Melalui bukunya yang bertajuk Politik Dipa Nusantara, Satriono Priyo Utomo menceritakan jalan hidup Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit. Dikisahkan bahwa sebelumnya, nama DN Aidit adalah Ahmad Aidit, Ahmad yang berarti Muhammad.
Satriono berpendapat, DN Aidit memiliki sifat religius. Pria kelahiran Bangka itu terlahir di lingkungan keluarga muslim yang taat.
Selain itu terdapat fakta lain bahwa tokoh sentral G30S PKI ini dikenal sebagai muazin di kampungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semasa kecil, ia diajar mengaji oleh pamannya, Abdurrahim hingga akhirnya, ia menjadi muazin di kampungnya," ujar Satriono dalam bedah buku yang digelar Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (23/9/2022), dikutip dari laman Unair.
Penulis buku Politik Dipa Nusantara ini mengatakan, DN Aidit banyak dipengaruhi pengalaman dalam hidupnya. Berbagai pengalaman itu kemudian menarik Aidit menuju ideologi komunisme sampai pada akhirnya dia menjadi Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI).
Berasal dari Keluarga Berkecukupan
Aidit datang dari keluarga berkecukupan, tetapi banyak bersentuhan dengan kaum buruh.
"Ditambah, ia tergabung dalam gerakan perlawanan terhadap kolonialisme di angkatan muda yang banyak menawarkan bacaan-bacaan Marx selayaknya banyak pejuang pada masa itu," jelas Satriono.
Satriono ingin orang-orang tetap dapat melihat kontribusi DN Aidit, kendati banyak diingat karena gerakan partainya yang berniat melaksanakan kudeta. Apa yang dilakukan Aidit sebelum sampai saat kemerdekaan Indonesia dinilai tetap memberi kontribusi.
Satriono menerangkan, DN Aidit adalah salah seorang yang berjasa atas terlaksananya kemerdekaan melalui gerakan pemudanya. Ada bantuan signifikan darinya sewaktu Soekarno hendak berpidato di Lapangan Ikada pada 19 September 1945 untuk menyebar berita kemerdekaan kepada rakyat.
Penulis ini melanjutkan, paruh waktu tahun 1945 hingga 1965 adalah masa-masa emas perpolitikan negeri ini. Itulah yang menjadikan Indonesia amat berwarna karena berbagai ideologi yang berkembang.
Sampai-sampai, Tanah Air punya banyak partai dengan bermacam-macam basis, seperti nasionalisme, agama, hingga komunisme. Ketika itu, menurutnya politik menjadi panglima.
(nah/nwy)