Laporan kasus amplop berisi uang dan berstiker pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Muhammad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri (Iqbal-Dinda), serta paslon calon bupati dan wakil bupati Bima, M Putera Ferryandi dan Rostiati (Yandi-Ros), memenuhi syarat formil dan materil. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bima akan memproses hukum laporan itu.
"Laporannya sudah diregistrasi untuk diproses hukum lebih lanjut," ucap Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Bima, Taufiqurrahman, kepada detikBali, Sabtu (2/11/2024).
Diketahui, amplop berisi uang Rp 100 ribu berstiker paslon cagub-cawagub NTB nomor urut 3, Iqbal-Dinda, dan cabup-cawabup Bima nomor urut 2, Yandi-Ros, diduga dibagikan kepala desa (kades) di Kecamatan Palibelo, berinisial A, kepada 15 ketua rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang akrab disapa Opik ini mengungkapkan Bawaslu Kabupaten Bima bahkan sudah meminta keterangan dan klarifikasi berbagai pihak terkait, seperti para saksi dan pelapor. "Hari ini ada 15 orang saksi dan satu orang pelapor yang dimintai keterangan dan klarifikasi," katanya.
Tahapan selanjutnya, Opik mengungkapkan, Bawaslu Kabupaten Bima akan memanggil terlapor untuk dimintai keterangan dan klarifikasi. Selain kades berinisial A, terlapor lain yang akan dimintai klarifikasi, yakni salah seorang pejabat teras Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikbudpora) Kabupaten Bima berinisial M.
"Selama tiga hari akan dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi, mulai terlapor, pelapor hingga saksi. Jika dianggap kurang, maka akan ditambah menjadi dua hari," terang Opik.
Menurut Opik, hasil keterangan dan klarifikasi berbagai pihak akan menjadi bahan pertimbangan pembahasan di tingkat Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Bima yang terdiri dari Bawaslu, polisi, dan jaksa. Gakkumdu Kabupaten Bima bakal menentukan kasus itu bisa ditingkatkan ke tahap tindak pidana pemilu (tipilu) atau tidak.
"Dalam perkara ini, terlapor bisa dijerat dua pasal sekaligus, yakni Pasal 187a ayat (1) terkait money politik dan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah," jelas Opik.
(iws/iws)