Gelar imam Ahlur Ra'yi adalah sebutan yang disematkan untuk Abu Hanifah, penghulu mahzab Hanafi. Dikutip dari laman Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Al Manar, gelar ini merujuk pada ulama yang banyak menggunakan logika dalam menyimpulkan hukum.
Ahlur Ra'yi sebetulnya ditujukan juga pada tiga imam mahzab besar lain yaitu Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Namun Abu Hanifah adalah imam pertama yang membukukan ilmu syariah berdasarkan bab. Keunggulan ini diikuti Malik bin Anas yang menyusun Al Muwattha.'
"Belum ada ulama yang mendahului Abu Hanifah dalam hal ini. Sebab sahabat dan tabiin belum pernah menyusun ilmu Syariah berdasarkan bab-bab atau dalam buku yang sistematis. Mereka hanya mengandalkan kekuatan hafalan," tulis laman tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain keputusannya membukukan ilmu syariah, cara Abu Hanifah memutuskan mahzabnya menjadi pertimbangan hingga mendapat gelar imam Ahlur Ra'yi. Cara sang imam dijelaskan Shaimari dan Al-Khatib Al-Baghdadi dari Yahya bin Dzurais.
"Saya mengambil hukum berdasarkan kitab Allah, jika tidak ada maka dengan sunnah Rasulullah, jika tidak ada dalam kitab Allah dan sunnah Rasulullah maka saya mengambil perkataan sahabat, saya pilih-pilih perkataan mereka dan meninggalkan yang lain," tulis artikel karya Ust H Ahmad Tirmizi, Lc, MHI tersebut.
Jika cara tersebut tidak bisa, Abu Hanifah dikisahkan memutuskan hukum berdasarkan ucapan para tabi'in. Mereka adalah generasi awal umat Islam yang hidup di zaman sahabat Nabi, usai wafatnya Rasulullah SAW. Mereka bisa jadi hidup di zaman Nabi SAW meski tak pernah bertemu.
"Yang ada hanya ucapan Ibrahim, Sya'bi, Ibnu Sirin, Hasan Bashri, Atha, Said bin Musayyib, dan yang lain (tabiin) maka mereka itu kaum yang berijtihad, maka saya berijtihad sebagaimana mereka," tulis artikel tersebut dikutip detikEdu Selasa (12/4/2022).
Bagi Abu Hanifah, Al-Quran adalah asal semua sumber, prinsip, dan kaidah yang digunakan umat Islam. Semua sumber dikembalikan pada Al Quran sebagai cahaya utama syariat. Selanjutnya adalah sunah sebagai sumber syariat kedua, yang menafsirkan Al Quran.
Abu Hanifah mengambil yang shahih dari Nabi. Jika yang shahih dari beliau ada yang kata-kata yang bertentangan, maka diambil paling akhir dari keduanya. Dia sangat hati-hati dalam menerima riwayat, terutama hadits ahad yang bertentangan dengan kaidah dan asal umum dalam syariat.
Imam Abu Hanifah juga melakukan syuro bersama para muridnya dan tidak hegemoni dalam mengambil hukum. Dia ingin benar-benar menerapkan prinsip nasihat untuk mukmin berdasarkan kitab Allah dan rasulNya. Proses ini membutuhkan waktu hingga satu bulan hingga ada kepastikan hukumnya.
Abu Hanifah dikisahkan mulai membukukan ilmu syariah setelah mahzabnya tersebar luas. Imam Ahlur Ra'yi ini tak ingin ilmunya melenceng hingga menyusunnya secara sistematis. Kitabnya diawali dengan thaharah, salat dan ibadah lainnya, muamalat dan diakhiri dengan mawarits.
(row/erd)