Teori Heliosentris dan Teori Geosentris dalam Tata Surya, Apa Bedanya?

ADVERTISEMENT

Teori Heliosentris dan Teori Geosentris dalam Tata Surya, Apa Bedanya?

Rahma Indina Harbani - detikEdu
Senin, 12 Jul 2021 19:45 WIB
Girls are silhouetted against the setting sun as they enjoy a spring-like day Saturday, March 6, 2021, in Kansas City, Mo.
Teori heliosentris menyatakan matahari sebagai pusat tata surya (Foto ilustrasi: AP Photo)
Jakarta -

Teori heliosentris adalah teori yang menyatakan bahwa matahari merupakan pusat dari sistem tata surya dan bumi bergerak mengelilinginya dalam orbit berbentuk lingkaran. Teori inilah yang dianggap sebagai salah satu penemuan terpenting sepanjang masa.

Bahkan dianggap sebagai titik mula fundamental bagi astronomi modern dan sains modern, seperti yang dikutip dari buku bertajuk Manusia dan Sejarah: Sebuah Tinjauan Filosofi karya Yulia Siska.

Untuk masalah orbit, data yang diperoleh Copernicus memperlihatkan adanya indikasi penyimpangan kecepatan sudut orbit planet-planet. Namun, ia mempertahankan bentuk orbit lingkaran dengan menyatakan bahwa orbitnya tidak konsentrik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Teori heliosentris disampaikan Copernicus dalam publikasinya yang berjudul De Revolutonibus Orbium Coelestium. Namun, teori ini sempat ditolak oleh pandangan gereja dan dianggap berbahaya.

Menurut buku Pendidikan Mental Menuju Karakter Bangsa karya Imam Sibaweh, tulisan Copernicus juga dilarang untuk dipublikasikan hingga tahun 1543 atau bertepatan dengan tahun kematiannya.

ADVERTISEMENT

Teori ini ditolak pihak gereja karena dianggap bertentangan dengan pandangan sebelumnya yang diungkapkan oleh filsuf terkenal, Aristoteles, pendukung teori geosentris.

Ilmuwan Galileo Galilei yang tertarik dengan teori heliosentris pun ikut membuktikan teori tersebut. Melalui bukunya yang berjudul Dialog Astronomi, Galileo membuat pembaca percaya bahwa matahari adalah pusat tata surya.

Dikutip dari Sang-wook Park dalam bukunya bertajuk Why? Scientific Events, Galileo telah membuktikannya dengan penelitian teleskop. Alasan dari pernyataannya adalah karena ia melihat adanya perubahan pada bintik hitam (black spot) pada matahari, satelit (bulan) yang mengorbit Jupiter, dan perubahan fasa Venus yang seperti rembulan.

Perubahan fasa venus ini ditunjukkan dengan Venus yang terlihat semakin kecil ketika mendekati bentuk bulat. Sebab Venus berada dalam jarak terjauh dengan bumi ketika Venus, matahari, dan Bumi berada dalam satu garis lurus.

Sebaliknya, Venus terlihat paling besar saat berbentuk sabit. Perubahan fasa Venus yang telah diteliti membuktikan bahwa Venus berada di depan bumi dan bersama juga mengelilingi matahari. Hingga pada akhirnya, teori bahwa matahari adalah pusat tata surya inilah yang digunakan hingga sekarang.

Teori Geosentris

Sebelum muncul teori heliosentris, teori awal yang muncul terkait dengan sistem tata surya kita adalah teori geosentris.

Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli dari Yunani bernama Claudius Ptolomeus. Teori geosentris menyatakan bahwa semua objek dalam tata surya kita bergerak relatif terhadap bumi.

Dengan kata lain, menurut teori geosentris, bumi merupakan pusat tata surya. Teori ini bahkan dipercaya selama hampir 1400 tahun lamanya. Sebab, jika kita memperhatikan benda-benda langit di sekitar kita, benda-benda tersebut tampak tengah bergerak mengelilingi bumi.

Sebab itulah teori ini juga didukung oleh para ilmuwan lain seperti, Socrates, Plato, Aristoteles, Tales, Anaximander, dan Phytagoras.

Hingga kemudian ditemukan kelemahan dalam teori geosentris, yaitu teori ini tidak dapat menjelaskan matahari dan bulan yang bergerak dalam jejak lingkaran mengelilingi bumi, tetapi planet bergerak tidak teratur dalam serangkaian simpul ke arah timur.

Nah, detikers sekarang sudah paham perbedaan antara teori heliosentris dan geosentris, bukan?




(pal/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads