Pandemi COVID-19 di Indonesia perlahan mulai kembali turun dibanding Februari 2022 lalu. Meski begitu, pemerintah belum bisa memutuskan pandemi ini telah menjadi endemi.
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta sekaligus Dokter Spesialis Paru dan Konsultan, Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K) memberikan pandangan terkait kondisi pandemi dan kemungkinan perubahan status menjadi endemi COVID-19.
"Sudah lebih dari 2 tahun sejak kasus pertama mengenai Covid-19 resmi didiagnosis, banyak masyarakat yang sudah lelah akan kondisi ini dan berharap untuk segera berakhir," ucapnya dikutip dari laman resmi UNS, Senin (14/3/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
A. Mencari Tahu Kilas Bali Flu 1918
Terkait kemungkinan akhir pandemi, Prof. Reviono mengatakan tidak ada satu pun dari para ahli yang dapat memastikan.
Namun, situasi ini bisa dicoba diprediksi dengan mencari tahu kilas balik pandemi flu 1918. Setidaknya hal itu dapat memberikan peta jalan untuk apa yang diharapkan seabad kemudian.
"Setelah beberapa tahun fatal virus yang menyebabkan pandemi 1918 akhirnya mereda. Ketika kekebalan populasi dari infeksi meningkat, kematian infeksi meningkat, kematian menurun, dan virus menjadi influenza musiman yang kurang mematikan meskipun keturunannya masih beredar sampai sekarang," ujarnya.
B. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan ke Endemi
Menurut Prof. Reviono, belajar dari pandemi flu 1918, virus tidak mungkin hilang sepenuhnya. Namun, tak menutup kemungkinan virus tersebut, dalam hal ini COVID-19 akan berubah statusnya menjadi endemi jika terdapat beberapa faktor. Di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Kasus stabil dan bisa diprediksi
Dekan FK UNS menjelaskan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan status pandemi jadi endemi yakni kasus stabil atau setidaknya dapat diprediksi.
"Suatu penyakit dikatakan endemi jika reproduction number stabil pada angka satu, dalam artian satu orang yang terinfeksi rata-rata menginfeksi satu orang lainnya," jelasnya.
2. Angka kematian rendah dan cakupan vaksinasi luas
Kemudian angka kematian yang rendah dan dapat diterima masyarakat. Cakupan vaksinasi yang luas.
Para ahli pun mengatakan, peningkatan kekebalan tubuh baik dengan vaksinasi atau infeksi alami, dapat membantu mendorong kita ke endemi dengan COVID-19.
"Munculnya herd immunity yang mana sistem kekebalan mereka tidak akan terkena virus," ungkap Prof. Reviono.
C. Usaha untuk Menjadi Endemi
Prof. Reviono melanjutkan, harapan COVID-19 berubah menjadi endemi saat ini tengah diupayakan dengan mengusahakan banyak orang mendapatkan perlindungan kekebalan dari vaksinasi.
Dengan demikian, penularan akan COVID-19 berkurang dan hanya sedikit yang harus rawat inap juga rendahnya angka kematian meski virus terus beredar.
"Saat ini yang perlu dipikirkan, bagaimana menuju situasi di mana kita memiliki begitu banyak kekebalan dalam populasi, sehingga kita tidak akan lagi melihat epidemi yang sangat mematikan," tutur Dekan FK UNS itu.
(faz/lus)