Wisatawan yang pelesiran ke Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak hanya dimanjakan dengan pemandangan alam yang menawan dan aktivitas wisata bahari yang mengesankan. Wisatawan juga bisa merasakan pengalaman mengolah biji kopi secara tradisional, mulai proses sangrai hingga diseduh untuk diminum sendiri.
Wisatawan bisa merasakan pengalaman itu dengan berkunjung ke Kampung Adat Compang To'e Melo, Desa Liang Ndara, Kecamatan Sano Nggoang, Manggarai Barat. Lokasinya bisa ditempuh sekitar 45 menit perjalanan darat dari Labuan Bajo.
Di Kampung Melo, wisatawan bisa merasakan pengalaman sangrai kopi secara tradisional. Warga di sana menyebutnya 'cero kopi'. Penyangraian kopi dilakuan di tungku api menggunakan wajan. Sumber api menggunakan kayu bakar. Asap mengepul dari tungku api saat proses sangrai tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Kopi yang sudah disangrai ini kemudian ditumbuk. Warga lokal menyebutnya 'tuk kopi'. Tumbuk kopi ini menggunakan alu berbahan kayu dengan panjang kurang lebih 1,5 meter. Biji kopi dimasukkan dalam lubang pada wadah kayu setinggi hampir satu meter. Kopi ditumbuk dalam lubang itu menggunakan alu.
Kopi yang sudah ditumbuk itu kemudian disaring menggunakan tapis saringan untuk mendapatkan bubuk kopi. Tapis saringan menggunakan peralatan tradisional. Alat itu digoyangkan maju mundur. Bubuk kopi yang terjatuh dari tapi saringan itu yang digunakan untuk diseduh.
Banyak wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) yang sudah merasakan pengalaman mengolah biji kopi secara tradisional itu.
Yuventinus Ratno, pemandu wisata dari Sun Flores Komodo, telah mengantar sejumlah wisman ke Melo. Pada Sabtu (30/11/2024) pagi, Yuventinus mengantar satu keluarga wisawatan asal Italia ke Kampung Melo. Di sana wisman itu melakukan aktivitas cero hingga tuk kopi.
"Mereka mengenakan baju adat Manggarai. Di sana juga mereka mendapatkan kesempatan untuk melihat proses cero kopi dan tuk kopi," kata Yuventinus, Sabtu (30/11/2024).
Anak pasangan wisman itu, Yuventinus berujar, terlihat bahagia merasakan pengalaman baru mengolah biji kopi hingga siap disajikan.
"Anaknya ini senang sekali. Ini pengalaman pertama buat dia. Setelah itu kami bersama mereka minum kopi hasil tuk mereka," ujar Yuventinus.
"Mereka berpesan untuk menjaga budaya kita yang sangat berharga ini," lanjutnya.
Yuventinus mengatakan setiap tamu yang datang ke kampung adat Melo diterima secara adat di dalam rumah adat. Mereka dikalungkan selendang tenun Manggarai.
"Kalau tamu mau coba pakaian adat dan cero kopi ada biaya tambahan. Kalau tidak mau bayar, bisa datang foto-foto saja di luar rumah," tandas Yuventinus.
(hsa/hsa)