Kisah Radio Chairil Anwar & Des Alwi Bawa Kabar Pemicu Kemerdekaan RI

ADVERTISEMENT

Kisah Radio Chairil Anwar & Des Alwi Bawa Kabar Pemicu Kemerdekaan RI

Trisna Wulandari - detikEdu
Senin, 07 Nov 2022 14:30 WIB
Sutan Sjahrir (kiri) yang mendengar kabar kekalahan Jepang oleh Sekutu dari radio bekas temuan Chairil Anwar dan Des Alwi.
Sutan Sjahrir (kiri) yang mendengar kabar kekalahan Jepang oleh Sekutu dari radio bekas temuan Chairil Anwar dan Des Alwi. Foto: Wikimedia Commons/Zijlstra J/ DLC
Jakarta -

Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, atau pada 15 Agustus 1945 menurut waktu Jepang.

Kabar tentang Jepang menyerah pada Sekutu didengar oleh perintis kemerdekaan Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh di Radio BBC, seperti dikutip dari Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen) oleh Redaksi Pustaka Grhatama.

Para golongan muda tersebut langsung mendesak golongan tua untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sjahrir berharap, Mohammad Hatta dapat melihat ini jadi peluang Indonesia untuk merdeka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahukah detikers, kabar ini mungkin akan terlambat sampai di telinga para perintis kemerdekaan jika bukan karena radio bekas penyair Chairil Anwar dan sejarawan Des Alwi?

Radio Bekas Chairil Anwar-Des Alwi dan Kemerdekaan Indonesia

Sutan Sjahrir (1909-1966) adalah intektual perintis kemerdekaan dan perdana menteri pertama Indonesia. Ia merupakan paman Chairil Anwar (1922-1949)--penyair kenamaan Indonesia--dari pihak ibu.

ADVERTISEMENT

Chairil Anwar dan ibunya sempat menumpang di rumah Sjahrir di Jalan Damrink No. 19, kini Jalan Latuharhary Jakarta. Mereka tinggal tersebut sepulang dari pengasingan Sjahrir di Banda Neira pada 1942.

Di masa pendudukan Jepang, Des Alwi juga sempat tinggal bersama Chairil di rumah Sutan Sjahrir di Jakarta. Des Alwi (1917-2010) adalah seorang sejarawan, diplomat, penulis, dan advokat Indonesia asal Banda. Des merupakan anak angkat Mohammad Hatta.

Sama-sama pengangguran, Chairil Anwar dan Des Alwi sempat dimodali Sjahrir jual beli barang bekas, seperti dikutip dari pameran arsip Seratus Tahun Chairil Anwar: Aku Berkisar Antara Mereka oleh Komunitas Salihara dan Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin, dikuratori Cecil Mariani dan Laksmi Pamuntjak, di Salihara Arts Center, Jakarta hingga 4 Desember 2022.

Salah satu temuan mereka adalah radio bekas merek Philips yang kelak bersejarah.

Berkat radio gelap Chairil Anwar dan Des Alwi tersebut, Sjahrir dapat memantau perkembangan situasi dunia yang penting, termasuk mendengar kabar tentang kekalahan Jepang oleh Sekutu. Tanpa informasi tersebut, proklamasi kemerdekaan Indonesia berisiko tidak terjadi.

Kabar Kekalahan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan

Petang tanggal 14 Agustus 1945, Sutan Sjahrir membawa berita menyerahnya Jepang pada sekutu untuk Mohammad Hatta. Ia lalu menanyakan masalah kemerdekaan Indonesia terkait peristiwa kekalahan Jepang tersebut.

Hatta mengatakan, kemerdekaan Indonesia ada di tangan bangsa Indonesia sepenuhnya, seperti dikutip dari Kesadaran Nasional: Dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan Jilid II oleh Prof. Dr. Slamet Muljana.

Sjahrir menyarankan agar kemerdekaan Indonesia jangan sekali-kali diumumkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), namun oleh Soekarno sendiri sebagai pemimpin rakyat melalui radio. Sebab, kemerdekaan yang diumumkan PPKI akan dianggap pihak sekutu sebagai hadiah dari Jepang.

Pada 15 Agustus 1945 pukul 08.00 pagi, diadakan rapat di ruangan di Bacteriologisch Laboratorium Pegangsaan Timur. Rapat ini dihadiri beberapa pemuda, yaitu Chaerul Saleh, Darwis, Djoharnur, Kusnandar, Subardio, Subianto, Margono, Aidit, Sunoto, Abu Bakar, Eri Sudewo, Wikana, dan Armansjah.


Pertemuan itu memutuskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digabungkan pada bangsa atau negara lain.

Bagi pemuda, bangsa Indonesia sudah matang untuk merdeka. Satu-satunya jalan adalah melalui proklamasi kemerdekaan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sementara itu, Soekarno-Hatta hendak menunggu pernyataan resmi dari Jepang dan khawatir muncul pertumpahan darah. Ketidaksetujuan Soekarno-Hatta memicu penculikan mereka oleh pemuda.

Chaerul Saleh, Sukarni, Wikana, dan pemuda lainnya adalah salah satu pemuda dari Menteng 31, sebutan untuk perkumpulan pemuda yang bermarkas di Asrama Angkatan Baru Indonesia (kini Gedung Joang '45). Mereka dikenal dengan peristiwa penculikan Soekarno-Mohammad Hatta pada 16 Agustus 1945 tersebut, yang dikenal dengan nama Peristiwa Rengasdengklok.

Berangkat dari kabar tentang Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu tersebut, golongan muda membawa Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok agar tidak terpengaruh janji-janji pihak Jepang.

Dari situ, golongan tua dan golongan muda kembali ke Jakarta untuk merumuskan naskah Proklamasi dan melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.




(twu/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads