Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober berawal dari kongres kepemudaan. Organisasi-organisasi kepemudaan daerah di Indonesia berkumpul dan rapat massal pada 30 April 1926. Peristiwa itu dikenal sebagai Kongres Pemuda I.
Selanjutnya, inisiatif pelaksanaan Kongres Pemuda II berangkat dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Organisasi tersebut merencanakan rapat di tiga gedung yang berbeda.
Disebutkan dalam Pasti Bisa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI oleh Tim Ganesha Operation, Kongres Pemuda II dihadiri seluruh perkumpulan pemuda, mahasiswa, dan partai politik. Kegiatan tersebut berlangsung selama tiga hari dan bertujuan menyatukan semangat perjuangan dalam diri setiap peserta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Kongres Pemuda II yang akhirnya menghasilkan Sumpah Pemuda itulah berbagai tokoh menyampaikan berbagai pendapatnya, termasuk Sarmidi Mangoensarkoro.
Peran Mangoensarkoro Saat Peristiwa Sumpah Pemuda
DIjelaskan dalam buku Makna Sumpah Pemuda karya Sri Sudarmiyatun, rapat pertama Kongres Pemuda II dilaksanakan pada Sabtu, 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bondo (KJB), Waterlooplein yang sekarang adalah Lapangan Banteng.
Pada rapat pertama itu, Ketua PPPI Sugondo Djojopuspito mengatakan harapannya supaya Kongres Pemuda bisa memperkuat persatuan dalam sanubari para pemuda.
Selanjutnya, Moehammad Yamin juga memaparkan tentang arti dan kaitan persatuan dengan pemuda. Dia menyebutkan lima faktor yang dapat memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Kemudian, rapat kedua diselenggarakan pada keesokan harinya, Minggu 28 Oktober 1928 di Gedung Oost Java Bioscoop. Rapat kedua ini membahas mengenai pendidikan.
Dalam rapat kedua Kongres Pemuda II, peran Sarmidi Mangoensarkoro adalah sebagai pembicara yang mengungkapkan bahwa anak harus memperoleh pendidikan kebangsaan, dan harus ada juga keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Selain itu, anak juga harus dididik dengan demokratis.
Namun, Sarmidi Mangoensarkoro bukan satu-satunya yang menjadi pembicara mengenai hal tersebut. Ada Poernomowoelan yang juga melakukannya.
Rapat ketiga Kongres Pemuda II pun kemudian dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw, Jalan Kramat Raya nomor 106. Pada rapat ketiga ini, Sunario memaparkan pentingnya nasionalisme dan demokrasi, selain gerakan kepanduan.
Pada momen tersebut, Ramelan juga berpendapat bahwa gerakan kepanduan tak dapat dilepaskan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mengajarkan anak-anak untuk disiplin dan mandiri, yang merupakan hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Kembali merujuk pada Pasti Bisa Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI, hasil atau keputusan dari Kongres Pemuda II adalah Sumpah Pemuda. Sebelum ikrar Sumpah Pemuda dibacakan untuk pertama kali, lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Soepratman diperdengarkan sambil diiringi gesekan biolanya.
Pada waktu itu, Indonesia Raya sebetulnya dilarang pemerintah penjajah Belanda. Namun, hal itu malah memicu para pemuda untuk terus menyanyikannya dengan semangat cinta Tanah Air, kebangaan, dan khidmat.
(nah/pal)