Akhir-akhir ini media sosial diramaikan dengan berita penangkapan 'crazy rich' muda yakni Indra Kenz dan Doni Salmanan. Keduanya dinyatakan sebagai tersangka kasus penipuan berkedok trading binary option dengan merek aplikasi terpisah.
Seperti yang diketahui, Indra Kenz dan Doni Salmanan sempat dijuluki sebagai 'crazy rich' milenial karena sukses menjadi orang kaya di usia muda. Terlebih, semua kekayaan mereka dipamerkan di media sosial sehingga banyak kalangan muda yang tertarik.
Menanggapi kasus ini, Nisa Kurnia Illahiati S.I.Kom, M.Med.Kom, dosen Departemen Ilmu Komunikasi (Ilkom) Universitas Airlangga (Unair) menjelaskan keterkaitan ciri khas flexing atau tren pamer harta di media sosial dengan sebuah penipuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Fenomena penipuan ini sudah ada sejak manusia mengerti cara memenuhi kebutuhan hidup secepat mungkin," ucap Nisa dikutip dari laman resmi Unair, Rabu (23/2/2022).
Kenapa Orang Bisa Kena Tipu
Lebih lanjut Nisa menjelaskan bahwa seiring perkembangan teknologi informasi dan dunia maya, target penipuan berisiko digaet dengan mudah.
Sebab, media sosial mengizinkan penggunanya untuk menjadi siapapun yang ia mau, termasuk menjadi seseorang yang 'tampaknya' kaya raya.
"Pada saat kita berinteraksi di dunia maya, kita secara tidak sadar mencari kesamaan, mengidentifikasi. Misalnya kita lihat mana orang-orang yang kita anggap berhasil. Jika ingin menjadi seperti itu, maka aku harus meniru apa yang orang itu lakukan," jelas Nisa.
Menipu Korban via Konten Pamer Harta
Dosen yang secara spesifik menggeluti studi media dan budaya tersebut juga menekankan, penipuan semacam itu dilakukan dengan eksposur berkelanjutan terhadap tema konten senada.
Dalam diskursus ilmu komunikasi, Nisa mengatakan, hal ini disebut sebagai simbol. Simbol tersebut hadir dalam konten pelaku yang tersebar di media sosial.
Lewat media sosial tersebut, penipu mengisyaratkan bahwa semua orang bisa cepat kaya dan sukses dalam waktu singkat.
"Kalo kita denger berkali-kali dan kita terima simbol yang sama secara terus-menerus, maka sesuatu tersebut akan menjadi kebenaran," terangnya.
Dalam kasus Indra dan Doni, sambungnya, hal ini bisa dilihat dari kanal YouTube keduanya. Youtube Indra Kenz, misalnya, penuh dengan tips menghasilkan pemasukan besar dalam waktu singkat dengan trading.
Begitu pula akun TikTok-nya yang penuh konten pamer barang-barang dengan harga selangit. Idenya serupa dengan konten pada kanal YouTube Doni Salmanan.
Menunjukkan Aksi Kedermawanan
Dosen Unair ini juga menerangkan, selain pamer outfit dan merek tunggangan, aksi kedermawanan juga populer. Aksi ini bahkan sempat viral dan berseliweran di media sosial.
Hal ini, dikatakan Nisa, bertujuan untuk menyampaikan pesan bahwa mereka tidak hanya kaya, tapi juga berhati malaikat.
"Padahal, (persona di) media sosial itu hanya persona palsu yang mudah sekali diciptakan," tegasnya.
Terlepas dari aksi para crazy rich palsu, Nisa menjelaskan, penipuan bisa dipercaya juga dikarenakan masyarakat Indonesia punya tendensi besar terhadap apa yang orang katakan daripada mengecek sendiri.
Hal ini menjelaskan mengapa banyak orang luluh pada tampilan berkilau penipu investasi bodong ini. Terlebih mereka yang sudah terlanjur jadi followers atau subscribers dan mengidolakan para influencers tersebut.
"Sebenarnya yang dibeli itu kadang bukan barangnya, tetapi kedekatan emosionalnya," tukas lulusan sarjana Unair itu.
Tuntutan Sosial Melek Finansial
Lebih jauh, Nisa menyoroti bahwa pada zaman yang serba canggih ini terdapat tuntutan sosial agar seseorang harus mandiri dan melek secara finansial sedini mungkin.
Keinginan menjadi independen secara finansial, meski demikian, tidak bisa ditelan mentah-mentah.
Adanya keinginan untuk cepat kaya, lanjut Nisa, malah mampu mendorong orang-orang untuk terjerumus pada salah satunya investasi akal-akalan Indra dan Doni ini.
"Kalau ada sesuatu yang too good to be true (terlalu sempurna untuk jadi nyata, Red), biasanya begitu. Pasti ada sesuatu di balik itu semua," tutup pengajar mata kuliah Cyberculture: Internet, Media, and Culture, Departemen Ilkom Unair itu.
(faz/twu)