Di zaman yang serba modernisasi dimana teknologi menjadi yang utama, tak membuat niat anak muda di Sanur, Bali ini melupakan sejarah khas Bali.
Ia justru memiliki niat teguh untuk menumbuhkan kecintaan anak muda Bali lainnya agar kian mengenal Tapel khas Bali kekunon.
Hampir semua anak muda di Sanur, Bali, mengenal nama I Kadek Dharma Apriana atau yang biasa disapa Unggit Desti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia merupakan pengelola Warung Pan Tantri yang berada di Jalan Pungutan No 26 Sanur, Bali.
Selain menghadirkan Warung bagi anak-anak muda lokalan, kini Ia juga concern dalam mendirikan Museum Lingga Tangan Property of Pan Tantri yang dimana berisikan puluhan Tapel koleksinya.
"Ini adalah kegilaan dan kecintaan saya pada seni Tapel. Dengan edukasi dan dedikasi, kami ingin memperkenalkan budaya adi luhur Nusantara yaitu berupa Tapel khas Bali kekunon," ujarnya ketika ditemui detikBali.
Besar harapannya sebagai pengoleksi, ketika banyaknya anak muda yang nongkrong atau menghabiskan waktunya di Pan Tantri agar bisa berkunjung ke Museum sehingga rasa cinta dan kekagumannya bangkit.
"Ketika teknologi dan digital adalah segala-galanya tapi kita sebagai anak muda jangan sampai lupa dengan marwah taksu Bali kita, yaitu berupa Tapel kuno klasik. Disini kami suguhkan Tapel karya-karya maestro seluruh Bali khususnya dari Sanur," ungkapnya.
Total sebanyak 25 Tapel ia pajang dan perkenalkan bagi pengunjung.
Beberapa diantaranya, yakni Tapel Ratu Gede Lanang, Tapel Ratu Gede Istri, Topeng Sidakarya dan Topeng Rahwana.
Namun, kata Unggit Desti, ada cerita unik dalam proses pengoleksian Tapel-tapel ini.
Tak jarang, Unggit Desti sering bermimpi mengenai Tapel-tapel tersebut.
"Ketika bicara budaya lokal Nusantara pasti ada hal magis. Apalagi kita membuatmya dari kayu dan dibuat menyerupai manusia atau raksasa, itu pasti akan ada unsur sinar suci yang masuk. Maka dari itu kami tetap melakukan sesajen agar terhindar dari hal-hal atau energi negatif," papar pria yang juga biasa disapa Pak Dek ini.
Menurutnya, dengan pemberian sesajen, ini merupakan wujud rasa hormat pihaknya kepada alam dan itulah yang disebut hubungan harmonis antara manusia dengan tumbuhan.
Untuk dapat mengunjungi dan menikmati berbagai Tapel karya maestro seluruh Bali ini, pengunjung tidak perlu mengeluarkan biaya sepeser pun alias gratis.
"Saya tidak memungut biaya malah ketika mereka sudah masuk ke sini pun saya sudah bilang Suksma," jelasnya.
Menurutnya, banyak respon pengunjung yang mengaku merinding, kagum dan bertanya-tanya lebih dalam mengenai edukasi dari setiap Tapel yang ada.
Dalam pendirian Museum ini, kata Unggit Desti, seluruh biayanya berasal dana pribadinya.
"Uang bukan segala-galanya tapi sejarah adalah segala-galanya bagi saya. Saya tidak tahu tentang umur saya nanti tapi selama warung Pan Tantri ini ada, warung arak ini ada, ada karya yang sudah saya buktikan. Baik berupa patung atau Tapel," katanya.
Menurutnya, dengan hadirnya Museum ini akan menjadi sejarah bagi anak dan cucunya ke depan.
"Bagi anak-anak muda jangan pernah melupakan kulit Bali, yaitu taksu Bali. Entah itu berupa Tapel, tari, gamelan atau keris. Jangan pernah lupakan sejarah dan jangan pernah memodernkan sejarah. Biarkan sejarah selalu kuno untuk marwah taksu Bali kita," tambahnya.
(nor/nor)