Diperbolehkan kredit dalam Islam, Asal...
Menurut Hidayatulloh, dalam ajaran Islam, kredit atau utang diperbolehkan dengan syarat tidak ada ziyadah (tambahan). Maka dikenal istilah qardh (utang piutang) yang termasuk akad tabarru' (tolong menolong).
"Namun akad qardh ini sulit atau bahkan tidak dapat diimplementasikan di lembaga keuangan syariah karena tidak boleh ada keuntungan, sedangkan lembaga keuangan syariah adalah entitas bisnis yang bertujuan mendapatkan keuntungan dan membutuhkan biaya operasional," ujar dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ustadz Hidayatulloh juga mengatakan setelah terbitnya fatwa keharaman bunga bank, para ulama bersama ahli ekonomi merumuskan konsep ekonomi berdasarkan prinsip ajaran Islam, maka lahirlah bank syariah, asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, koperasi syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya.
Istilah kredit tidak ada di zaman Rasulullah SAW
Istilah kredit tidak muncul di zaman Nabi Muhammad SAW sehingga tidak ada hadits yang mengatur hukumnya. Namun jika merujuk fatwa MUI, fatwa Al-Azhar, dan OKI, para ulama menyatakan bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang-piutang, al-qardh; al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang diharamkan Allah SWT.
Dikutip dari buku Ada Apa Dengan Riba? karya Ammi Nur Baits, Rasulullah SAW dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah bersabda, "Akan datang kepada umat manusia suatu masa di mana mereka (terbiasa) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambil)-nya, ia akan terkena debunya." (HR An Nasa'i).
Itulah penjelasan terkait kredit dalam Islam, semoga menjadi pengetahuan bagi kita. Dibandingkan kredit, alangkah lebih baik jika mulai menabung hingga terkumpul uang yang cukup untuk membeli barang impian.
(dvs/lus)