Bermain di pinggir pantai berpasir putih, mengunjungi pura mungkin sudah biasa dilakukan saat berlibur di Pulau Dewata. Lalu bagaimana kalau sesekali menikmati keseruan dengan berkeliling hutan mangrove (bakau) dari atas perahu?
Menikmati suasana alami kawasan hutan mangrove di Desa Jungut Batu, Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, bisa dilakukan dengan cara berbeda. Bukan melihat dari pinggir pantai saja atau menyusuri jalan setapak di tengah hutan, melainkan pengunjung bisa naik perahu tradisional untuk berkeliling di hutan seluas lebih dari 200 hektare ini.
![]() |
Sebelum itu, detikers terlebih dahulu harus menuju ke ujung timur Desa Jungut Batu. detikers langsung bisa memesan perahu lengkap dengan nelayan yang siap mengantar sekaligus memandu kita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu perahu diisi maksimal empat orang. Perahu dikemudikan menggunakan bambu atau perahu tanpa mesin.
Setelah naik, nelayan yang mengemudikan perahu langsung tancap gas, mendorong perahu ke tengah, lalu masuk di lajur air tawar. Sepanjang jalur di sekelilingnya penuh dengan hutan bakau dengan berbagai spesies dengan akar tunggang yang menjulang hingga enam meter.
Salah satu nelayan sekaligus nakhoda perahu, Ketut Suwitra, menceritakan dari naik hingga balik lagi setidaknya membutuhkan waktu selama 30 menit. Ia akan mengajak wisatawan menyusuri jalur air tawar hingga masuk ke kawasan hutan mangrove.
Suwitra sudah ikut dalam kelompok nelayan setempat, Surya Mandiri, sejak 2017. Kelompoknya ini secara khusus menggunakan perahu dengan kendali bambu.
Bambu digunakan untuk memberikan rasa nyaman ke wisatawan. Selain itu juga lebih memberikan suasana keasrian alam dengan suara burung.
Satu grup dengan empat orang dikenakan tarif Rp 150 ribu untuk wisatawan domestik dan Rp 300 ribu untuk wisatawan asing. Dari tarif tersebut, Suwitra mengantongi Rp 80 ribu untuk diri sendiri dan sisanya masuk ke dana kelompok.
"Kelompok terdiri dari 80 orang dan setiap hari bertugas setengah dari itu. Untuk Desember ini tamu mulai sepi, tapi setiap hari ada saja, dapat satu kali," kata pria paruh baya ini, Minggu (10/12/2023).
Wisata mangrove ini buka sejak pagi hingga pukul 18.00 Wita.
Akhir Tahun Sepi
![]() |
Nakhoda perahu tidak melulu dilakukan laki-laki, namun banyak dilakukan oleh ibu-ibu. Seperti Ni Nyoman Nukari. Ia mengaku sudah lama menjadi pengantar tamu untuk menyusuri kawasan hutan mangrove.
Sebelum pandemi, wisatawan Tiongkok yang mendominasi kunjungan ke destinasi tersebut. Tetapi sejak pandemi, sedikit wisatawan yang datang. Saat ini justru didominasi domestik dan turis asal Eropa.
Memasuki akhir tahun 2023, kunjungan wisatawan ke hutan mangrove Nusa Lembongan terbilang sepi. Rata-rata sampan yang beroperasi antara 13-20 per hari. Sedangkan saat ramai, sampan yang beroperasi bisa 60 per hari.
"Nah yang suka tenang, baik lokal maupun domestik bulan-bulan ini pas ke sini. Jadi bisa menikmati alam dengan tenang," katanya.
Selain naik perahu, wisatawan juga bisa menggunakan perahu kano dengan tarif Rp 50 ribu per orang.
Pelestarian Hutan Mangrove Lembongan
![]() |
Hutan mangrove Nusa Lembongan yang sudah ada sejak ratusan tahun silam ini, saat ini terus mendapat perawatan dari masyarakat dan pemerintah daerah di Klungkung. Mulai dari penanaman mangrove di kawasan ini hingga perawatan kebersihan dari sampah-sampah plastik yang masuk ke hutan dari gelombang laut saat pasang.
Perbekel Jungutbatu Made Gede Suryawan mengatakan perawatan dilakukan selain dari pemerintah juga dari berbagai komunitas pecinta alam. "Sering ada kegiatan penanaman hutan mangrove di sini. Luasnya kan lebih dari 200 hektare itu dirawat, ditanami kembali utamanya di bagian pinggir dan pantai agar tetap lestari dan menjadi indah dan terawat, " katanya, Minggu.
(nor/hsa)