Kerajaan Pajang: Sumber Sejarah dan Aspek Kehidupan

ADVERTISEMENT

Kerajaan Pajang: Sumber Sejarah dan Aspek Kehidupan

Devita Savitri - detikEdu
Kamis, 17 Nov 2022 15:30 WIB
Masjid Laweyan, Solo dulunya merupakan pura
Masjid Laweyan di Solo merupakan sumber sejarah peninggalan Kerajaan Pajang (Foto: Ari Purnomo/detikcom)
Jakarta -

Kerajaan Pajang adalah salah satu kerajaan bercorak Islam di Pulau Jawa. Sebuah kerajaan yang terletak di daerah Kartasura, Surakarta, Jawa Tengah yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak.

Kerajaan Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir atau Mas Karebet pada 1568 Masehi. Jaka Tingkir kemudian bergelar Sultan Hadiwijaya. Titik awal berdirinya Kerajaan Pajang berasal dari desa Pengging di lereng Gunung Merapi.

Jaka Tingkir adalah menantu Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di Pajang sebagai adipati. Pajang awalnya merupakan daerah bawahan Kerajaan Demak. Ketika Kerajaan Demak runtuh, Jaka Tingkir menyingkirkan rajanya Arya Penangsang dan memindahkan pusat pemerintahan dari Demak ke Pajang. Langkahnya ini sebenarnya ditentang oleh Sunan Kudus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam artikel Memperebutkan Wahyu Majapahit dan Demak: Membaca Ulang Jejak Kesultanan Pajang oleh Bambang Purwanto disebutkan Sultan Hadiwijaya keluar dari pengaruh politik dan keagamaan Sunan Kudus yang sangat dominan pada masa kejayaan Kesultanan Demak, dan memilih dengan sengaja hidup dalam tradisi keagamaan Sunan Kalijaga yang sarat dengan unsur kultural dan filosofis

Di bawah Sultan Hadiwijaya, Pajang mengalami masa keemasan. Ia memperluas kekuasaannya ke arah timur sampai Madiun. Kesultanan Pajang memiliki daerah kekuasaan seperti Pajang, Madiun, Mataram, PAti, Prawata (demak), Kalinyamat (Jepara), dan Jipang (Bojonegoro).

ADVERTISEMENT

Pajang dikenal memiliki lumbung padi yang besar karena memiliki sistem irigasi yang baik. Pada 1581, Hadiwijaya mendapatkan pengakuan sebagai sultan Islam dari raja-raja penting di Jawa bagian timur.

Sepulang perang, Sultan Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Putranya Pangeran Benawa dan menantunya Arya Pangiri berebut takhta. Arya Pangiri berhasil jadi raja pada 1583 sementara Pangeran Benawa tersingkir ke Jipang.

Pada 1586, Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya dari Mataram yang juga anak angkat Hadiwijaya menyerang Pajang. Aliansi ini berhasil menaklukkan Arya Pangiri. Pangeran Benawa lantas jadi Raja Pajang yang ketiga.

Sayangnya kekuasaannya hanya berlangsung setahun. Karena tak ada yang menggantikan, Pajang kemudian diberikan pada Sutawijaya sebagai daerah bawahan Mataram.

Raja-raja yang memerintah di Kerajaan Pajang

1. Jaka Tingkir (1568-1583)

Nama aslinya Mas Karebet, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Usai kematian ayahnya, Jaka Tingkir tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa. Guru pertamanya Sunan Kalijaga hingga ia memerintah Kerajaan Pajang.

2. Arya Pangiri (1583-1586)

Arya Pangiri berasal dari Demak. Ia menjabat setelah Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir meninggal dunia. Setelah menjabat, ia bergelar Sultan Ngawantipura.

3. Pangeran Benawa (1586-1587)

Pangeran Benawa merupakan anak dari Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir. Ia bergelar Sultan Prabuwijaya Namun, ia meninggal pada tahun 1587 dan menjadi akhir dari Kerajaan Pajang.

Sumber Sejarah Kerajaan Pajang

Melansir dalam jurnal Memperebutkan Wahyu Majapahit dan Demak: Membaca Ulang Jejak Kesultanan Pajang oleh Bambang Purwanto disebutkan Kerajaan Pajang memiliki sumber sejarah yang sedikit dibanding kerajaan Islam lainnya.

