupanya lebih cenderung merasakan nyeri bahu, nyeri tangan, nyeri tangan serta bahu, kualitas tidur yang lebih jelek, kesepian, dan kesulitan secara keuangan.
Penelitian ini juga menunjukkan, hubungan antara menunda-nunda dengan masalah kesehatan fisik dan mental ini tetap sama, kendati dimasukkan faktor-faktor lain seperti usia, gender, tingkat pendidikan orang tua, dan diagnosa fisik dan psikiatri sebelumnya.
Johansson dkk menambahkan, kendati tidak ada kondisi kesehatan spesifik yang sangat terpengaruhi oleh prokrastinasi, hasil penelitiannya menunjukkan kebiasaan menunda-nunda bisa jadi pengaruh penting untuk kondisi kesehatan yang lebih luas. Termasuk di antaranya yaitu masalah kesehatan mental, nyeri yang menyulitkan gerak, dan gaya hidup yang tidak sehat.
Cara Menangani Kebiasaan Menunda-nunda
Penelitian klinis Alexander Rozental dkk dalam jurnal Cognitive Behavioral Therapy menunjukkan, cognitive behavioral therapy (CBT) atau terapi perilaku kognitif rupanya efektif dalam mengurangi prokrastinasi atau perilaku menunda-nunda.
Terapi CBT dapat membantu seseorang mengatasi perilaku menunda-nunda dengan memecah tujuan jangka panjang menjadi beberapa tujuan jangka pendek, mengelola distraksi, dan belajar fokus pada tugas kendati mengalami emosi negatif.
Menurut penelitian Overcoming Procrastination: One-Year Follow-up and Predictors of Change in a Randomized Controlled Trial of Internet-based Cognitive Behavior Therapy, cara mengelola distraksi juga termasuk mematikan ponsel atau smartphone agar fokus pada yang harus dikerjakan.
Penelitian ini mengamini bahwa langkah-langkah di atas tidak mudah dan butuh usaha sehingga mungkin tidak bisa dilakukan untuk menghadapi tugas tertentu dengan deadline spesifik. Namun, perubahan terkecil pun bisa menghasilkan efek yang besar.
Yuk mahasiswa, coba kurangi distraksi saat mengerjakan tugas!
Simak Video "Ombudsman Terima Laporan Kasus Kecelakaan Hasya, Ini Proses Selanjutnya"
[Gambas:Video 20detik]
(twu/nwy)