Posisi Soekarno Saat Peristiwa G30S PKI, Bareng Dewi Lalu ke Halim Naik VW

ADVERTISEMENT

Posisi Soekarno Saat Peristiwa G30S PKI, Bareng Dewi Lalu ke Halim Naik VW

Tim detikcom - detikEdu
Jumat, 30 Sep 2022 18:29 WIB
Ilustrasi Sukarno Vs CIA
Presiden Soekarno (Ilustrasi: Fuad Hasyim/detikcom)
Jakarta -

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau yang lebih dikenal dengan sebutan G30S PKI masih menyimpan beragam kontroversi. Salah satunya teori-teori siapa yang mendalangi kejadian berdarah tersebut.

Salah satu teori yang dimunculkan pada era Orde Baru, Presiden Soekarno dalangnya. Teori ini diungkapkan jurnalis asal Belanda Antonie C. Dake melalui buku yang berjudul Sukarno File.

Lantas di mana Bung Karno jelang peristiwa G30S hingga 1 Oktober? Maulwi Saelan yang saat itu menjabat Wakil Komandan Resimen Cakrabirawa dengan pangkat Kolonel CPM menceritakan dalam buku Penjaga Terakhir Soekarno.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 30 September 1965 malam, Soekarno menghadiri acara Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) yang diprakarsai oleh pimpinan Angkatan Darat dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di Istora Senayan, Jakarta Pusat.

Menteri Pengairan Dasar sekaligus ketua I PII Hartono Wirjodiprodjo menjemput Soekarno di Istana Merdeka menuju Senayan. Presiden berada di acara itu hingga pukul 23.00.

ADVERTISEMENT

Fakta ini diungkap istri Bung Karno, Haryati yang mendampingi sang presiden pada tanggal 30 September malam.

"Sesudah acara selesai, Bapak langsung kembali ke Istana bersama para pengawal. Saya sendirian pulang ke Slipi, kediaman saya, dikawal seorang perwira dinas khusus DKP Cakrabirawa," ujar Haryati, seperti yang dikutip dari buku G30S, Fakta atau Rekayasa karya Julius Pour.

Saat tiba di Istana, Soekarno mengontak Haryati. "Malam ini Mas tidak usah kamu tunggu. Tidur saja sendirian. Hati-hati ya, suasana di luar kok terasa kurang menyenangkan, entah ada apa," kata Bung Karno ditirukan Haryati.

Kolonel CPM Maulwi sendiri mengaku pamit ke Soekarno karena tugasnya sudah tuntas saat hari telah berganti ke Jumat 1 Oktober 1965 dan jam menunjukkan pukul 00.30.

Setelah itu, Presiden memasuki kamar untuk salin pakaian. Seragam Panglima Tertinggi dilepas. Soekarno memilih baju lengan pendek tanpa memakai kopiah.

Jemput Ratna Sari Dewi di Hotel Indonesia >>>

AKBP Mangil Martowidjojo, Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Resimen Cakrabirawa yang bertugas mengatakan presiden akan menjemput Ratna Sari Dewi, istrinya.

Istri Bung Karno asal Jepang itu hingga lewat tengah malam sedang menghadiri jamuan makan malam di Nirwana Supper Club, lantai paling atas Hotel Indonesia.

Dewi menuturkan acara yang dihadirinya adalah resepsi pernikahan antara seorang konsuler Kedutaan Italia dengan sekretaris di Kedutaan Belanda. Acara kedua, jamuan yang diadakan Duta Besar Iran.

"Sebelum berangkat saya mengirimkan surat kepada Bapak yang sedang mengikuti pertemuan ahli teknik di Senayan, minta dijemput di Hotel Indonesia. Surat tersebut dibawa seorang anggota dinas khusus Resimen Cakrabirawa," ujar Dewi.

Rombongan kecil Soekarno dan pengawalnya tiba di hotel sekitar pukul 01.00.

"Ketika kami meninggalkan Istana, saya duduk di samping Bapak sampai di tempat parkir Hotel Indonesia. Setelah Ibu Ratna Sari Dewi turun dari hotel saya langsung pindah, duduk di samping pengemudi, Letkol (Tituler) Soeparto," ujar Mangil.

Soekarno dan Dewi beserta rombongan bergerak ke Wisma Yaso yang kini menjadi Museum Satria Mandala milik TNI di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Mereka tiba sekitar pukul 01.15.

"Begitu sampai di Wisma Yaso, Bapak mengatakan masih lapar. Sehingga kami kemudian bercakap-cakap di meja makan sambil makan pizza, dilanjutkan main kartu berdua. Kami baru tidur menjelang pukul 02.00 dini hari," kata Dewi.

Ketika Soekarno masuk ke kamar untuk beristirahat, Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa Letkol Untung berada di sisi lain Jakarta tepatnya di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Sebelumnya Untung sempat mengawal presiden di Istora Senayan.

Turut hadir di Lubang Buaya, Panglima Komando Tempur II dalam Komando Mandala Siaga Brigadir Jenderal Soepardjo, Komandan Garnisun Kodam Jaya Kolonel (Inf) Abdul Latief, Ketua Biro Chusus PKI Sjam Kamaruzaman, dan Supono Marsudidjojo alias Pono yang juga asisten Sjam.

"Setelah selesai memberikan briefing, saya memerintahkan seluruh pasukan agar mulai mempersiapkan diri untuk berangkat menuju sasaran," ujar Untung.

Mulai pukul 02.00 operasi yang dipimpin Letkol Untung mulai berjalan. Satgas Pasopati bergerak menangkap 7 perwira tinggi angkatan darat dan tiba kembali ke Lubang Buaya mulai pukul 05.00.

Sementara itu di rumahnya di kawasan Cideng, Jakarta Pusat, sekitar pukul 05.15 AKBP Mangil menerima laporan dari Inspektur Polisi Sardi anggota tim dinas khusus DKP yang berjaga di Wisma Yaso.

Sardi mengabarkan saluran telepon ke Istana diputus oleh Kantor Telepon Pusat Gambir atas perintah sejumlah tentara berseragam hijau.

"Saya langsung berpikir, pasti terjadi sesuatu. Kesimpulan saya pagi itu hanya satu, harus secepatnya berada di samping Bapak," ujar Mangil. Mangil bergegas ke Wisma Yaso dan tiba pukul 05.30.

Ia juga mengerahkan anggota DKP untuk memperketat penjagaan kediaman Dewi Soekarno itu serta mengamankan rute perjalanan dari Wisma Yaso ke Istana. Bung Karno baru keluar dari kamar pukul 06.30 dan langsung masuk ke mobil.

"Tiba-tiba, mobilnya berhenti mendadak di halaman. Pintu dibuka dan dengan nada marah Bapak berteriak, Mangil, ana apa iki (apa yang terjadi)?," ujar Mangil.

Ternyata, Letkol (Tituler) Soeparto yang mengemudikan mobil Bung Karno dan Soedarso telah melaporkan terjadinya penembakan di kediaman Jenderal A.H. Nasution.

AKBP Mangil mendekat ke arah Bung Karno lalu melaporkan sekitar pukul 04.00 rumah Jenderal Nasution dan Wakil Perdana Menteri Johannes Leimena ditembaki gerombolan bersenjata tak dikenal.

Presiden sempat bertanya apa yang harus dilakukannya. "Saya jawab, Bapak bisa lenggah dulu di sini untuk menunggu atau langsung berangkat, semua jalan sudah kami steril-kan," ujar AKBP Mangil. "Berangkat!," kata Soekarno sambil membanting pintu mobil dengan keras.

Batal ke Istana, Lalu Akhirnya ke Halim >>>

Rombongan ini bergerak menuju Istana. AKBP Mangil berada satu mobil bersama Brigadir Polisi Lasut, Inspektur Sardi, dan Komandan Tim Dinas Khusus DKP Inspektur Polisi Zulkifli Ibrahim.

Sewaktu konvoi melintas di depan Hotel Indonesia masuk konfirmasi dari tim DKP, pasukan tak dikenal berada di sekitar Monumen Nasional dengan gerak-gerik mencurigakan. "Tidak ada yang tahu, siapa yang memberi penugasan kepada mereka," ujar Mangil.

Untuk menghindari pasukan tersebut, AKBP Mangil membelokkan konvoi menjauhi Istana. Sesuai prosedur darurat, presiden harus diselamatkan ke sebuah safe house di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru.

Belum tiba di safe house, Kolonel CPM Saelan memerintahkan konvoi yang membawa Soekarno menuju rumah Haryati di Slipi Grogol. "Wah, ik ben overrompeld -Saya terguncang," ujar presiden saat keluar dari mobil.

Bung Karno tampak gelisah. Ia pun mengatakan pada Kolonel CPM Saelan agar jangan berlama-lama di tempat itu. Saelan menenangkan presiden dengan sabar dan mengatakan mengupayakan mengontak para Panglima Angkatan dan Kodam Jaya.

Tak lama kemudian Jaksa Agung Muda Jenderal Soenarjo dan Ajudan Presiden Soemirat tiba di tempat itu. Sekitar pukul 08.30 pada 1 Oktober 1965, Letkol Soeparto mengabarkan telah berhasil melakukan kontak dengan Men/Pangau Laksamana Madya Udara Omar Dhani.

Ia menyatakan, Halim Perdanakusuma siap menerima kedatangan Presiden Soekarno. Pesawat Kepresidenan Jet-Star C-140 pun telah disiapkan.

Selain Halim, saat itu ada alternatif juga membawa Bung Karno ke Tanjung Priok tempat kapal kepresidenan Varuna I-II bersandar. Akhirnya Presiden Soekarno menuju Halim menggunakan mobil VW Kodok B75177 berwarna biru.

Saat tiba di Markas Komando Operasi (Koops) Halim Perdanakusuma sekitar pukul 09.30 telah menunggu Omar Dhani dan Panglima Koops, Komodor Leo Wattimena. Omar Dhani kemudian melaporkan situasi yang terjadi.

Sekitar pukul 10.00 Wakil Komandan G30S, Brigjen Supardjo, tiba di Halim. Dia meminta Bung Karno mendukung aksi penculikan dan penembakan pada sejumlah jenderal. Bung Karno menolak, malah meminta Supardjo menghentikan aksi.

"Ketika Brigjen Supardjo meninggalkan Koops, wajahnya lesu dan tampak kecewa sekali," kenang Saelan.



Simak Video "Video: Momen Megawati Nonton Teater Sejarah Soekarno Bareng Kader PDIP"
[Gambas:Video 20detik]

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads