Tahukah kamu, dalam sejarahnya, Presiden Sri Lanka bukan kepala negara pertama yang kabur saat negaranya dilanda konflik?
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa melarikan diri ke Singapura setelah diprotes rakyat atas pemerintahannya, Rabu (13/7/2022). Di mata rakyatnya, pemerintahan Presiden Rajapaksa dan keluarganya melanggengkan krisis ekonomi Sri Langka lebih dari 1 dekade hingga gagal bayar utang luar negeri Rp 729 triliun.
Warga Sri Lanka harus mengalami krisis bahan pangan, bahan bakar, dan pemadaman listrik harian berkepanjangan. Berbagai rumah sakit juga kehabisan stok obat-obatan karena tidak lagi boleh impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Gotabaya yang memiliki kekebalan hukum sebagai presiden, diyakini kabur ke luar negeri sambil mengajukan mundur dari kursi jabatan agar tidak ditangkap pemerintahan baru Sri Lanka.
Di samping Presiden Sri Lanka, berikut daftar kepala negara yang kabur dari negaranya saat sedang terjadi krisis dan konflik.
Daftar Kepala Negara yang Kabur saat Negaranya Krisis
1. Presiden Afhganistan Ashraf Ghani
Ashraf Ghani sedang menjalankan periode keduanya sebagai presiden saat kabur pada 15 Agustus 2021. Presiden Afghanistan ini melarikan diri dan mencari suaka ke Uni Emirat Arab setelah Taliban menguasai ibu kota di Kabul.
Menurut Ghani, ia dipaksa tim keamanan untuk meninggalkan negara karena ada kemungkinan Taliban membunuhnya. Sebelumnya, Taliban juga melakukan tindakan kekerasan di Kabul pada warga. Dikutip dari Reuters, rakyat Afghanistan, terutama yang di Kabul, berusaha mengungsi hingga memenuhi bandara setempat.
2. Perdana Menteri dan Presiden Filipina, Ferdinand Marcos
Ferdinand Marcos adalah diktator yang menjabat sebagai Presiden Filipina dari 1965-1986. Seperti diktator di berbagai negara yang berkali-kali menjadi presiden kembali, pemerintahan Marcos dikenal korupsi, gemar melakukan pemborosan, dan menggunakan kekerasan secara brutal.
Ferdinand Marcos dan keluarga melarikan diri ke Hawaii pada 1986 setelah disarankan Presiden AS Ronald Reagan lewat Senator Paul Laxalt. Tujuannya yaitu menghindari bentrokan pasukan pendukung dan anti-Marcos di Manila lebih jauh setelah Revolusi People Power pada 1986 yang menggulingkan Marcos dari kursi kepresidenan.
3. Presiden Uganda, Idi Amin
Pemerintahan Idi Amin dikenal melanggengkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), termasuk represi politik, penganiayaan etnis, dan pembunuhan di luar proses hukum. Pengamat internasional HAM memperkirakan antara 100.000 - 500.000 orang tewas di bawah rezim Idi Amin, seperti dikutip dari The Guardian.
Pemerintahannya juga dikenal korupsi, nepotisme, tidak mampu mengurus ekonomi untuk rakyat, dan mendukung pembajak teroris di Operasi Entebbe. Saat pemerintahan Idi Amin berusaha mencaplok wilayah Kagera, Tanzania pada 1978, Presiden Tanzania merespons memerintahkan pasukan untuk menyerang Uganda.
Tentara Tanzania dan pasukan pemberontak di Uganda berhasil merebut Kampala pada 11 April 1979 dan menggulingkan Amin dari jabatan. Presiden Uganda ini lalu kabur ke Libya, Irak, dan kemudian menetap di Arab Saudi hingga meninggal pada 16 Agustus 2003.
4. Presiden Ukraina Viktor Yanukovych
Presiden keempat Ukraina Viktor Yanukovych kabur ke selatan Rusia pada 21 Februari 2014 setelah bentrok kekerasan antara demonstran dan pasukan polisi khusus menimbulkan korban luka dan korban jiwa sipil di Lapangan Kemerdekaan, Kyiv, seperti dikutip dari BBC News.
Rakyat Ukraina saat itu berunjuk rasa menentang keputusan Yanukovych untuk menolak perjanjian asosiasi Uni Eropa. Saat itu, Yanukovich memilih untuk mengejar bailout pinjaman Rusia dan hubungan yang lebih dekat dengan Rusia.
Presiden Ukraina tersebut segera mengklaim sudah mencapai kesepakatan dengan pihak oposisi. Di hari yang sama, ia meninggalkan ibu kota di Kyiv menuju Kharkiv, mengatakan mobilnya ditembak saat meninggalkan Kyiv. Viktor Yanukovych kini tinggal dalam suaka di Rusia.
5. Shah Iran, Mohammad Reza Pahlavi
Reza Pahlavi adalah Shah (Raja) terakhir Kekaisaran Iran yang memerintah dari 1941 sampai digulingkan pada 1979 lewat Revousi Iran. Karena merupakan Shah terakhir, ia juga dikenal hanya dengan sebutan Shah.
Pahlavi dikenal dengan sejumlah langkah pembangunan yang didukung rakyat, antara lain menasionalisasi industri minyak milik Inggris, lalu bergabung dengan OPEC sehingga menaikkan harga minyak.
Ia juga dikenal cakap sebagai negarawan setelah merancang investasi lewat infrastruktur, subsidi dan hibah tanah untuk petani, pembangunan fasilitas nuklir, bagi untung untuk pekerja industri, nasionalisasi sumber daya alam, hingga program literasi yang dinilai sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Pahlavi juga mendukung industri nasional lewat manufaktur mobil, peralatan, dan lainnya.
Namun pada 1978, terjadi kerusuhan politik yang mengarah pada penggulingan monarki. Pada Revolusi Iran tersebut, ribuan warga tewas oleh pasukan militer. Pada 17 Januari 1979, Shah kabur ke Mesir, tempat ia diberi suaka oleh Presiden Anwar Sadat dan meninggal di pengasingan pada 27 Juli 1980.
(twu/lus)