Pemkot Mataram Minta Solusi Usai KLH Larang Insinerator Sampah

Pemkot Mataram Minta Solusi Usai KLH Larang Insinerator Sampah

Nathea Citra - detikBali
Senin, 13 Okt 2025 18:17 WIB
Insinerator di TPS Sandubaya, Bertais, Kota Mataram, Rabu (3/9/2025).
Insinerator di TPS Sandubaya, Bertais, Kota Mataram. (Foto: Nathea Citra/detikBali)
Mataram -

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melarang pengelolaan sampah menggunakan insinerator, terutama jika dilakukan tanpa kaidah yang benar atau berskala kecil. Larangan ini menuai tanggapan dari Pemerintah Kota Mataram yang kini tengah menghadapi darurat sampah.

"Harapan kami Kementerian LH bisa membantu kami, dan memaklumi kondisi itu. Harus ada solusi," kata Sekda Kota Mataram, Lalu Alwan Basri, saat dikonfirmasi di ruangannya, Senin (13/10/2025).

Dalam beberapa bulan terakhir, Pemkot Mataram menggunakan insinerator untuk mengolah tumpukan sampah di TPS Sandubaya. Langkah itu diambil karena volume sampah terus meningkat setiap hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat ini, Pemkot Mataram memiliki dua insinerator, masing-masing merupakan hibah dari Pemprov NTB dan bekas milik RSUD dr. H. Moh. Ruslan. Tahun ini, pemkot juga telah menganggarkan pengadaan satu unit insinerator baru senilai Rp 2,5 miliar.

ADVERTISEMENT

"(Imbas larangan Kementerian LH) kita ndak bisa pending, karena kita sudah menganggarkan (insinerator di tahun ini). Kementerian LH sudah menyampaikan kepada kita, tidak melarang, tidak juga menganjurkan (penggunaan insinerator). (Kita jadi bingung) apa yang harus dilakukan pemkot (saat ini), sementara (kita) sedang darurat sampah. Sekarang lagi ada penumpukan," ujarnya.

Satu mesin insinerator diketahui mampu mengolah sekitar 10 ton sampah per hari dengan dua kali shift kerja.


Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol menegaskan larangan penggunaan insinerator untuk pengolahan sampah karena berisiko menimbulkan dampak kesehatan.

"Itu akan menimbulkan penyakit ataupun bencana yang lebih besar daripada sampah itu sendiri," kata Hanif saat dikonfirmasi di acara Pembinaan Penilaian Kinerja Lingkungan Hidup Sektor Perhotelan di Bali, pekan lalu.

Hanif menjelaskan, pembakaran sampah dengan insinerator dapat menghasilkan zat berbahaya berupa dioksin dan furan. Zat ini muncul jika proses pembakaran terjadi pada suhu rendah, di bawah 1.850 derajat celsius.

"Bila mana sampah dibakar secara langsung, sampahnya masuk langsung, tidak ada pembakarnya, dipastikan suhunya tidak akan mencapai segitu. Kalaupun mencapai segitu, terjadi fluktuasi yang sangat tinggi, dan itu dipastikan akan menimbulkan dioksinfuran," jelasnya.

Zat berbahaya tersebut berukuran sangat kecil, hanya beberapa milimikron, sehingga tidak dapat disaring oleh masker biasa. Bahkan, dioksin dan furan dapat bertahan hingga 20 tahun di dalam tubuh manusia.

"Dioksinfuran ini hitungannya, ukurannya milimikron, yang tidak bisa kita saring dengan apapun. Dengan masker pun tidak bisa, dan umurnya sangat panjang, sampai 20 tahun," katanya.




(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads