Kemenag Luncurkan Aturan Penanganan Kekerasan Seksual, Pakar Hukum Unair Sampaikan Ini

ADVERTISEMENT

Kemenag Luncurkan Aturan Penanganan Kekerasan Seksual, Pakar Hukum Unair Sampaikan Ini

Nikita Rosa - detikEdu
Kamis, 27 Okt 2022 16:30 WIB
Little girl suffering bullying raises her palm asking to stop the violence
Kemenag Luncurkan Aturan Tentang Kekerasan Seksual, Ini Tanggapan Pakar Hukum Unair. (Foto: iStock)
Jakarta -

Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan aturan baru terkait kekerasan seksual dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan Pada Kementerian Agama.

Aturan ini disahkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022. Tujuan dibuatnya aturan ini guna menangani kasus kekerasan seksual yang terus terjadi hingga saat ini.

Menanggapi kebijakan tersebut, Dwi Rahayu Kristianti SH MA dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) menilai kebijakan yang dibuat Kemenag sangat mendesak untuk dijadikan isu pijakan hukum. Ia melihat banyak kasus kekerasan seksual terjadi di lingkup instansi agama, seperti di pesantren dan madrasah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemenag perlu juga mengatur yurisdiksi yang sama dalam lingkup satuan pendidik di bawahnya, sebagai payung hukum yang membijaki," ucap Dwi dalam situs Unair, Kamis (27/10/2022).

Permasalahan yang Dihadapi dalam Kasus Kekerasan Seksual

Pakar hukum Unair tersebut meyakini, kasus kekerasan seksual memiliki beragam permasalahan seperti:

ADVERTISEMENT

1. Relasi Kuasa

Kekerasan seksual dapat terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa. Relasi kuasa berarti ketimpangan posisi antara korban dan pelaku.

Adapun relasi yang timpang berlingkup luas. Seperti pelaku punya andil kuasa yang lebih tinggi dan memberikan sebuah ancaman kepada korban.

2. Kasus Pada Internal Kampus

Selanjutnya, ia meyakini ada juga kasus kekerasan seksual yang terjadi pada internal kampus. Pihak kampus pun menutupi kasus tersebut demi menjaga citra kampus.

Masalah akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan. Lanjut Dwi, itulah masalah yang mengakibatkan tidak ada keberpihakan pada korban.

3. Komentar Masyarakat

Terakhir, Dwi menyoroti polemik komentar masyarakat Indonesia dengan diksi kata menatap, meyakini hal tersebut dipandang sepele. Menurutnya, menatap di sini perlu digaris bawahi, yaitu menatap seseorang dengan nuansa seksual dan menimbulkan rasa risih.

"Dampak yang ditimbulkan dari korban pun juga bukan perkara yang mudah. Banyak dari korban menarik diri dari lingkungan sosialnya, hingga terganggu psikis korban dalam menjalani aktivitas sehari-hari," ungkapnya.

Pesan Pakar Hukum Unair

Dalam komentarnya ia menyebutkan, kasus kekerasan seksual jangan hanya berpihak pada pelaku saja. Namun, juga perlu memperhatikan sisi dampak pada korban.

Solusi rehabilitasi dilakukan keduanya, pelaku bisa lebih mawas tentang bentuk kekerasan seksual dan rehabilitasi bagi korban untuk memulihkan keadaan normal kembali.

Dari sini, sosialisasi dan kampanye informatif bentuk pelecehan seksual harus terus dilakukan. Ia berharap Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) lebih responsif dalam penanganan kasus tersebut.

"Semoga kedepan peraturan baru dari Kemenag bisa diterapkan secara efektif di lingkungan pendidikan agama, di lain sisi Permendikbud Ristek juga harus kita dukung dan apresiasi secara Nasional," pungkasnya.

Bentuk Kekerasan Seksual Dalam Peraturan Kemenag

Adapun Kemenag mengelompokkan kekerasan seksual pada satuan pendidikan ke dalam 16 bentuk, yaitu:

1. Menyampaikan ujaran diskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh dan/atau identitas gender korban,
2. Menyampaikan ucapan yang membuat rayuan, lelucon, siulan yang bernuansa seksual pada korban.
3. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
4. Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman.
5. Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.
6. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja
7. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban.
8. Melakukan percobaan perkosaan
9. Melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin
10. Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual
11. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi
12. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual


13. Memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual
14. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban.
15. Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual.
16. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Aturan lebih lanjut mengenai pencegahan, penanganan, dan pendampingan korban kekerasan seksual di satuan pendidikan di bawah Kemenag, bisa detikers cek DI SINI




(nir/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads