Hari Kartini: Kelahiran, Sejarah Singkat, dan Perjuangan RA Kartini

ADVERTISEMENT

Hari Kartini: Kelahiran, Sejarah Singkat, dan Perjuangan RA Kartini

Trisna Wulandari - detikEdu
Rabu, 20 Apr 2022 20:35 WIB
Gambar dan caption untuk Hari Kartini 2022
Sejarah singkat dan perjuangan RA Kartini. Foto: Dok. iStock, Canva, Detikcom

Perjuangan R.A. Kartini untuk Perempuan dan Pendidikan

Kartini dikenal dengan surat-suratnya dengan sejumlah orang di Belanda. Sejumlah surat di antaranya mengungkapkan bagaimana Kartini ingin memperluas pengetahuannya tentang berbagai pemikiran. Salah satu suratnya diterjemahkan Armijn Pane dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang:

"Kami, gadis-gadis masih terantai kepada adat istiadat lama, hanya sedikitlah memperoleh bahagia dari kemajian pengajaran itu. Kami anak perempuan pergi belajar ke sekolah, keluar rumah tiap-tiap hari, demikian itu saja sudah dikatakan amat melanggar adat." (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya tiada tahu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, sayang! --Adat sekali-kali tiada mengizinkan kami anak gadis tahu berbahasa asing banyak-banyak--kami tahu berbahasa Belanda saja, sudah melampaui garis namanya. Dengan seluruh jiwa saya, saya ingin pandai berbahasa yang lain-lain itu, bukan karena ingin akan pandai bercakap-cakap dalam bahasa itu, melainkan supaya dapat membaca buah pikiran penulis-penulis bangsa asing itu." (Surat kepada Nona Zeehandelaar, Jepara, 25 Mei 1899)

Surat-surat Kartini kelak diterjemahkan dalam berbagai bahasa untuk pembaca di Eropa, Asia, hingga Amerika lewat buku kumpulan surat Kartini oleh J.H. Abendanon, Door Duisternis tot Licht.

ADVERTISEMENT

Gagasan Kartini untuk membangkitkan pengetahuan dan pendidikan perempuan juga ia terapkan sehari-hari. Ia mempelajari dan memahami pemikiran emansipasi yang berkembang di negara-negara lain. Berangkat dari pengetahuannya, ia kelak bercita-cita mendirikan sekolah bagi perempuan dan menjadi guru.

Upaya Kartini Melanjutkan Pendidikan

Kartini pernah berupaya mencari beasiswa dengan mengirim surat pada sahabatnya Nyonya Ovink Soer. Peluang mendapatkan pendidikan sedikit terbuka saat pemerintah Belanda mengumumkan politik kolonial baru pada September 1901.

Kelak Ratu Wilhelmina dalam sidang parlemen memproklamasikan politik etis yang mengharuskan pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat jajahan di Hindia Belanda. Gagasan emansipasi dan cita-cita Kartini untuk maju dengan pendidikan mulai jadi perhatian pemerintah Hindia Belanda.

Pada 8 Agustus, Direktur Departemen Pendidikan, Kerajinan, dan Agama J.H. Abendanon mengunjungi Jepara. Ia menyampaikan, ada rencana pendirian sekolah asrama atau kostchool untuk gadis bangsawan. Kartini mendukung rencana ini dengan harapan perempuan menyadari hak mereka selama ini terampas.

Abendanon terkesan dengan penjelasan Kartini yang menyarankan pembukaan pendidikan kejuruan agar perempuan terampil dan mandiri, tidak bergantung kepada laki-laki. Tetapi, sebagian besar bupati menolak surat edaran Abendanon tentang kostschool dengan alasan aturan adat bangsawan tidak mengizinkan anak perempuan dididik di luar.

Kelak saat diundang ke Batavia oleh Abendanon, Kartini ditawari Direktur HBS Batavia Nona Van Loon untuk melanjutkan studi di sekolahnya. Saat itu, ayah Kartini juga mengizinkannya untuk melanjutkan studi menjadi guru.

Kendati pendirian kotschol terhambat, keinginan Kartini atas pendidikan demi menyamakan derajat laki-laki dan perempuan sampai di telinga anggota parlemen Belanda, Van Kol. Ia lalu menawari Kartini untuk sekolah di Belanda bersama adiknya Roekmini dengan biaya pemerintah.

Tetapi atas bujukan dan tekanan orang bumiputra dan keluarga Abendanon, ia urung ke Belanda.

Mendirikan Sekolah Kartini

Kartini dan adiknya lalu memutuskan membuka sekolah untuk anak-anak gadis pada Juni 1903. Sekolah Kartini menekankan pembinaan budi pekerti dan karakter anak sehingga suasana sekolah diciptakan seperti suasana di rumah.

Sekolah berlokasi di pendopo kabupaten. Kegiatan belajar mengajar berlangsung empat hari seminggu, Senin-Kamis. Murid belajar 4,5 jam sehari, pukul 8 pagi-12.30 siang. Kartini banyak menghabiskan waktu memikirkan pengelolaan sekolah barunya karena minat masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya bertambah.

Di tengah masa tersebut, ia memutuskan menikah dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat pada 8 November 1903. Kartini juga mengalihkan beasiswa studi ke Batavia yang ia dan Roekmini dapat tidak lama setelahnya ke orang lain.

Surat lamaran suaminya diterima Kartini dengan syarat sang Bupati Rembang menyetujui dan mendukung gagasan dan cita-cita Kartini. Kartini juga harus diizinkan membuka sekolah dan mengajar putri-putri bangsawan di Rembang.

Sekolah yang sudah dirintis Kartini terkendala setelah ia wafat. Keluarga Abendanon dan Nyonya Van Deventer kelak membangun beberapa sekolah nama Sekolah Kartini. Seiring waktu, sekolah Kartini berkembang ke kota-kota lain, dengan program pendidikan yang mendukung keterampilan siswa.


(twu/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads