Perbedaan Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh, Sudah Tahu?

ADVERTISEMENT

Perbedaan Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh, Sudah Tahu?

Novia Aisyah - detikEdu
Selasa, 06 Sep 2022 17:30 WIB
Ilustrasi Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo
Ilustrasi Kartosuwirjo. Foto: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah gerakan yang menginginkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Pemberontakan ini dimulai di Jawa Barat, lalu menyebar ke berbagai daerah lain seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

Mengutip buku Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) untuk Kelas IX SMP oleh Nana Supriatna, Mamat Ruhimat, dan Kosim, pemberontakan DI/TII di berbagai daerah memiliki latar belakang masing-masing. Lantas, apa perbedaan latar belakang pemberontakan DI/TII, khususnya di Jawa Barat dan Aceh?

Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (S. M. Kartosuwirjo). Latar belakang DI/TII di Jawa Barat adalah penandatanganan Perjanjian Renville pada 1948 yang mengharuskan pengikut RI mengosongkan wilayah Jawa Barat dan pindah ke Jawa Tengah. Menurut Kartosuwirjo, ini adalah pengkhianatan pemerintah RI atas perjuangan rakyat Jawa Barat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia bersama kurang lebih 2 ribu orang pengikut yang terdiri dari laskar Hizbullah dan Sabilillah, menolak berpindah dan memulai usaha mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Proklamasi NII dilaksanakan pada 7 Agustus 1949.

Pemerintah RI mulanya berusaha menyelesaikan gerakan ini dengan cara damai melalui komite yang dipimpin Ketua Masyumi, Natsir. Sayangnya, komite itu tak berhasil merebut kembali Kartosuwirjo ke pelukan RI. Maka dari itu, pada 27 Agustus 1949, pemerintah RI memberlakukan penumpasan yang dinamakan Operasi Baratayudha.

ADVERTISEMENT

Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Aceh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh yang merupakan seorang ulama berpengaruh di Aceh. Peristiwa DI/TII di Aceh dilatarbelakangi ketidakpuasan rakyat Aceh atas keputusan pemerintah yang menjadikan Aceh satu karesidenan di bawah Sumatra Utara.

Ketidakpuasan ini menyangkut dengan otonomi daerah, pertentangan antargolongan, dan ketidaklancaran rehabilitasi serta modernisasi di Aceh. Pemberontakan pun ditandai dengan proklamasi Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia Kartosuwirjo pada 20 September 1953.

Pemerintah mengatasi pemberontakan tersebut secara damai, yaitu melalui memberikan pengertian kepada rakyat Aceh dan membujuk mereka supaya kembali kepada RI. Pertentangan ini pun luluh melalui musyawarah pada 26 Mei 1959 antara pemerintah pusat yang diwakili oleh Wakil Perdana Menteri Hardi S. H., penguasa perang, Kepala Staf Kodam Iskandar Muda, T. Hamzah sebagai wakil pemerintah rakyat Aceh, dan pimpinan DI/TII yang diwakili Ayah Gani Usman.

Musyawarah tersebut menciptakan keputusan seperti memberikan status daerah istimewa untuk Aceh disertai hak-hak otonomi yang luas dalam sektor pendidikan, agama, dan peradatan. Hasilnya kemudian dituangkan melalui Keputusan Perdana Menteri RI No. I/Misi/1959 tanggal 26 Mei 1959, dilanjutkan dengan keputusan penguasa perang tanggal 7 April 1962 No.KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang pelaksanaan ajaran Islam untuk pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh.

Sementara, untuk menyelesaikan permasalahan dengan Daud Beureuh, dilaksanakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17-21 Desember 1962. Pangdam I/Iskandar Muda Kolonel M. Jasin adalah orang yang menggagas musyawarah ini.

Berdasarkan musyawarah tersebut, dihasilkan keputusan akan diberikannya amnesti untuk Daud Beureuh apabila dia bersedia menyerahkan diri dan kembali ke masyarakat Aceh.

Itulah perbedaan latar belakang pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh. Selamat belajar, detikers!




(nah/nwy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads