Kepala Desa (Kades) Jatiluwih, I Nengah Kartika, mengatakan proses yang dihadapi Jatiluwih hingga terkenal di kalangan traveler lokal maupun mancanegara tidak mudah. Proses yang dijalani membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Baca juga: Mau Belajar tentang Subak? Ke Sini Aja |
Kartika menjelaskan sosok yang pertama kali membangun Jatiluwih hingga dikenal wisatawan nasional maupun internasional adalah almarhum Wayan Windia, guru besar Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud). Windia juga sempat menjabat sebagai Ketua Pusat Penelitian (Puslit) Subak Unud.
Windia dikenal aktif dalam menyuarakan lingkungan, khususnya subak, kepada masyarakat. Pria kelahiran Gianyar, 15 Desember 1949 itu kerap menyuarakan lingkungan melalui media massa. Sebab, Windia juga pernah berprofesi sebagai jurnalis dan sempat mengemban tanggung jawab sebagai Ketua Dewan Redaksi dan Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali.
Windia berperan penting dalam menjadikan Jatiluwih terkenal hingga mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Pengakuan itu membawa asing segar bagi masyarakat.
Kartika mengungkapkan pengusulan Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia sempat mengalami sejumlah kendala. "Dahulu kendala karena kurang luasan area," ujar pria yang akrab disapa Jro Mekel Jatiluwih ini.
Meskipun sempat terkendala karena luas area, menurut Kartika, Windia kian tidak terbendung untuk mengajak masyarakat bersama-sama membawa perubahan bagi Desa Jatiluwih dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Penebel.
"Kami diajak sosialisasi dan segala macam, dilibatkan untuk berkunjung ke lokasi-lokasi yang memang sudah maju di zaman itu. Seiring perkembangan, pemerintah intens mempromosikan pariwisata di Bali tak terkecuali Jatiluwih," ungkapnya.
Windia kemudian mengusulkan kawasan Jajar Kemiri Batukaru guna menjawab permasalahan kekurangan luas area. Menurut Kartika, terdapat lima pura di Jajar Kemiri Batukaru, yakni Pura Batukaru, Muncak Sari, Temuaras, Petali, dan Besi Kalung.
Selain itu, terdapat sembilan desa di Kecamatan Penebel dan 14 subak yang diusulkan. "Sekarang sudah ada pemekaran menjadi 20 subak. Itulah yang diusulkan kembali sebelum akhirnya 2012 ditetapkan UNESCO," kata Kartika.
Setelah berjuang cukup lama, Jatiluwih akhirnya diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 2012 karena sistem pertanian dan subaknya juga kearifan lokal. Kartika menegaskan status sebagai warisan budaya dunia yang diberikan Jatiluwih oleh UNESCO tidak lepas dari peran Windia, dan tentunya masyarakat.
Kini, Jatiluwih tidak hanya dikenal sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO, tetapi juga masuk sebagai segitiga emas potensi wisata di Tabanan, yakni DTW Ulun Danu, DTW Jatiluwih, dan DTW Tanah Lot.
Kartika kini terus mengajak masyarakat dan manajemen untuk menjaga kearifan wisata di Jatiluwih setelah diperjuangkan Windia hingga ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. Terlebih, sejumlah tokoh ternama di dunia telah datang mengunjungi Jatiluwih. Salah satunya, mantan presiden Amerika Serikat Barack Obama dan delegasi penting lainnya yang berkunjung saat acara World Water Forum (WWF) 2024.
"Ini tanggung jawab tokoh-tokoh bersama, artinya bagaimana kita duduk bareng untuk mempertahankan. Bagaimana kita melakukan sosialisasi dan komunikasi. Kalau tidak ada orang yang mencari (potensi wisata), ndak mungkin orang itu akan datang," tegasnya.
(dpw/dpw)