Ada sumber sejarah tertulis yang bisa dijadikan acuan adanya Kerajaan Pajang, yaitu:

1. Serat Nitisruti

Serta Nitisruti sering dihubungkan dengan keberadaan Kesultanan Pajang. Naskah yang banyak mengandung unsur mistik ini dipengaruhi oleh serat Ramayana dan serat Koja-jajahan. Sayangnya, keberadaan serat ini masih terus menjadi perdebatan, terutama tentang siapa yang menggubah dan kapan digubahnya.

2. Babad Tanah Jawi

Babad Tanah Jawi menjadi sumber utama untuk merekonstruksi posisi Kerajaan Pajang dalam sejarah Jawa. Namun kembali lagi informasi dari sumber lain baik dalam bentuk data-data arkeologi ataupun kearsipan tentang Kerajaan Pajang sangatlah terbatas.

3. Kitab Negarakertagama

Kitab Negarakertagama adalah catatan perjalanan Prabu Hayam Wuruk dan menyebutkan Pajang menjadi salah satu wilayah yang dikunjunginya.
Disebutkan Hayam Wuruk pernah mengunjungi Pajang pada 1275 saka dan 1279 saka karena menjadi wilayah kekuasaan Majapahit.

Selain itu, sumber tertulis di atas ada dua sumber sejarah lainnya membuktikan keberadaan Kerajaan Pajang yaitu Masjid Laweyan Solo dan Makam Butuh.

Masjid Laweyan dibangun oleh Adipati Jaka Tingkir saat Pajang masih di bawah Demak pada 1546. Masjid ini berada di Dusun Belukan, Kelurahan Pajang, Surakarta. Masjid dibangun dengan unsur tradisional Jawa, Islam, China, dan Eropa.

Dikutip dari Cagar Budaya Kemendikbud, Masjid Laweyan merupakan masjid pertama di Kerajaan Pajang, hal itu membuktikan bahwa masjid ini lebih tua dari Masjid Agung Surakarta yang baru dibangun pada tahun 1763. Awalnya Masjid Laweyan merupakan pura agama Hindu milik Ki Beluk.

Sumber sejarah lainnya adalah kompleks makam kesultanan Pajang yang dinamakan Makam Butuh. Di dalamnya ada makam Sultan Hadiwijaya dan orang penting di Kerajaan Pajang lainnya.

Aspek Kehidupan Kerajaan Pajang

Dikutip dari jurnal Sejarah Kesultanan Pajang Masa Pemerintahan Sultan Hadiwijaya (1549-1582) oleh Chinanti Safa Camila dan Hudaidah, berikut aspek-aspek kehidupan dalam Kerajaan Pajang.

a. Aspek Ekonomi

Pajang merupakan kerajaan yang bersifat maritim, agraris karena mengandalkan hasil pertanian dan perkebunan sebagai tulang punggung perekonomian. Berada di dataran rendah, Pajang mengalami kemajuan pesat dalam ekonomi khususnya di bidang pertanian. Kerajaan tersebut pernah menjadi lumbung beras utama di pulau Jawa.

b. Aspek Politik
Kerajaan Pajang menerapkan sistem pemerintahan politik terbuka, di mana melalui sistem politik terbuka tersebut Jaka Tingkir mengakomodir pemikiran-pemikiran pada saat itu dan dalam bidang keagamaan.

c. Aspek Keagamaan

Agama yang dianut oleh Kerajaan Pajang ialah aliran Manunggaling Kawulo Gusti. Aliran ini merupakan aliran yang berasal dari Syekh Siti Jenar yang pada masa pemerintahan Kesultanan Demak yang dihukum mati dikarenakan ajaran agamanya yang dinilai telah menyimpang oleh para Walisongo.

Ajaran ini dikhawatirkan menyebabkan pengikutnya menjadi sesat. Namun, Jaka Tingkir sebagai salah satu murid dari Sunan Kalijaga merasa harus melakukan dakwah untuk menyebarkan agama Islam sesuai dengan cara yang telah digunakan oleh Sunan Kalijaga.

d. Aspek Sosial Budaya

Masyarakat Kerajaan Pajang hidup dengan berhati-hati dan mengutamakan gotong royong atau kebersamaan dan budaya yang ada di masyarakat sangat ketat dan tidak terlepas dari tradisi dan budaya aslinya.

Kesenian yang berkembang pesat ialah wayang. Jaka Tingkir dan seniman lainnya menciptakan wayang Kidang kencana, yang memiliki ukuran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran wayang pada umumnya.

Itulah penjelasan Kerajaan Pajang tentang sumber sejarah dan aspek kehidupannya. Jadi makin tahu kan detikers?




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads