Video dua siswi Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Lombok Timur yang menghujat menu makan bergizi gratis (MBG) viral di media sosial. Keduanya me-review menu makan bergizi gratis (MBG) yang diterimanya sambil mengucapkan kata-kata tidak pantas dalam bahasa daerah.
Kepala Sekolah SMPN 1 Terara, Muhammad Zaini, membenarkan bahwa dua siswi dalam video tersebut adalah muridnya. Ia menjelaskan video yang berdurasi 23 detik tersebut awalnya dibuat hanya untuk bersenda gurau, tapi menjadi viral setelah diunggah oleh pihak luar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kejadian ini kan insidentil, tidak terencana. Yang mengunggah video ini orang luar sehingga menjadi viral," jelas Zaini ditemui di ruang kerjanya, Jumat (10/10/2025).
Zaini menegaskan pihak sekolah akan memberikan pembinaan dan sanksi kepada siswi dalam video. Namun, ia memastikan tidak akan mengeluarkan mereka dari sekolah.
"Yang jelas kami dari pihak sekolah tidak akan mengeluarkan anak tersebut. Kalau pun siswi kami di sini merasa terbeban oleh bully teman-temanya di sini, kami akan carikan sekolah yang lain. Akan tetapi kalau mereka masih bisa di sini, akan kami berikan pendampingan dan pembinaan," terang Zaini.
Zaini mengungkapkan siswi yang ada dalam video tersebut mengalami broken home. Sehingga menurut Zaini, apa yang dilakukan oleh siswinya tersebut sebagai bentuk mencari perhatian.
"Mereka ini memang anak-anak yang broken home, sehingga kami akan berikan atensi khusus. Kalau menurut saya mereka hanya mencari perhatian saja," ujar Zaini.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Lombok Timur Yuliani menyebut menilai meski para siswi tersebut dianggap pelaku, mereka juga merupakan korban lingkungan dan media sosial. Sehingga ia berjanji akan memberikan atensi khusus.
"Mereka sebenarnya korban juga, korban dari lingkungan, korban dari media sosial, sehingga tidak boleh menghakimi mereka sebagai pelaku, karena usianya masih anak-anak," ucap Yulia.
Yulia menambahkan dua siswi tersebut saat ini mengalami tekanan psikologis akibat video yang viral dan perundungan dari teman sebaya. "Karena sudah viral, mereka saat ini mendapatkan tekanan, tapi trauma sedang tidak terlalu berat, tadi kami sudah cek psikologi mereka juga," terang Yulia.
Ia menyampaikan kepada pihak sekolah untuk tidak memberikan sanksi fisik maupun mengeluarkan siswi tersebut. Sebagai bentuk tanggung jawab moral, ia menyarankan agar mereka menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
"Kami persilahkan pihak sekolah untuk memberikan sanksi sesuai aturan yang ada, tapi jangan sampai yang berbentuk fisik," kata Yulia.
(nor/nor)