Pesisir selatan Jawa Barat berpotensi tsunami setinggi 34 meter. Pemicu tsunami ini diprediksi akibat terjadinya gempa megathrust sebesar 8,9 hingga 9 magnitudo yang belum bisa diketahui waktunya.
"Kalau dikalkulasi, kira-kira itu akan mencapai skala 8,9-9 magnitudo. Terjadi karena itu disubduksi, di laut, dengan mekanisme nanti sesar naik itu pasti akan ada tsunami. Kalau dengan jumlah yang besar tersebut, kira-kira 20 meter yang bakal terjadi sampai mungkin di beberapa lokasi bisa 30 meter bisa saja. Tergantung pemodelannya," kata ahli bidang geodesi ITB Heri Andreas. Heri yang dikutip dari detikJabar, Kamis (3/11/2022).
Dalam artikel yang disusun Pepen Supendi dkk di Springer, disebutkan bahwa potensi ketinggian maksimum tsunami dari gempa bumi megathrust ini bisa mencapai 34 meter di sepanjang pesisir barat Sumatera bagian selatan dan pesisir selatan Jawa dekat semenanjung Ujung Kulon.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain artikel yang telah dipublikasi, Heri Andreas juga melakukan pemodelan mengenai risiko tsunami. Menurutnya, potensi tsunami bisa berimbas besar pada peta daerah di Jawa Barat. Bahkan bisa mengangkat wilayah Pelabutan Ratu di Kabupaten Sukabumi.
"Kalau dari data ukuran itu, wilayah Pelabuhan Ratu itu keangkat. Berarti kan ada energi besar yang bisa mengangkat suatu daerah. Nah berarti energinya ada," ungkapnya.
Apa Itu Gempa Megathrust?
Menurut arsip detikNews pada 2020 lalu, Daryono menjelaskan, pemahaman dalam masyarakat mengenai gempa megathrust sebagai sesuatu yang baru, segera terjadi dalam waktu dekat, punya kekuatan sangat besar, menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat, adalah hal yang kurang tepat.
Dalam gempa megathrust terdapat pula istilah zona megathrust. Zona megathrust adalah sebuah istilah untuk menyebutkan jalur subduksi lempeng Bumi yang sangat panjang, tapi cenderung dangkal. Lempeng Bumi bertumpukan, dengan posisi lempeng di bagian bawah mendorong lempeng yang ada di atasnya.
"Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai 'patahan naik yang besar', yang kini populer disebut sebagai zona megathrust," sebut Daryono.
Maka, zona megathrust adalah istilah untuk menyebutkan sumber gempa berupa tumbukan lempeng yang berada di kedalaman dangkal.
Ketika lempeng samudra yang menghunjam ke bawah lempeng benua membentuk tegangan di bagian kontak antarlempeng dan bergeser secara tiba-tiba, gempa akan muncul. Saat muncul gempa, lempeng benua yang ada di atas lempeng samudra akan terdorong naik atau thrusting.
Meski megathrust sendiri bukan gempa, lokasinya bisa menjadi sumber gempa jika lempeng-lempengnya bergerak. Dan perlu dicatat, gempa di kawasan megathrust juga tidak selalu gempa besar.
Kemudian, menurut EOS Science News by American Geophysical Union, gempa megathrust adalah pecahnya batas lempeng yang terjadi di bidang kontak dua lempeng tektonik, yang bertemu di zona subduksi. Karena gerakan relatif lempeng tidak terbendung, tekanan terkumpul di area dua lempeng tersebut saling terkunci. Pada akhirnya, hal itu pun dilepaskan melalui gempa megathrust.
Sumber gempa megathrust sendiri biasanya ada di bawah laut, sehingga sulit mengamatinya dengan rinci menggunakan pengukuran seismik, geodesi, dan geologis. Megathrust juga berpotensi menimbulkan tsunami yang memporakporandakan, sebab ada pergerakan besar vertikal dasar laut selama gempa.
Bukan Untuk Menakut-nakuti, Tapi Peringatan
Meski demikian, Heri Andreas menyatakan pemodelan dan penelitian ini bukan bertujuan untuk memberikan rasa takut kepada masyarakat. Justru penelitian ini merupakan peringatan awal, agar semua pihak menjadi waspada dan menyiapkan sejumlah mitigasi jika bencana tsunami terjadi.
Heri juga memberikan saran bagi pemerintah supaya bisa menyiapkan mitigasi bencana. Ia menyebut, upaya mitigasi struktural dan nonstruktural yang bisa menjadi solusi menghadapi ancaman itu.
"Mitigasi struktural kita bisa bangun tanggul tsunami kayak di Jepang. Tapi itu kita kayaknya enggak mampu karena cost-nya juga mahal. Berarti kita bisa memilih mitigasi nonstruktural, dengan menyiapkan masyarakatnya paham kalau misalnya ada gempa, mereka sudah harus lari ke mana," tuturnya.
Mitigasi nonstruktural bisa dilakukan pemerintah dengan menyiapkan jalur-jalur evakuasi warga yang tinggal di wilayah pesisir. Jalur evakuasi ini harus dipastikan aman ketika memang potensi tsunami puluhan meter tersebut datang menerjang.
"Jadi disikapinya lebih ke positif aja, bukan untuk menakut-nakuti. Apalagi di selatan Jawa Barat sama Banten kan jadi lokasi wisata yang banyak dikunjungi orang. Jadi harus disiapkan jalur evakuasinya mau ke mana, orang-orang kalau lari menyelamatkan diri ke mana. Jadi memang untuk kewaspadaan dari awal," pungkasnya.
(nir/nwk)