Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Kronologi, dan Tokoh yang Berperan

ADVERTISEMENT

Pertempuran Ambarawa: Latar Belakang, Kronologi, dan Tokoh yang Berperan

Putri Tiah - detikEdu
Selasa, 13 Des 2022 10:30 WIB
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) bersama rakyat mengibarkan bendera merah putih setelah berhasil mengalahkan tentara sekutu dalam sosiodrama pertempuran Palagan Ambarawa, pada peringatan HUT Ke-72 RI di Lapangan Pancasila Semarang, Jawa Tengah, Kamis (17/8). Sosiodrama melibatkan sekitar 300 personel dari TNI, pelajar, dan sejumlah elemen masyarakat. ANTARA FOTO/R. Rekotomo/foc/17.
Foto: ANTARA FOTO/R. Rekotomo/ilustrasi pertempuran ambarawa
Jakarta -

Pertempuran Ambarawa (Palagan) adalah peristiwa perlawanan rakyat Ambarawa dan Pasukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terhadap sekutu yang terjadi di Ambarawa, sebelah selatan, Jawa Tengah.

Peristiwa ini bermula ketika pasukan sekutu yang diboncengi NICA (Netherlands Indies Civil Administrations) berusaha membebaskan orang-orang Belanda yang ditahan Jepang.

Setelah bebas, para tahanan ini kemudian dipersenjatai. Mengetahui hal itu, para pemuda Ambarawa dan TKR menjadi marah dan pertempuran pun tidak dapat dihindari, seperti dikutip dari buku Pasti Bisa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas IX oleh Tim Ganesha Operation.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Latar Belakang Pertempuran Ambarawa

Dikutip dari buku Sejarah SMA Kelas XII oleh M. Habib Mustopo, peristiwa ini dimulai dengan insiden yang terjadi di Magelang sesudah mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 di Semarang, yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal Bethell pada tanggal 20 Oktober 1945.

Brigade tersebut bertugas mengurus tawanan perang dan berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan RI. Pemerintah RI memperkenankan Brigadir Bethell untuk mengurus tawanan perang yang ada di penjara Ambarawa dan Magelang.

ADVERTISEMENT

Ternyata pasukan Sekutu diboncengi oleh NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan itu, maka pada tanggal 26 Oktober 1945, pecahlah insiden di Magelang yang berkembang menjadi pertempuran TKR dan tentara sekutu.

Insiden itu berhenti setelah kedatangan dari Presiden Soekarno dan Brigjen Bethell di Magelang pada tahun 2 November 1945.

Mereka mengadakan perundingan dan gencatan senjata dan tercapai kata sepakat yang dituangkan ke dalam 12 pasal, di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Pihak sekutu tetap akan menempatkan pasukannya di Magelang, untuk melakukan kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi Allied Prisoners Wars and Interneers (APWI-tawanan perang dan interniran Sekutu)

2. Jalan raya Magelang-Ambarawa terbuka bagi lalu lintas Indonesia-Sekutu.

3. Aktivitas NICA tidak akan diakui Sekutu dalam badan-badan yang berada di bawahnya.

Setelah ada pasal tersebut, ternyata pihak Sekutu justru ingkar janji. Sekutu memanfaatkan kesempatan dan kelemahan dalam pasal-pasal itu untuk menambah jumlah pasukannya di Magelang.

Kronologi Pertempuran Ambarawa

Dikutip dari buku Sejarah 3 oleh Drs. Sardiman A.M, M.Pd dan buku Sejarah SMP/MTs Kelas IX (KTSP) oleh Dr. Nana Nurliana Soeyono, MA., pertempuran ambarawa pecah antara pasukan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto melawan tentara Sekutu yang telah melakukan penyerangan pada tanggal 20 November 1945.

Pada tanggal 21 November, pasukan sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah perlindungan pesawat tempur.

Keesokan harinya (tanggal 22 November 1945), pertempuran berkobar di dalam kota dan pasukan sekutu melakukan pengeboman terhadap kampung-kampung yang berada di Ambarawa.

Pasukan TKR bersama para pemuda yang berasal dari Boyolali, Salatiga, Kartasura bertahan di kuburan Belanda sehingga membentuk garis medan sepanjang garis rel kereta dan membelah kota Ambarawa.

Sementara itu, dari arah Magelang dan Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Adrongi melakukan serangan fajar pada tanggal 21 November 1945 dengan tujuan memukul mundur pasukan yang berkedudukan di desa Pingit.

Pasukan Imam Androngi berhasil menduduki desa dan merebut desa-desa sekitarnya.

Selain itu, Batalyon Imam Adrongi meneruskan gerakan pengejarannya. Kemudian disusul 3 batalyon yang berasal dari Yogyakarta, yaitu batalyon 10 Divisi III di bawah pimpinan Mayor Suharto, Batalyon 8 di bawah pimpinan Mayor Sarjono, dan Batalyon Sugeng.

Pasukan Sekutu berhasil dikepung, meskipun mereka terus berusaha mematahkan kepungan dengan mengancam kedudukan pasukan RI dari belakang dengan tank-tanknya. Untuk mencegah jatuhnya korban, pasukan mundur ke Bedono.

Dengan bantuan resimen kedua yang pimpin oleh M. Sarbini, Batalyon Polisi Istimewa yang dipimpin Onie Sastroatmodjo dan Batalyon dari Yogyakarta, gerakan musuh berhasil di tahan di desa Jambu.

Para komandan mengadakan rapat koordinasi di Desa Jambu, yang dipimpin oleh Kolonel Holland Iskandar. Rapat itu menyepakati pembentukan komando yang disebut Markas Pimpinan Pertempuran dan berlokasikan di Magelang.

Sejak itu, Ambarawa dipecah menjadi 4 sektor, yaitu sektor Utara, sektor Selatan, sektor Barat dan Timur. Kekuatan pasukan bertempur dilakukan secara bergantian.

Pada tanggal 26 November, pimpinan dari pasukan Purwokerto Letnan Kolonel Isdiman yang gugur dalam pertempuran. Selanjutnya, pimpinan pasukan diambil dari alih oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi Purwokerto.

Situasi pertempuran berubah menguntungkan pasukan TKR, dengan terusirnya pasukan musuh dari Desa Banyubiru, yang merupakan garis pertahanan yang terdepan pada tanggal 5 Desember 1945.

Setelah mempelajari situasi, pada tanggal 11 Desember 1945 Kolonel Soedirman mengumpulkan para sektor. Setelah mendengarkan laporan dari para komandan sektor, Kolonel Soedirman menyimpulkan bahwa musuh telah terjepit.

Pada tanggal 12 Desember 1945 pada waktu 04.30, pasukan TKR bergerak secara serentak menuju sasaran masing-masing melancarkan serangan ke pihak musuh.

Dalam waktu setengah jam pasukan TKR berhasil mengepung musuh di dalam kota. Pertahanan terkuat musuh diperkirakan berada di benteng Willem yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa.

Kemudian terjadi pengepungan di Kota Ambarawa selama 4 hari 4 malam. Musuh yang terjepit berusaha keras untuk melakukan pertempuran.

Lalu pada tanggal 15 Desember 1945 musuh meninggalkan kota Ambarawa dan mundur ke Semarang.

Pertempuran Ambarawa memiliki arti penting, disebabkan karena letaknya yang strategis. Jika musuh kembali lagi menguasai Ambarawa, mereka dapat mengancam 3 kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta, Magelang, dan Yogyakarta.

Dalam pertempuran itu, pasukan TKR meraih kemenangan yang gemilang dan hal ini sekaligus mengantarkan Sudirman ke pucuk pimpinan TKR dan menunjukkan bahwa Republik Indonesia masih memiliki pasukan kuat yaitu TKR

Pada setiap tanggal 15 Desember kini diperingati sebagai hari Juang Kartika, untuk mengenang pertempuran Ambarawa. Selain itu, di Ambarawa dibangun Monumen Palagan.

Nah, itulah penjelasan mengenai kronologi pertempuran ambarawa dan tokoh yang berperan. Semoga menambah wawasan detikers, ya!




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads