Bahasa Prokem: Dari Zaman Bokep ke Zaman Ambyar

ADVERTISEMENT

Belajar dari Pakar

Bahasa Prokem: Dari Zaman Bokep ke Zaman Ambyar

Dessy Irawan - detikEdu
Senin, 11 Okt 2021 16:00 WIB
Dessy Irawan
Dessy Irawan
Dessy Irawan saat ini bekerja sebagai Manajer Produk, Digital, dan Humas Narabahasa. Narabahasa adalah perusahaan penyedia layanan edukasi, konsultasi, aplikasi, publikasi, dan kreasi kebahasaan.
Ilustrasi bahasa gaul
Foto: Thinkstock
Jakarta -

Bahasa terus berkembang sesuai dengan pemakaiannya. Umumnya perkembangan bahasa dapat dengan mudah terlihat pada ragam nonformal atau nonstandar. Ragam nonformal paling banyak digunakan dalam bentuk percakapan lisan. Kita mengenalnya dengan istilah bahasa gaul. Istilah bahasa gaul pun memiliki variasi lain, yakni bahasa slang dan bahasa prokem.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa slang didefinisikan sebagai 'ragam bahasa tidak resmi dan tidak baku yang sifatnya musiman, dipakai oleh kaum remaja atau kelompok sosial tertentu untuk komunikasi internal dengan maksud agar yang bukan anggota kelompok tidak mengerti'. Selaras dengan itu, bahasa prokem dalam Kamus Linguistik Edisi Keempat (2008) didefinisikan sebagai 'ragam nonstandar bahasa Indonesia yang lazim di Jakarta pada 1970-an yang kemudian digantikan oleh ragam yang disebut bahasa gaul'. Baik bahasa gaul, bahasa slang, maupun bahasa prokem, ketiganya mengandung makna ragam bahasa nonstandar. Dalam tulisan ini, saya akan secara konsisten menggunakan istilah bahasa prokem.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awal mula kemunculannya, tepatnya pada 1970, bahasa prokem ditandai oleh potongan kata dalam bahasa Indonesia yang mendapat sisipan -ok-. Misalnya, bokep (film porno), bokap (bapak), nyokap (ibu), tokai (tahi), dan bokis (bohong). Nah, kata prokem sendiri pun diduga terbentuk dari kata preman yang dipotong menjadi prem dan disisipi -ok-. Selain terbentuk melalui penyisipan -ok-, bahasa prokem juga kerap terbentuk dengan penyisipan bunyi diftong, seperti pada kata asoy (asyik).

ADVERTISEMENT

Popularitas bahasa prokem semakin meningkat kala muncul novel berjudul Ali Topan Anak Jalanan (1977) yang ditulis oleh Teguh Esha. Dalam novel tersebut, Teguh Esha melampirkan senarai kosakata bahasa prokem. Lalu, pada 1999, Debby Sahertian menerbitkan kamus berjudul Kamus Bahasa Gaul dengan sorotan kosakata bahasa waria, seperti cus (ayo), rempong (repot), akika (aku), dan lebai (berlebihan). Hal itu menyebabkan bahasa prokem makin dikenal oleh masyarakat luas.

Pada 2010, bahasa prokem identik dengan tren mempersingkat isi SMS, seperti q (ku), gw (gue), se7 (setuju), dan yg (yang). Beberapa tahun setelahnya, dalam lingkup yang lebih sempit, muncul pula kosakata bahasa prokem pada forum Kaskus, seperti Gan. Lalu, program Dahsyat di RCTI pun kerap memberi sumbangsih penambahan kosakata bahasa prokem, yaitu cekidot.

Dewasa ini, kosakata bahasa prokem pun masih bermunculan. Masih ingatkah kamu dengan hebohnya penggunaan kata anjay? Bahkan, beberapa kosakata bahasa prokem yang baru muncul dalam kurun waktu lima tahun terakhir sudah masuk sebagai entri KBBI, seperti mager, baper, julid, dan ambyar.

Beberapa kosakata bahasa prokem yang muncul sejak 1970 lampau pun ada yang direkam ke kamus resmi negara kita, lo. Misalnya, bokap, nyokap, bokep, dan indehoi. Jika diperhatikan lebih saksama, kosakata bahasa prokem yang tercatat dalam KBBI itu ditandai dengan label cak yang berarti ragam cakapan. Itu menandakan bahwa kosakata tersebut dilarang digunakan pada ragam selain cakapan.

Pernahkah kamu bertanya mengapa kosakata bahasa prokem tersebut diakui sebagai warga Kamus Besar Bahasa Indonesia? Jika dijawab berdasarkan hemat saya, kamus besar mestinya merekam semua kosakata yang muncul pada tiap zaman. Kamus merupakan bukti bahwa zaman kita berkembang dan tiap perkembangan tersebut memiliki identitasnya sendiri. Salah satu identitas perkembangan zaman ialah bahasa, termasuk ragam bahasa nonstandar atau bahasa prokem.

Jika dijawab berdasarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Badan Bahasa-lembaga yang berwenang dan bertanggung jawab menyusun KBBI, untuk menjadi entri KBBI, ada lima syarat yang mesti dipenuhi. Lima syarat tersebut, yaitu unik, eufonik (sedap didengar), sesuai dengan kaidah, tidak berkonotasi negatif, serta sering dipakai oleh masyarakat luas sehingga frekuensi kemunculannya pada korpus bahasa begitu tinggi. Nah, menurut saya, alasan kelima itulah yang paling banyak digunakan sebagai jawaban kenapa kosakata bahasa prokem direkam dalam KBBI.




(erd/erd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads