Dalam pembelajaran, teori konstruktivisme adalah teori yang melibatkan peran dan aktivitas peserta didik secara langsung. Di samping itu guru berperan sebagai fasilitator untuk membantu peserta didik agar aktif membangun pengetahuannya.
Teori konstruktivisme sangat berbeda dengan teori tradisional. Teori konstruktivisme berfokus pada peserta didik, sedangkan teori tradisional berfokus pada pendidik.
Pada proses pembelajaran teori konstruktivisme, pendidik tidak memindahkan secara langsung pengetahuan atau informasi kepada peserta didik begitu saja. Akan tetapi, peserta didik perlu membangun pengetahuan yang diberikan berdasarkan pengalamannya. Dengan begitu pengetahuan diperoleh karena usaha peserta didik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa pendidik yang cakap harus menyusun dan membina pengalaman secara berkesinambungan, sebagaimana dikutip dari John Dewey oleh Wilda Susanti dkk dalam buku berjudul Bunga Rampai Pengantar Strategi Pembelajaran.
Tujuan Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Penerapan teori konstruktivisme dalam pembelajaran bertujuan untuk menciptakan pemahaman yang baru dengan menuntut aktivitas aktif dan produktif dalam konteks nyata. Hal ini tentunya akan mendorong peserta didik untuk berpikir, berpikir ulang, dan mendemonstrasikannya.
Cara belajar menjadi penentu tercapainya tujuan belajar teori konstruktivisme. Adapun tujuan belajar teori konstruktivisme diuraikan sebagai berikut:
Memotivasi peserta didik bahwa belajar adalah tanggung jawab masing-masing setiap peserta didik
Membantu peserta didik agar memahami suatu konsep secara lengkap
Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi peserta didik yang berpikir dengan mandiri.
Mengembangkan kemampuan peserta didik agar mengajukan pertanyaan serta mencari dan menemukan jawabannya sendiri
Model Pembelajaran Teori Konstruktivisme
Melansir buku Teori Belajar dan Pembelajaran karya Janner Simarmata dkk, ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan pendidik dengan menerapkan teori konstruktivisme. Beberapa model tersebut di antaranya:
Active learning
Active learning merupakan model pembelajaran yang mendorong peserta didik agar aktif dalam kegiatan pembelajaran. Peserta didik dapat melakukan kegiatan seperti bereksperimen, menguji teori dan hipotesis serta melakukan refleksi dan diskusi. Dalam hal ini, pendidik menjadi pemandu aktivitas agar peserta didik mau berperan aktif.
Learning by doing
Model selanjutnya adalah learning by doing, yakni pembelajaran yang dilakukan dengan memberikan pengalaman yang sesungguhnya atau sesuai dengan realitas kepada peserta didik. Salah satu contoh praktik learning by doing adalah dengan memecahkan masalah sederhana yang terjadi di dalam kelas. Dengan begitu peserta akan belajar tentang bagaimana menangani atau menyelesaikan sebuah permasalahan.
Discovery learning
Hampir menyerupai active learning, discovery learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan pembuatan hipotesis dan pengujiannya. Jadi peserta didik tidak hanya sekadar membaca dan mendengarkan materi yang disampaikan oleh pendidik.
Cooperative learning
Cooperative learning adalah model pembelajaran yang memosisikan setiap peserta didik di dalam kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda-beda. Model ini menuntut peserta didik untuk bekerja sama dengan saling membantu satu sama lain.
Scaffolding
Model yang terakhir adalah scaffolding, yaitu model yang merujuk pada strategi atau alat pengajaran yang memang dirancang untuk menduduk pembelajaran. Strategi atau alat tersebut digunakan ketika peserta didik mempelajari hal yang baru. Model scaffolding memotivasi peserta didik untuk memahami pengetahuan baru secara bertahap. Hingga pada akhirnya, peserta didik dapat memahami pengetahuan secara mandiri.
Demikian penjelasan mengenai teori konstruktivisme yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Semoga membantu.
(lus/lus)