Pada seratus tahun pertama VOC berdiri, kongsi dagang tersebut sukses mendapatkan untung di Nusantara dan Asia. Kepemimpinan De Heren XVII mampu membawa VOC mencetak laba yang berharga.
Namun, pada seratus tahun kedua berdirinya, VOC perlahan merosot sampai bangkrut pada 1799. Korupsi disebut menjadi salah satu penyebab hancurnya VOC. Lantas, seperti apa kaitannya?
Kaitan Antara Korupsi dan Bubarnya VOC
Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
Pejabat rendah VOC dengan gaji sekitar 16-24 gulden sampai pejabat tinggi setara gubernur jenderal bergaji sekitar 700 gulden kerap melakukan praktik korupsi. Selain itu, sebagian besar gubernur jenderal menjadi orang kaya setelah berhenti dari VOC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai contoh, Gubernur Jenderal Van Hoorn melakukan nepotisme dalam bentuk menggantikan mertuanya, mantan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn pada 1794. Dia pulang kampung ke Belanda dengan mengantongi lebih dari 10 juta gulden, walau memiliki gaji resmi sebagai gubernur jenderal 700 gulden per bulan.
Selain itu, contoh praktik korupsi juga ditunjukkan oleh Gubernur Kepulauan Ambon, Alexander Cornabe saat menjabat pada 1780-1793. Dia diputuskan bersalah di Batavia atas tekornya pemeriksaan kas daerah. Saat memberikan kekuasaan kepada Inggris pada 1796, dia pun mengambil uang pemerintahan sebanyak 25 ribu gulden.
Beberapa bentuk praktik korupsi VOC juga termasuk mark up nota pembelian, penyelundupan barang ekspor, membuat laporan keuangan palsu, dan sogokan penerimaan pegawai. Berbagai praktik korupsi ini menimbulkan istilah bubarnya VOC sebagai Veergan Onder Coruptie (VOC) atau rontok karena korupsi.
Di samping korupsi, sejumlah faktor lain turut mewarnai bubarnya VOC. Mengutip dari Kepulauan Rempah-Rempah karya M. Adnan Amal, faktor lainnya adalah kesuksesan VOC di bidang niaga tidak sebanding dengan kesuksesannya di bidang militer terhadap bangsa lain. Misalnya, pasal 34 dan 35 hak oktroi menyebutkan siapa saja kecuali VOC tidak boleh melintasi lautan antara Tanjung Harapan sampai Selat Magellan, tetapi kapal-kapal Inggris, Portugis, sampai Spanyol masih bisa berlayar dengan bebas tanpa kontak senjata yang berarti.
Selain faktor tersebut, masalah keuangan dan kekuasaan, persaingan dagang, dan perubahan politik di Belanda juga mendukung kemerosotan VOC. Pada akhirnya, pemerintah kerajaan di bawah kekuasaan King William V menilai serikat dagang tersebut tak perlu dipertahankan lagi.
Menurut UUD Republik Bataaf (Grondwet) pasal 249 tanggal 17 Maret 1799, dibuatlah Dewan Penyantun Hak Milik Belanda di Asia guna mengambil alih seluruh tanggung jawab serta utang-utang VOC. Pengambilalihan VOC oleh kerajaan Belanda ini diumumkan secara resmi di Batavia pada 8 Agustus 1799.
Selanjutnya, pada 31 Desember 1799, VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan. Hak miliknya kemudian berada di bawah penguasaan kerajaan Belanda di Nederland.
Kebangkrutan VOC meninggalkan utang 136,7 juta gulden dan kekayaan dalam bentuk kantor dagang, benteng, kapal, gudang, dan daerah kekuasaan di Indonesia.
(nah/nwy)