Revitalisasi Kota Tua Jakarta menjadi jalur pedestrian kawasan rendah emisi atau low emission zone (LEZ) disusul dengan perubahan nama kawasan Kota Tua menjadi Batavia. Nama tersebut merupakan nama kawasan Jakarta di masa kolonial Belanda.
"Jadi ini adalah pembukaan kembali kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan Kota Tua ini kita namai kawasan Batavia sebagaimana nama aslinya dulu. Ini adalah Batavia," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dikutip dari detikNews, Minggu (11/9/2022).
Anies mengatakan bahwa Kota Tua akan menjadi ruang bagi pejalan kaki. Harapannya, masyarakat bisa merasakan perjalanan lintas waktu saat berkunjung ke Kota Tua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait penggantian nama Kota Tua menjadi Batavia, Anies menuturkan, penamaan ini mencerminkan masa lalu di kota masa depan.
"Kawasan ini disebut Kota Tua, tapi kita rancang ulang sehingga Kota Tua ini menjadi kota masa depan, namanya Batavia mencerminkan masa lalu, tapi konsepnya mencerminkan kota modern masa depan. Itu yang sedang dibangun di tempat ini," ucapnya.
Nama Batavia sendiri menjadi bagian sejarah perubahan nama Jakarta. Sebelum kemerdekaan, Jakarta berganti nama seiring pergantian kekuasaan di kawasan ini.
Sebelum menjadi Jakarta yang luas, Kota Batavia semula dibangun di sisi timur Sungai Ciliwung. Kanal-kanal digali dari Sungai Ciliwung ke arah timur. Balai Kota terletak di sisi selatan. Di depannya terdapat lapangan terbuka (stadhuisplein), seperti dikutip dari Tata Ruang Etnis Dan Profesi Dalam Kota Batavia (Abad XVII-XVIII) oleh Aryandini Novita dan M. Irfan Mahmud.
Wilayah tersebut dan sejumlah pengembangannya kini dikenal sebagai bagian kawasan Kota Tua Jakarta, Jakarta Barat, yang kemudian diubah namanya menjadi Batavia baru-baru ini.
Merangkum arsip berita detikNews, berikut sejarah perubahan nama Jakarta dari masa ke masa.
Sejarah Perubahan Nama Kota Jakarta
1. Sunda Kelapa
Pada abad ke-14, DKI Jakarta dikenal sebagai Sunda Kelapa. Kala itu, Sunda Kelapa berada di bawah kekuasaan Kerajaan Hindu Pajajaran.
Sunda Kelapa menjadi kota pelabuhan sekaligus pusat perdagangan dan tempat transit para kapal pedagang dari berbagai negara, seperti India, Cina, Arab, bahkan Eropa sekalipun. Di sana, mereka saling bertukar barang komoditas.
2. Jayakarta
Bangsa Portugis melakukan perjanjian dengan Kerajaan Pajajaran pada 22 Agustus 1522 untuk mendirikan Benteng di Sunda Kelapa.
Akhirnya, terkuak sudah maksud kedatangan Portugis ke Sunda Kelapa untuk melakukan penjajahan. Selang lima tahun kemudian, Pangeran Fatahillah dari Kesultanan Demak melakukan penyerangan kepada Portugis.
Serangan tersebut membuahkan hasil, pada tanggal 22 Juni 1527, Pangeran Fatahillah mengibarkan bendera kemerdekaan dan mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.
3. Batavia
Dalam buku Kitab Traveling Wisata dan Wisata Indonesia Kota Jakarta (https://www.detik.com/tag/jakarta) yang disusun oleh Siti Nur Aidah dijelaskan, hingga tahun 1619, banyak orang Belanda yang menyebut Jayakarta menjadi Jacatra.
Namun, Pemerintah Belanda (VOC) di bawah Jan Pieterszoon Coen kelak mengambil alih kekuasaan Kota Jayakarta dan membangun kota baru di bagian barat Sungai Ciliwung.
Melalui kesepakatan De Heeren Zeventien (Dewan 17) dari VOC, maka tepat pada 4 Maret tahun 1621, nama Jayakarta diganti menjadi Batavia.
Penamaan ini berasal dari nama etnis Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein, dan dianggap sebagai nenek moyang bangsa Belanda dan Jerman, Bataf.
Tata kota Batavia didesain menyerupai kota-kota yang ada di Belanda. Bangunan-bangunan di kawasan ini disusun dalam bentuk blok dan dipisahkan dengan kanal.
Penamaan Batavia ini berlangsung cukup lama, kira-kira sekitar tiga abad mulai dari 1619-1942.
4. Jakarta Tokubetsu Shi
Ketika masa penjajahan Jepang dimulai, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Tokubetshu Shi. Sebagaimana tertera dalam buku Jakartaku, Jakartamu, Jakarta Kita yang disusun oleh Lasmijah Hardi, nama tersebut memiliki arti 'jauhkan perbedaan'.
Kala itu, kondisi Batavia menjadi kawasan yang berisi percampuran dari berbagai negara. Penamaan Jakarta Tokubetsu Shi disahkan bertepatan pada peringatan Hari Perang Asia Timur Raya pada 8 Desember 1942.
Penamaan Jakarta Tokubetsu Shi tidak berlangsung lama karena Jepang menyerah pada sekutu di tahun 1945.
5. DKI Jakarta
Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia ke-2 dan Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya, nama Jakarta Tokubetsu Shi diganti menjadi Jakarta sekaligus dipilih sebagai ibu kota Republik Indonesia.
Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu sebagai Menteri Penerangan Republik Indonesia Serikat menjelaskan, sejak 30 Desember 1949 dinyatakan penyebutan Batavia sudah tidak ada lagi di Indonesia.
Pemberian nama Jakarta dikukuhkan pada 22 Juni 1956 pada masa pemerintahan Wali Kota Jakarta Sudiro. Kala itu, posisi Jakarta masih merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat.
Lalu, pada 1959, status Jakarta sebagai Kota Praja di bawah Wali Kota, diubah menjadi Daerah Tingkat Satu yang dipimpin oleh Gubernur.
Gubernur Jakarta yang pertama adalah Soemarno Sosroatmodjo. Kemudian, di tahun 1961 status Jakarta berubah menjadi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI). Penetapan hari ulang tahun Jakarta didasari pada peristiwa Fatahillah yang berhasil mengusir bangsa Portugis, yaitu pada tanggal 22 Juni.
(twu/twu)