Nasib "Buntung" Tokoh G30S Letkol Untung, Dikira Copet-Digebuki Massa

ADVERTISEMENT

Nasib "Buntung" Tokoh G30S Letkol Untung, Dikira Copet-Digebuki Massa

Tim detikcom - detikEdu
Sabtu, 01 Okt 2022 12:00 WIB
Infografis karier Letkol Untung
Letkol Untung Foto: Zaki Alfarabi/detikcom
Jakarta -

Salah satu tokoh militer yang paling sering disebut dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI yakni Letnan Kolonel atau Letkol Untung bin Samsoeri.

Ia memainkan peranan kunci di balik peristiwa kelam tersebut. Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Cakrabirawa ini didapuk sebagai Komandan Gerakan 30 September.

Punya posisi strategis di Resimen Cakrabirawa sebuah kesatuan khusus pengawal Presiden Soekarno yang terdiri dari prajurit pilihan membuatnya mampu menggerakkan pasukan untuk menculik sejumlah jenderal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perwira yang lahir di Sruni, Kebumen, Jawa Tengah itu sebenarnya orang baru di Cakrabirawa.

Dikutip dari buku G30S, Fakta atau Rekayasa, karya Julius Pour, eks perwira provost Resimen Cakrabirawa, Letkol CPM Soehardi menuturkan Letkol Untung baru pindah ke Jakarta pada awal Mei 1965.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya, Untung adalah Komandan Batalyon 454/Para. Pasukan elite di bawah Kodam Diponegoro yang populer dengan sebutan Banteng Raiders.

"Pasukan elite ini dengan kemampuan lintas udara serta bertempur di rimba dan gunung," ujar Soehardi saat menjelaskan sosok Letkol Untung.

Saat dimutasi ke Jakarta, Letkol Untung membawa serta sejumlah anak buahnya. Para prajurit ini yang kemudian dimanfaatkan Untung saat peristiwa G30S PKI.

Sebagai komandan pasukan elite, Letkol Untung punya pengalaman tempur yang mumpuni. Pada Februari 1963, Presiden Soekarno yang didampingi Panglima Mandala, Mayor Jenderal Soeharto menyambutnya di Istana Merdeka.

Bersama prajurit Batalyon 454, Untung yang berpangkat mayor dan baru berusia 36 tahun tiba dari operasi Trikora di Irian.

Atas jasa dan keberaniannya dalam operasi itu, Untung diganjar penghargaan Bintang Sakti. Penghargaan ini merupakan yang tertinggi untuk anggota militer.

Saat itu, selain Untung, Presiden Sukarno juga menyematkan Bintang Sakti pada Mayor Benny Moerdani. Kelak Benny mampu menduduki posisi tertinggi di dinas militer sebagai Panglima ABRI.

Usai meletusnya peristiwa G30S PKI yang berakhir dengan kegagalan, pada pertengahan Oktober 1965 Letkol Untung memilih meninggalkan Jakarta menuju Jawa Tengah.

Menyamar memakai pakaian sipil, Letkol Untung naik bus malam. Ia pun mencoba berbaur dengan para penumpang lainnya.

Sampai akhirnya jelang memasuki daerah Tegal, bus berhenti di sebuah pos pemeriksaan. Khawatir dirinya akan dikenali, Untung segera turun dari bus dan melarikan diri.

Ia langsung dikejar dan diringkus massa di sebuah kebun tebu. Apesnya, ia pun digebuki massa yang mengejarnya.

Versi lain menyebutkan saat menumpang bus tersebut ada beberapa prajurit ABRI di dalamnya. Ia curiga identitasnya telah diketahui.

Letkol Untung kemudian melompat dari bus yang sedang melaju. Malangnya, kakinya terbentur tiang dan akhirnya terjatuh. Warga mengira yang melompat itu adalah copet akhirnya langsung mengeroyok.

Setelah itu, Untung diserahkan kepada CPM. Kemudian dibawa ke Jakarta memakai kendaraan panser dengan kondisi kaki dan tangan dirantai. Ia lalu dimasukkan ke blok isolasi di LP Salemba.

Lalu kemudian dihadapkan ke Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).

Gedung yang saat ini menjadi kantor Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di seberang Taman Suropati, Jakarta Pusat dipilih jadi tempat digelarnya persidangan Mahmilub atas sejumlah tokoh yang dituding terlibat G30S PKI.

Sidang terhadap Letkol Untung dimulai pada 16 Februari 1966 dan berlangsung sampai awal Maret 1966. Persidangan pada perwira militer utama sekaligus perancang operasi G30S tersebut berlangsung secara maraton. Setiap hari tanpa jeda.

Letkol CKH Iskandar SH bertindak sebagai Oditur dengan Ketua Majelis Hakim Letkol CKH Soedjono Wirjohatmodjo dibantu Letkol (Udara) Zaidun Pakti, AKB (Pol) Drs. Kemal Mahisa, Mayor (AL) Hasan Basjari, dan Mayor (Tit) Sugondo Kartanegara.

Dikutip dari buku G30S, Fakta atau Rekayasa karya Julius Pour selama persidangan, Untung menolak tuduhan dirinya bermaksud akan menggulingkan pemerintah serta merebut kekuasaan dari Presiden Sukarno.

Saat ditanya Oditur, siapa yang punya gagasan menggulingkan pemerintah, Letkol Untung menjawab tidak pernah muncul gagasan semacam itu. Menurutnya rencana mereka adalah membentuk kekuatan serta organisasi untuk mencegah kudeta yang akan dilakukan Dewan Jenderal.

"Selain itu, kami juga membentuk Dewan Revolusi untuk membersihkan semua anggota Dewan Jenderal," ujar Untung. Ia pun merasa yakin ada rencana kup dari Dewan Jenderal. Kudeta itu menurut Untung dalam pembelaannya akan terjadi pada awal bulan Oktober 1965, jelang peringatan HUT ke-20 ABRI.

Untung mengemukakan, ada pengalaman ketika Istana Negara dikepung dengan tank dan meriam pada 17 Oktober 1952, dan deretan peristiwa yang mengancam Presiden Sukarno lainnya.

"Dengan pertimbangan lebih baik mendahului daripada didahului, kami orang-orang yang sederhana ini, memberanikan diri untuk memimpin Gerakan 30 September, menggagalkan coup dari Dewan Jenderal...," ujarnya.

Dalam persidangan, Letkol Untung pun menyatakan dirinya setia pada presiden. Ia berkata,"... setelah aksi tersebut kita laporkan kepada presiden di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, beliau justru memberi perintah.. hentikan."

"Segera, gerakan seluruh pasukan langsung saya hentikan, untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Saya selalu patuh kepada perintah presiden. Maka saya memerintahkan Letnan I Dul Arief, Komandan Pasukan Pasopati, yang sedang berada di Central Komando I Kantor PN Penas, untuk mengundurkan diri, kembali ke basis di daerah Lubang Buaya. Saya taat kepada perintah presiden."

Ketua Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan hukuman mati pada 7 Maret 1966. Beberapa hal yang memberatkan di antaranya Untung tak pernah merasa bersalah dan kejahatannya berkualitas ganda.

Pengacara Letkol Untung, Gumuljo Wreksoatmodjo sempat mengirimkan surat pada presiden untuk memohonkan grasi. Hanya saja ketika dikunjungi Oditur di sel penjaranya, Untung menyatakan tidak bersedia mengajukan grasi.

Ia beralasan, Gerakan 30 September tidak mempunyai tujuan lain, kecuali menyelamatkan revolusi dan Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno dari rencana coup Dewan Jenderal.

Lalu menurutnya, prolog Gerakan 30 September yakni rencana coup tersebut tak pernah diselesaikan. Terakhir, Untung menyatakan dirinya tak pernah berniat menggulingkan pemerintahan serta melakukan pemberontakan bersenjata.

Dalam surat pernyataan yang ditandatangani di Cimahi, 18 Maret 1966, Letkol Untung juga menyatakan bertanggung jawab penuh atas pembunuhan para jenderal dan seorang perwira pertama dan meminta pelaksana peristiwa tersebut dibebaskan dari segala tuntutan.

Tak ada catatan pasti kapan Letkol Untung dieksekusi atas peran pentingnya di peristiwa G30S PKI. Ada versi yang menyebut, dia dihukum mati pada akhir Maret 1966, sesuai kesaksian Soebandrio. Namun, ada juga yang menyebut pada Oktober 1967.


Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads