Soedjatmoko merupakan cendekiawan terkemuka yang pernah dimiliki Indonesia. Politisi Partai Sosialis Indonesia (PSI) di era Orde Lama ini pernah menjadi wartawan hingga ditunjuk jadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Pemikiran-pemikiran pria yang akrab disapa Bung Koko kelahiran Sawahlunto seabad lalu itu kerap diberikan pada Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) untuk diterbitkan dalam jurnal Prisma.
Pendiri LP3ES, Ismid Hadad mengenang awal mula keterkaitan LP3ES dengan Soedjatmoko karena menerbitkan pemikiran eks Rektor Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa itu mengenai pembangunan. Hadad bercerita tulisan Soedjatmoko sangat sulit dipahami apalagi jika dalam bahasa Inggris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bung Koko (sapaan akrab Soedjatmoko) jika menulis dalam bahasa Inggris sulit dipahami. Konstruksi kalimatnya terlalu panjang dan beranak cucu," kata Hadad dalam Webinar Membaca Soedjatmoko dan Peluncuran Rangkaian Kegiatan 1 Tahun, Senin (10/01/2022).
"Waktu saya menerjemahkan tulisan Bung Koko aslinya bahasa Inggrisnya 20 halaman menjadi 50 halaman. Akhirnya saya tidak hanya menerjemahkan, melainkan saya sadur dan saya ringkas," ujar Hadad.
Hadad mengatakan Soedjatmoko marah ketika tulisannya diedit dan diterbitkan. Namun setelah ia membaca kembali tulisannya, Soedjatmoko merasa tulisannya menjadi lebih baik.
"Awalnya ia marah ketika akan diterbitkan namun kemudian dia mengijinkan. Ia mengatakan tulisannya tidak terlalu buruk. Akhirnya Bung Koko menyadari bahwa editing itu penting dan mudah untuk dimengerti," kata Hadad.
Alasan ia mengedit tulisan Bung Koko karena Prisma merupakan jurnal ilmiah yang ditujukan ke publik bukan hanya akademisi. Sehingga tulisan tersebut harus mudah dipahami oleh khalayak umum.
Lebih lanjut Hadad bercerita bagaimana pemikiran Soedjatmoko membantu LP3ES. Selain itu, Bung Koko menyumbangkan banyak buku, jurnal, hasil riset untuk perkembangan LP3ES.
Salah satu pemikiran Bung Koko yang terkenal adalah mengenai pembangunan. Hadad menjelaskan pada ewal era pergantian rezim dengan pola pembangunannya berdampak pada sosial budaya masyarakat kala itu. Semua masalah diluar urusan ekonomi dianggap sebagai masalah eksternal.
"Karena hal itu, bung Soedjatmoko mengatakan pembangunan bukan hanya diukur pada tanda-tanda luarnya saja. Ekspor, impor itu hanya tanda-tanda luarnya saja. Itu tidak menyentuh pada dinamika yang menggerakkan dan dinamika tersebut harus dilihat sebagai proses yang mensejahterakan juga," ujar Hadad.
"Bung Koko mengartikan pembangunan adalah suatu sistem untuk menghadapi masalah. Kemudian pemikiran bung Koko mengenai faktor-faktor non ekonomi dalam pembangunan saya angkat dalam jurnal Prisma," sambung Hadad.
Menurutnya, Bung Koko tidak hanya mampu melihat pembangunan dalam hal ekonomi melainkan juga hal-hal lainnya secara holistik seperti rakyat, sosial, dan sebagainya. Edisi pertama Prisma mampu menjiwai pembangunan secara holistik.
"Ini tidak lepas dari kontribusi Soedjatmoko. Kami senantiasa mengadvokasikan makna pembangunan secara menyeluruh. Soedjatmoko menekankan aspek yang holistik agar pembangunan dapat terintegrasi dengan baik," cerita Hadad.
Adapun Ketua Dewan Pengurus LP3ES dan Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini menambahkan Soedjatmoko adalah seorang humanis. Gagasannya yang luas mampu merumuskan masalah secara ringkas.
"Ketika berurusan dengan negara berkembang ada berkecenderungan di kalangan negara industri-industri maju menyelesaikannya dengan ekonomi," kata Didik.
"Tetapi Soedjatmoko tidak hanya menjelaskan dalam kebutuhan ekonomi, melainkan juga realisasi nilai historis, kelembagaan, lokal wisdom, dan seterusnya. Ini sangat relevan dan masih menjadi PR kita," ujar Didik.
(atj/pal)