Demo Kantor Gubernur NTB, Warga Tuntut Air Bersih-Moratorium Izin Tambang

Demo Kantor Gubernur NTB, Warga Tuntut Air Bersih-Moratorium Izin Tambang

Ahmad Viqi - detikBali
Selasa, 28 Okt 2025 15:32 WIB
Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Peduli (Garap) menggeruduk kantor Gubernur NT, Selasa (28/10/2025). (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Peduli (Garap) menggeruduk kantor Gubernur NT, Selasa (28/10/2025). (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Peduli (Garap) menggeruduk kantor Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka menuntut penyaluran air bersih di tiga gili (Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air) hingga mendesak moratorium izin tambang di Pulau Sumbawa dan Lombok.

Direktur Walhi NTB Amri Nuryadin mengatakan massa aksi bakal bermalam di lokasi apabila tuntutan mereka tidak direspons langsung oleh Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal. Ia menjelaskan aksi ini menyuarakan persoalan agraria, hak atas air bersih, dan tata kelola pertambangan di wilayah NTB.

"Massa mendesak Gubernur NTB menandatangani berita acara Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) NTB dan juga dokumen TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) eks lahan hak guna usaha (HGU) di Desa Karang Sidemen dan Desa Lantan, tanpa melibatkan entitas lain selain subjek TORA," kata Amri di depan kantor Gubernur NTB, Selasa (28/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Massa aksi juga mendesak Pemprov NTB segera mengirimkan dokumen tersebut ke Kementerian ATR/BPN. Kemudian, mendesak pembangunan pipa bawah laut di tiga gili serta penghentian kerja sama antara Pemkab Lombok Utara dan PT Tiara Cipta Nirwana (PT TCN) dalam pengelolaan air bersih.

"Kami berencana untuk menginap jika gubernur NTB tidak menemui kami," imbuh Amri.

ADVERTISEMENT

Selain itu, masyarakat meminta pemerintah memberlakukan moratorium izin tambang serta melakukan evaluasi total terhadap tata kelola pertambangan di NTB. Amri menilai praktik pertambangan selama ini telah berdampak pada kerusakan lahan pertanian, pesisir, laut, dan hutan rakyat.

Menurut Amri, ada sekitar 25 ribu hektare lahan di NTB yang terdampak aktivitas tambang dalam rentang tahun 2013-2023. "Kami menilai tidak ada perusahaan yang taat aturan tambang, tata kelola tambang yang buruk tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat," katanya.

Amri mengatakan upaya penerbitan izin pertambangan rakyat (IPR) untuk koperasi oleh Pemprov NTB perlu dikaji secara mendalam. Dia menyebut belum ada payung hukum yang menyatakan koperasi dapat mengelola tambang rakyat di 16 blok wilayah pertambangan rakyat (WPR) NTB.

"Jangan sampai sumber daya mineral yang ada ini jadi kutukan kepada anak kita," kata Amri.

Setelah beberapa saat, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal akhirnya menemui massa aksi. Ia berjanji menyelesaikan masalah lahan di Desa Karang Sidemen dan Lantan. Demikian pula terkait krisis air bersih di tiga gili.

"Kami memikirkan soal tanah ini. Beri kami kesempatan menyusun formula yang terbaik. Agar kami bisa selesaikan masalah ini sekali untuk selamanya," ujar Iqbal saat menemui massa aksi di Aula Sangkareang Kantor Gubernur NTB.

Iqbal telah membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menyelesaikan persoalan air bersih di tiga gili. Nanti semua kami selesaikan secara bersamaan," pungkasnya.

Percepat Redistribusi Lahan Eks HGU di Karang Sidemen

Lalu Muhamad Iqbal menegaskan akan mempercepat pembahasan redistribusi lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Tresno Kenangan di Desa Lantan dan Karang Sidemen, Kabupaten Lombok Tengah.

Dia segera memanggil Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) untuk mempercepat pembahasan persoalan tersebut. Ia berencana akan mengumpulkan seluruh stakeholder yang tergabung dalam GTRA pada pekan depan.

"Saya akan lakukan percepatan pembahasan di gugus tugas. InsyaAllah minggu depan saya akan panggil gugus tugas untuk membahas kembali," katanya usai menemui massa aksi di depan ruangan Wakil Gubernurnya, Selasa sore (28/10/2025).

Menurut dia, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria selama ini belum pernah digunakan dalam proses penyelesaian konflik agraria di NTB. Klausul tersebut memungkinkan pemerintah mengundang masyarakat untuk memberikan pandangan langsung terhadap penyelesaian masalah lahan.

"Tetapi memang ada satu klausul di dalam perpres yang belum pernah kita pakai yaitu klausul untuk mengundang masyarakat dan mendengarkan mereka terhadap penyelesaian masalah ini," tutur mantan Dubes RI untuk Turki itu.

Iqbal menilai selama ini pembahasan di tingkat pemerintah hanya melibatkan unsur birokrasi dan institusi terkait, tanpa membuka ruang yang cukup bagi masyarakat yang terdampak. Karena itu, ke depan ia ingin menghadirkan pendekatan yang lebih partisipatif agar solusi yang diambil berpihak kepada kepentingan masyarakat.

"Jadi selama ini kan kita membahasnya bersama di pemerintahan dengan institusi pemerintah kemudian kita juga sudah berbicara dengan, menurut catatan yang saya lihat, bahwa pernah ada pembahasan dengan perusahaan. Tapi kayaknya kita harus mendengarkan perspektif warga yang ada di Lantan dan Karang Sidemen," ujarnya.

Selain itu, Iqbal juga akan mempercepat penyelesaian krisis air yang dihadapi oleh masyarakat di Gili Meno. Dia juga berkomitmen akan mempertemukan masyarakat dengan Bupati Lombok Utara untuk membahas persoalan tersebut.

"Ya kami sudah menandatangani semua permintaan masyarakat. Ini masalah yang tidak selesai-selesai. Kita berkomitmen segera cari jalan keluar," tegas Iqbal.

Ketua Lembaga Masyarakat Lingkar Hutan Lestari Rinjani Desa Karang Sidemen, Suparman Hasyim menegaskan bahwa masyarakat telah memperjuangkan hak atas lahan itu selama lebih dari satu dekade tanpa kejelasan dari pemerintah.

"Kami kecewa, tidak pernah ditangani serius persoalan ini. Sekarang kami hanya meminta tanda tangan berita acara (tanda tangan tindak lanjut tuntutan), untuk GTRA yang pak Gubernur sebagai ketuanya," ujarnya

Ia juga menuntut sikap tegas dari pemerintah provinsi terkait kepastian hukum atas tanah yang diklaim warga sebagai hak masyarakat.

"Sudah 13 tahun kami perjuangan nasib kami untuk hak kami atas eks HGU itu, kami minta kejelasannya sekarang, kami mohon sikap tegas dari Pak Gubernur," tegasnya.

Menurut Suparman, pemerintah tidak seharusnya terus berpihak kepada perusahaan, apalagi jika tidak ada dasar hukum yang jelas untuk menahan redistribusi lahan kepada masyarakat.

"Kalau persoalan hukum yang menjadi alasannya sehingga tanah itu tidak berikan kepada kami, sekarang kami tanya landasan hukum yang mana. Padahal sudah jelas itu, jangan terus-terusan membela perusahaan itu," tambahnya.

Kabid Pengadaan Tanah BPN NTB Supriyadi mengatakan pihaknya sangat menghormati hak masyarakat. Dalam pemberian redistribusi lahan tidak akan membedakan hak pada siapa pun.

"Pemerintah bukan sulit membagi tanah. Harus ada dasar hukum yang mana esensi tanah harus jelas. Ini bukan masalah sulit. Ini kita tidak elaborasi hak pembagian. Jangan sampai jadi masalah baru ke depan," katanya.

Dalam redistribusi itu Supriyadi berujar harus dengan hati-hati untuk meminimalisasi adanya gugatan hukum dari berbagai pihak termasuk PT Tresno Kenangan.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: DPR Apresiasi Pencabutan Izin 4 Perusahaan Tambang di Raja Ampat"
[Gambas:Video 20detik]
(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads