Dewan Setujui Ranperda APBD-P NTB 2025, Banggar Beri Banyak Catatan

Dewan Setujui Ranperda APBD-P NTB 2025, Banggar Beri Banyak Catatan

Ahmad Viqi - detikBali
Jumat, 26 Sep 2025 21:15 WIB
Rapat paripurna DPRD NTD persetujuan Ranperda APBD-P 2025, Kamis (26/9/2025).
Rapat paripurna DPRD NTD persetujuan Ranperda APBD-P 2025, Kamis (26/9/2025). (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

DPRD NTB menyetujui rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang perubahan APBD tahun 2025. Meski disetujui, Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB memberi banyak catatan kepada Gubernur Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Indah Dhamayanti Putri terkait pengalokasian APBD-P 2025.

Anggota Banggar DPRD NTB Muhammad Aminurlah alias Maman mengatakan, sesuai Permendagri Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah, Ranperda APBD Perubahan 2025 telah disepakati bersama pemerintah daerah dan DPRD.

"Penyusunan ini berlangsung secara maraton, Banggar DPRD bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mencapai beberapa kesepakatan," katanya dalam rapat paripurna di Kantor Gubernur NTB, Jumat sore (26/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maman menyebut, pendapatan APBD-P 2025 ditargetkan Rp 6,489 triliun. Jumlah ini naik Rp 159 miliar atau 2,52 persen dari APBD murni 2025 sebesar Rp 6,330 triliun.

ADVERTISEMENT

Untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditargetkan Rp 2,809 triliun, naik Rp 298 miliar atau 11,90 persen dari APBD murni Rp 2,510 triliun.

"Kenaikan ini terjadi pada pos-pos pajak daerah sebesar 3,72 persen, retribusi daerah 24,44 persen, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 2,16 persen, dan pada pos lain-lain PAD yang sah sebesar 130,97 persen," ujar politikus PAN asal Bima itu.

Sementara pendapatan transfer Rp 3,498 triliun turun Rp 111 miliar atau 3,08 persen dari APBD murni Rp 3,609 triliun. Adapun pendapatan daerah lain yang sah Rp 182 miliar, turun Rp 28 miliar atau 13,35 persen dari Rp 210 miliar.

Belanja daerah ditargetkan Rp 6,496 triliun, bertambah Rp 264 miliar dari APBD murni Rp 6,232 triliun atau naik 4,24 persen.

Untuk rinciannya, belanja operasional Rp 5,049 triliun, belanja modal Rp 591 miliar, belanja tidak terduga (BTT) Rp 16 miliar, dan belanja transfer Rp 838 miliar.

"Sehingga surplus sebesar Rp 264 miliar. Sedangkan pembiayaan daerah Rp 167 miliar naik sebesar Rp 142 miliar atau 570,70 persen dibandingkan dengan APBD murni 2025 sebesar Rp 25 miliar," tegas Maman.

Pengeluaran pembiayaan daerah sebesar Rp 160 miliar, naik 30,94 persen dari APBD murni Rp 122 miliar. Pembiayaan netto pada APBD-P sebesar Rp 6,8 miliar berasal dari penerimaan pembiayaan Rp 167 miliar.

"Angka ini berasal dari SILPA, dikurangi dengan pengeluaran pembiayaan berupa pembayaran cicilan pokok utang jatuh tempo Rp 152 miliar dan penyertaan modal Rp 8 miliar," katanya.

Catatan Banggar

Maman menekankan kenaikan PAD dua digit harus disusun secara realistis, berbasis potensi riil, bukan sekadar optimisme angka.

"Karena itu, kami meminta pemerintah memperluas basis PAD berkelanjutan, melalui optimalisasi aset strategis daerah, peningkatan dividen BUMD, serta inovasi sumber pajak ramah lingkungan yang berkeadilan tanpa membebani masyarakat," tegasnya.

Dari sisi belanja, Banggar menilai dominasi belanja operasi terlalu besar sehingga mempersempit ruang fiskal untuk belanja modal. Belanja pegawai yang mencapai Rp 2 triliun juga diminta sesuai ketentuan maksimal 30 persen dari total belanja sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).

"Banggar menekankan perlunya peningkatan belanja modal secara signifikan, minimal 15 persen, yang diarahkan pada sektor infrastruktur dasar seperti jalan provinsi, jaringan irigasi, serta pasar rakyat," katanya.

Selain itu, Banggar meminta transparansi penuh soal portofolio utang daerah, termasuk jadwal pembayaran pokok dan bunga. Mereka juga menyoroti rencana penyertaan modal Rp 8 miliar kepada PT Gerbang NTB Emas (GNE).

Maman menambahkan, pengelolaan aset daerah masih menjadi masalah klasik yang harus dibenahi. Dia juga menyoroti penggunaan BTT dalam APBD-P 2025 yang tercatat lebih dari Rp 500 miliar.

"Kami juga memberikan catatan serius terkait penggunaan BTT dalam APBD-P 2025 tercatat mencapai Rp 500 miliar lebih. Ini harus dipertanggungjawabkan secara penuh, baik di depan DPRD maupun di hadapan masyarakat," tegasnya.

Banggar juga meminta APBD-P 2025 diarahkan pada tiga prioritas utama: pengentasan kemiskinan ekstrem, penguatan ketahanan pangan, dan efisiensi belanja.

Selain itu, perhatian diberikan pada persoalan tenaga honorer dan PPPK, termasuk 800 pegawai PPPK paruh waktu yang belum terakomodasi. Sektor kesehatan juga jadi sorotan, terutama peningkatan anggaran RSUD Provinsi NTB yang harus berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pelayanan.

Wakil Gubernur NTB Indah Dhamayanti Putri mengapresiasi masukan Banggar terhadap Ranperda APBD-P 2025.

"Kami mengapresiasi semua anggota dewan telah ikut dalam menyusun APBD-P bersama TAPD. Catatan ini penting untuk kita bersama untuk terus menjadi mitra yang baik," ujarnya.

PDIP Ajukan Nota Keberatan

Empat anggota DPRD NTB dari Fraksi PDI Perjuangan menyampaikan nota keberatan terhadap Ranperda APBD-P 2025. Keempatnya yakni Made Slamet (Dapil I Kota Mataram), Raden Nuna Abriadi (Dapil II Lombok Barat-Lombok Utara), Suhaimi (Dapil VIII Lombok Tengah), dan Abdul Rahim (Dapil V Sumbawa-Sumbawa Barat).

"Nota keberatan kami menyangkut komponen belanja daerah, khususnya belanja BTT dan komponen pembiayaan PT Gerbang NTB Emas (GNE) sebesar Rp 8 miliar," kata Abdul Rahim saat interupsi di hadapan Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda dan Wagub Indah Dhamayanti Putri.

Rahim yang akrab disapa Bram menyebut jawaban Gubernur yang disampaikan Pj Sekda NTB Lalu Moh. Faozal terkait BTT dan PT GNE tidak komprehensif serta tanpa data pendukung.

Menurutnya, penggunaan BTT harus sesuai PP Nomor 12 Tahun 2019 dan hanya diperbolehkan untuk keadaan darurat yang tidak bisa diprediksi, seperti bencana alam, bencana sosial, dan kejadian luar biasa. Namun, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menerbitkan Pergub 06 Tahun 2025 tentang Pergeseran Anggaran yang dua kali menggeser anggaran BTT.

Pergerseran pertama pada 28 Mei 2025 senilai Rp 130 miliar dan pergeseran kedua Rp 210 miliar. Akibatnya, sisa BTT tinggal Rp 160 miliar dari total Rp 500 miliar di APBD murni.

Sementara realisasi penggunaan BTT tercatat Rp 484 miliar lebih, menyisakan sekitar Rp 16 miliar di APBD-P. Bram menilai rincian penggunaan dana tersebut belum pernah dilaporkan secara transparan kepada DPRD.

"Apalagi, dana BTT yang tidak dilaporkan secara transparan akan rentan menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari," katanya.

Selain itu, penyertaan modal Rp 8 miliar ke PT GNE juga ditolak PDI Perjuangan karena tanpa dokumen studi kelayakan usaha, analisis risiko, hingga hasil audit BPK.

"PT GNE hingga kini justru dalam kondisi tidak sehat secara keuangan. PT GNE memiliki tanggungan utang Rp 26,7 miliar, tunggakan pajak Rp 3,13 miliar, serta kerugian usaha Rp 3,37 miliar pada 2024," tegas Bram.

Respons Fraksi Lain

Anggota DPRD NTB dari Partai Gerindra, Iwan Panji, menilai nota keberatan PDIP kurang tepat. Menurutnya, pembahasan BTT Rp 500 miliar seharusnya dilakukan pada paripurna sebelumnya.

"Kalau membahas ini kembali kita mundur lagi," kata Iwan.

Sementara Ketua DPRD NTB Baiq Isvie Rupaeda memastikan nota keberatan PDI Perjuangan tetap dicatat dalam risalah rapat.

"Kita terima apa pun keberatan itu. Intinya kita akan mengawasi belanja-belanja dan apa yang menjadi keputusan hari ini," ujarnya.

"Tidak bisa kita larang ya," tandas Isvie.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Ketua DPRD NTB Buka Suara Usai Gedung Dibakar Massa"
[Gambas:Video 20detik]
(dpw/dpw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads