Indonesia berhasil menjadi negara yang berdaulat pada 17 Agustus 1945. Meskipun sudah merdeka, cobaan untuk Republik Indonesia belum berakhir. Salah satu pahlawan nasional yang punya andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia adalah Jenderal Sudirman.
Bermula pada 18 Desember 1948, Gubernur Jenderal Bell menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan Perjanjian Renville. Pernyataan ini merupakan pertanda akan adanya agresi oleh pihak Belanda lagi.
Kemudian pada 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi militer kedua dan melakukan pengeboman terhadap lapangan udara Maguwo Yogyakarta. Dalam beberapa jam, Belanda telah menduduki kota Yogyakarta yang menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia saat itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir dari buku IPS karya Drs. Anwar Kurnia, guna melawan Agresi Militer Belanda II, TNI (Tentara Nasional Indonesia) mundur dan melakukan perlawanan gerilya di bawah pimpinan Jenderal Sudirman.
Panglima Besar Jenderal Sudirman memerintahkan tentara republik ke luar kota untuk bergerilya kembali. Jenderal Sudirman memutuskan untuk memimpin gerilya sekalipun waktu itu beliau dalam keadaan sakit berat (TBC).
Sudirman memimpin perjuangan geriliya tersebut dengan berpindah-pindah. Dalam keadaan kesehatannya yang semakin menurun, ia terpaksa harus ditandu. Meskipun dalam kondisi seperti itu, Jenderal Sudirman telah menjelajahi wilayah gerilya di daerah selatan Yogyakarta, Keresidenan Surakarta, Madiun, dan Kediri.
Dengan semakin dipertajamnya perang gerilya, tentara republik mulai memegang inisiatif pertempuran. Belanda menjadi terdesak dan barisan pertahanannya banyak yang hancur. Dalam keadaan demikian, dunia internasional semakin gencar mengecam Belanda sehingga negeri itu bersedia mengadakan perundingan dengan pihak Indonesia.
Perundingan Roem-Royen
Ketika perundingan tengah berlangsung, pada 1 Mei 1949 Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman mengeluarkan amanat kepada para komandan kesatuan agar tidak turut memikirkan Perundingan Roem-Royen.
Menurut Jenderal Sudirman, hal itu hanya akan merugikan pertahanan dan perjuangan. Selain itu, ia pun menyerukan agar tetap waspada meskipun perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan bersama.
Dugaan pihak TNI terhadap kemungkinan terjadinya serangan Belanda tidak meleset. Pasukan-pasukan Belanda yang dipindahkan dari Yogyakarta ke Surakarta ternyata melakukan tekanan-tekanan militer ke daerah yang baru ditempatinya.
Oleh karena itu, TNI memerintahkan penyerangan terhadap objek-objek vital di Surakarta. Di tempat-tempat lain pun perlawanan gerilya terus berlangsung tanpa terpengaruh oleh hasil perundingan.
Belanda Semakin Terjepit
Seiring berjalannya waktu, kedudukan Belanda semakin terjepit. Kota Yogyakarta sepenuhnya telah dikosongkan tentara Belanda pada 29 Juni 1949. Sejak itulah TNI mulai memasuki Kota Yogyakarta.
Presiden Sukarno dan wakilnya Moh. Hatta beserta para pembesar lain yang ditawan, kembali ke Kota Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Sementara itu, Jenderal Sudirman baru tiba pada 10 Juli 1949.
Kembalinya para pemimpin Indonesia ke ibukota Yogyakarta menunjukkan kemenangan luar biasa politik Indonesia di kancah diplomasi. Kemudian, pemerintah RI kembali pada keadaan semula.
Peranan Jenderal Sudirman
Adapun peranan lain dari Jenderal Sudirman dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Pada tanggal 23 Agustus 1949, pemerintah membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), Sudirman diangkat menjadi ketua BKR untuk wilayah Banyumas.
2. Tanggal 12 Desember 1945, Kolonel Sudirman memimpin TKR (Tentara Keamanan Rakyat) mengusir sekutu dari Ambarawa dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari pengaruh sekutu.
3. Pada awal proklamasi kemerdekaan Indonesia, Sudirman memimpin pasukan PETA (Pembela Tanah Air) dalam merebut senjata dari tentara Jepang yang ada di Indonesia.
Itulah perjuangan Jenderal Sudirman dalam mempertahankan kemerdekaan RI meski dalam keadaan sakit. Sebab itu, marilah kita rayakan momen kemerdekaan ini sebagai bentuk penghormatan kepada pahlawan-pahlawan kita yang telah gugur ya, detikers!
(rah/lus)