Puluhan pemuda dan mahasiswa mendatangi tambang galian C di Desa Korleko, Kecamatan Labuhan Haji, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka menyampaikan aspirasi terkait dampak yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan secara berlebihan di daerah tersebut.
Pantauan detikBali, pemuda dan mahasiswa dari kolektif Extinction Rebellion (XR) Lombok melakukan orasi di lokasi galian C sambil membawa spanduk dan poster bertuliskan penolakan dan desakan kepada pemda untuk menghentikan pertambangan. Mereka menilai eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan akan berdampak pada perubahan iklim dan krisis air bersih.
"Eksploitasi sumber daya alam melalui pertambangan galian C secara berlebihan akan berdampak pada perubahan iklim dan krisis air bersih bagi masyarakat lokal dan secara umum wilayah lain di Lombok akan berdampak," kata Lalu Muhammad Guguh Putraji, perwakilan XR Lombok, ditemui detikBali di lokasi, Senin (22/9/2025) sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Guguh mengungkapkan tambang galian C di Desa Korleko selama 13 tahun juga berdampak pada keruhnya air sungai yang menyebabkan irigasi pertanian di tempat tersebut menjadi terganggu. Air sungai yang dipakai petani mengirigasi sawah sudah keruh berwarna cokelat.
Puluhan lokasi tambang galian C di Desa Korleko, jelas Guguh, beberapa di antaranya telah melanggar analisis dampak lingkungan (amdal), seperti membuang limbah secara langsung ke daerah aliran sungai (DAS) Kali Rumpang. Walhasil, sungai itu kini tercemar.
"Pemerintah selama ini menutup mata dari dampak yang ditimbulkan selama ini, bahkan saya dengar desas desus juga adanya oknum aparat juga yang menjadi pemilik tambang, ke mana mereka ketika ada pelanggaran Amdal?" keluh Guguh.
Andri, salah satu warga Desa Korleko, mengakui permasalahan yang dihadapi selama ini sudah sering disampaikan kepada pemerintah, baik di Pemprov NTB maupun Pemkab Lombok Timur. Menurutnya, pemerintah lebih berpihak kepada para pemilik tambang ketimbang masyarakat lokal.
"Sudah sering kami demo, hearing juga ke DPR, tetapi tidak pernah ada solusi. Kondisi air kami di sini tetap keruh. Bahkan, Bupati Lombok Timur lebih memilih berdialog dengan para penambang dan berjanji akan mempermudah izin tambang dengan alasan meningkatkan pendapatan daerah, sedangkan kami yang terdampak tidak pernah diajak diskusi," keluh Andri.
Lokasi galian C di sepanjang Sungai Kali Rumpang, jelas Andri, membuat petani setempat terganggu. Sumur-sumur warga juga menjadi kering disebabkan pori-pori tersumbat oleh lumpur limbah dari galian C. Hasil panen petani juga menurun karena kualitas air irigasI tidak bagus karena bercampur lumpur dan batu karang.
Padahal, waktu Andri masih anak-anak, sebelum adanya tambang galian C di desanya, masyarakat menjadikan Sungai Kali Rumpang sebagai tempat mandi dan sumber air bersih. Bahkan, ikan dan kepiting juga banyak di kali tersebut.
"Tetapi, kalau sekarang untuk cuci kaki saja sepertinya kami tidak bisa di sini karena sudah bercampur lumpur, apalagi untuk mandi," ucap Andri.
(hsa/hsa)