Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, Ada Perdebatan Yamin dan Tabrani

ADVERTISEMENT

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, Ada Perdebatan Yamin dan Tabrani

Cicin Yulianti - detikEdu
Jumat, 28 Okt 2022 16:30 WIB
Museum Sumpah Pemuda jadi saksi pergerakan bangsa Indonesia. Lewat pertemuan para pemuda tahun 1928 itu lahirlah Sumpah Pemuda yang diperingati tiap 28 Oktober.
Museum Sumpah Pemuda di Jakarta tempat berlangsungnya Kongres Pemuda II (Foto: Grandyos Zafna)
Jakarta -

Masih ingat isi dari teks Sumpah Pemuda? Salah satu poinnya mengatakan bahwa bahasa persatuan bangsa adalah bahasa Indonesia. Sejak tanggal 28 Oktober 1928, disebutkan bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Bahkan bahasa Indonesia sendiri bisa dikatakan bersifat politis karena tujuannya sama seperti apa yang diharapkan oleh bangsa Indonesia.

Lalu, bagaimana sebenarnya sejarah perkembangan bahasa Indonesia? Berikut ini rangkumannya dikutip Modul 1 Sejarah Perkembangan Indonesia oleh Esti Pramukti.

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

  • Berakar dari Bahasa Melayu

Bahasa Indonesia yang saat ini kita pakai sehari-hari berasal dari bahasa Melayu. Selain bahasa Melayu yang banyak digunakan oleh bangsa Asia Tenggara, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahasa Austronesia pun memiliki hubungan kekeluargaan dengan bahasa-bahasa di Asia Tenggara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adapun Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui laman resminya mengatakan bahwa bahasa Melayu telah berada di daerah Asia Tenggara sejak abad ke-7.

Melalui penyebaran bahasa Melayu yang berkembang cukup pesat, hal tersebut yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia diakui hingga saat ini.

ADVERTISEMENT

Alasan-alasan itu pula mengapa bahasa Melayu yang dijadikan landasan lahirnya bahasa Indonesia. Terutama karena bahasa Melayu telah digunakan sebagai lingua franca (bahasa perhubungan) selama berabad-abad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita (Nusantara). Hal tersebut tidak terjadi pada bahasa Jawa, Sunda, ataupun bahasa daerah lainnya

Dikutip dari buku Masa-Masa Awal Bahasa Indonesia karya Harimurti Kridalaksana, pada tanggal 28 Agustus 1916 dalam Kongres Pengajaran Kolonial di Den Haag, Belanda Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang kemudian dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara membentangkan prasaran yang berjudul "Welke plaats behooren bij het onderwijs in te nemen, eensdeels de inheemsche talen ( ook het Chineesch en Arabisch), anderdeels het Nederlandsch?".

Buah pikiran tersebut tidak secara khusus mengusulkan agar bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pengajaran kolonial di Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia, melainkan memberikan sejumlah pemikiran tentang tempat bahasa-bahasa dalam sistem pengajaran yang berbahasa Belanda.

Soewardi menyatakan, "Bahasa Melayu, yang untuk mempelajarinya sedikit mempersyaratkan kemampuan filologis dan yang sejak lama menjadi bahasa pengantar di antara penutur asli dan juga di antara penduduk pribumi dari pelbagai bagian Insulinde, pada masa yang akan datang akan menjadi bahasa yang cocok untuk seluruh Hindia."

  • Kongres Pemuda Pertama (1926) dan Kongres Pemuda Kedua (1928)

Satu dasawarsa kemudian dalam Kongres Pemuda Pertama pada tahun 1926, Panitia sepakat tentang garis besar rumusan Sumpah Pemuda. Sampai saat-saat terakhir mereka masih mempermasalahkan apakah akan menyebut bahasa persatuan bangsa Indonesia itu bahasa Melayu. Pemikiran ini disokong Mohammad Yamin.

Hal itu dapat dilihat pada buku biografi M. Tabrani yang berjudul Anak Nakal Banyak Akal. Kutipannya, "Pidato Yamin, walaupun tertulis, bersemangat dan berisi. Panjangnya 22 halaman (halaman 48 s/d 70). Judulnya "Hari depan Bahasa-Bahasa Indonesia dan Kesusastraannya". Dalam bahasa Belanda "De toekomst mogelijkhaden van de Indonesische talen en letterkunde".

Dengan tidak bermaksud mengurangi penghargaan terhadap bahasa daerah seperti Sunda, Aceh, Bugis, Madura, Minangkabau, Rotti, Batak dan lain-lainnya, maka menurut pendapatnya hanya dua bahasa (Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu) yang mengandung harapan menjadi bahasa persatuannya. Tujuan menurut keyakinan, Bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan bagi rakyat Indonesia."

Konsep Yamin perihal bahasa Melayu tersebut dengan ejaan lama berbunyi: "Kami poetra dan poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean Bahasa Melajoe."

Saat rapat Tim Perumus Kongres pada 2 Mei 1926, Tabrani dalam biografinya mengaku menolak konsep usulan tersebut. "Jalan pikiran saya kalau tumpah darah dan bangsa disebut Indonesia, maka bahasa persatuannya harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu," kata Tabrani.

Yamin lantas naik pitam menerima penolakan itu. Ia beralasan bahasa Indonesia saat itu tidak ada. "Tabrani menyetujui seluruh pikiran saya, tetapi kenapa menolak konsep usul resolusi saya. Lagi pula yang ada bahasa Melayu, sedang bahasa Indonesia tidak ada. Tabrani tukang ngelamun," kata Yamin.

Menanggapi kemarahan Yamin tersebut, Tabrani menyatakan justru karena tidak ada, maka bahasa Indonesia harus dilahirkan.

"Alasanmu Yamin, betul dan kuat. Maklum lebih paham tentang bahasa daripada saya, namun saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini".

Menurut Tabrani, Djamaloedin Adinegoro mendukung pemikiran Yamin soal bahasa Melayu. Adapun pendapat Tabrani disokong Sanusi Pane. Tak ada keputusan di kongres pertama ini, selain mereka bersepakat keputusannya dilakukan di Kongres Pemuda Indonesia Kedua.

Akhirnya pada Kongres Pemuda Indonesia Kedua 26-28 Oktober 1928 resolusi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa disepakati. Tabrani menyebutkan arsitek resolusi tersebut adalah M Yamin dengan catatan, nama bahasa Melayu diganti menjadi bahasa Indonesia selaras dengan pesan yang dititipkan kepadanya oleh Kongres Pemuda Indonesia Pertama.

Kridalaksana menyebut, ada dua tanggal penting yang perlu diperhatikan, yaitu tanggal 2 Mei 1926 dan 28 Oktober 1928. Tanggal 28 Oktober sebagai tanggal Sumpah Pemuda yang dirayakan setiap tahun. Sementara tanggal 2 Mei 1926 saat Kongres Pemuda Pertama adalah hari lahir Bahasa Indonesia dan pengusul nama bahasa Indonesia adalah M. Tabrani.

  • Kongres Bahasa Indonesia I (1938)

Kongres Bahasa Indonesia digelar di Solo 25-28 Juni 1938 sebagai tindak lanjut dari Sumpah Pemuda satu dekade sebelumnya. Dalam Kongres Pemuda 1928 sudah disepakati agar bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan.

Pencetus Kongres Bahasa Indonesia adalah Raden Mas Soedarjo Tjokrosisworo, wartawan harian Soeara Oemoem Surabaya. Saat itu Soedarjo sangat rajin menciptakan istilah-istilah baru. Latar belakang lainnya adalah ia sangat tidak puas dengan pemakaian bahasa dalam surat-surat kabar Cina.

Pada kongres itu ada dua hal hasil keputusan penting yaitu bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi dan bahasa pengantar dalam badan-badan perwakilan dan perundang-undangan.

  • Masa Pendudukan Jepang (1942-1945)

Masa ini merupakan periode penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Saat itu Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda. Jepang lalu mengajarkan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk digunakan oleh orang Indonesia.

Akan tetapi, usaha itu tidak dapat dilakukan secara cepat. Akhirnya, Jepang memilih jalan yang praktis yaitu memakai Indonesia yang sudah tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Selama zaman pendudukan Jepang 1942-1945 bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di semua tingkat pendidikan.

  • Bahasa Indonesia Dikukuhkan sebagai Bahasa Negara (1945)

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dimiliki sejak diresmikan Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus 1945. Dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tercantum "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia".

Di dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi negara; bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan; alat perhubungan dalam tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah; dan alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.


Fungsi Bahasa Indonesia


Menurut Arifin (2008), bahasa Indonesia memiliki beberapa fungsi antara lain:

1. Lambang Kebanggaan Bangsa

Bahasa Indonesia dapat mencerminkan setiap nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia. Oleh karena itu, salah satu kebanggaan karena Indonesia memiliki bahasanya sendiri.


2. Lambang Identitas Nasional

Sebagai negara yang memiliki masyarakat, kebudayaan dan lainnya, tentunya diperlukan satu ciri yang menggambarkan jati diri penduduknya. Bahasa menjadi identitas dalam menggambarkan warga negara Indonesia.


3. Alat Perhubungan Antarwarga

Dikatakan alat perhubungan antarwarga karena bahasa menjadi sarana komunikasi paling efektif.

Sehingga warga lintas pulau yang masing-masingnya memiliki perbedaan bahasa daerah, masih bisa tetap berkomunikasi lewat bahasa Indonesia.


4. Alat Pemersatu Suku budaya dan Bahasa

Dengan jumlah suku budaya dan bahasa daerah yang banyak di Indonesia, tentunya diperlukan bahasa penyatu. Peranan bahasa Indonesia adalah untuk menjunjung bangsa dan juga menyatukan bangsa.

Oleh karena itu, tidak ada keterbatasan berhubungan dengan seseorang yang memiliki perbedaan suku ataupun pulau karena terdapat bahasa Indonesia yang menjadi alat komunikasinya.




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads