Penyimpangan Sistem Tanam Paksa
Penyimpangan dalam sistem tanam paksa membuat praktik aturan pokok tanam paksa pada kenyataannya jauh lebih merugikan rakyat.
Penyimpangan dalam sistem tanam paksa adalah sebagai berikut:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Pelaksanaan cultuurstelsel seharusnya sukarela, tetapi dilaksanakan dengan cara-cara paksaan. Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan bupati dan kepala desa untuk memaksa rakyat agar menyerahkan tanah mereka.
2. Luas tanah yang disediakan penduduk lebih dari seperlima. Seringkali adalah sepertiga hingga seluruh tanah desa agar memudahkan pengerjaan, pengairan, dan pengawasan oleh pemerintah kolonial Belanda.
3. Pengerjaan tanaman ekspor seringkali jauh melebihi pengerjaan tanaman padi. Penduduk juga dikerahkan untuk menggarap perkebunan yang letaknya jauh dari desa mereka selama tujuh bulan. Para penduduk tidak terurus dan tanah pertanian mereka terbengkalai.
4. Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
5. Kelebihan hasil panen setelah diperhitungkan dengan pajak tidak dikembalikan pada petani.
6. Kegagalan panen menjadi tanggung jawab petani.
7. Buruh dijadikan tenaga paksaan seperti yang terjadi di Rembang, Jawa Tengah. Sebanyak 34.000 keluarga selama 8 bulan setiap tahun diharuskan mengerjakan tanaman dagang dengan upah sangat kecil. Rakyat juga harus menyerahkan balok, bambu, dan kayu untuk pembuatan bangunan yang akan digunakan untuk tanaman tembakau.
Untuk memastikan bupati dan kepala desa mengerjakan tugasnya pada sistem tanam paksa, pemerintah kolonial memberi suap berupa cultuur procenten. Cultuur procenten adalah sistem pemberian hadiah untuk bupati dan kepala desa yang bisa menyerahkan hasil panen warganya melebihi ketentuan yang ditetapkan penjajah.
(lus/lus)