Kementerian Kehutanan (Kemenhut) merespons polemik atas rencana PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) membangun 619 unit fasilitas, sarana dan prasarana (sarpras) wisata di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Fasilitas dan sarpras yang dibangun itu terdiri dari 448 unit vila. Sisanya restoran, gym, spa, kapela untuk pernikahan, dan fasilitas lainnya.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Luar Negeri Kemenhut, Krisdianto, menjelaskan pengusahaan wisata alam merupakan amanah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 yang dapat dilakukan di zona pemanfaatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PT. KWE merupakan pemegang izin usaha sarana pariwisata alam sejak tahun 2014 melalui SK Menteri Kehutanan No:SK.796/Menhut-II/2014. PT KWE memiliki lokasi izin usaha sarana di zona pemanfaatan Pulau Padar. Hingga saat ini belum ada pembangunan fasilitas dan sarana dan prasarana (sarpras) pariwisata oleh PT KWE di Pulau Padar.
"Sampai dengan saat ini belum ada aktivitas pembangunan sarana dan prasarana wisata alam," tegas Krisdianto melalui siaran pers, Rabu (6/8/2025).
Mengacu pada rencana yang ada, jelas Krisdianto, luas pembangunan sarpras wisata oleh PT KWE sangat terbatas. Yakni hanya kurang lebih 15,375 hektare (Ha) atau 5,64 % dari 274,13 ha total perizinan berusaha di Pulau Padar.
"Bukan 426 ha sebagaimana yang diberitakan. Pembangunan dilakukan bertahap dalam lima tahap dan dibagi dalam tujuh blok lokasi," ujar Krisdianto.
Terkait dengan rencana tersebut, Krisdianto menyebut saat ini masih pada tahap konsultasi publik atas dokumen Environmental Impact Assessment (EIA) atau analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal) sesuai standar Konvensi Warisan Dunia (World Heritage Convention/WHC) dan Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature (IUCN). Ia menegaskan pemerintah tidak akan mengizinkan pembangunan apa pun sebelum dokumen EIA ini disetujui oleh WHC dan IUCN.
"(Tidak diizinkan karena) sebagai bagian dari komitmen terhadap perlindungan Outstanding Universal Value (OUV) situs warisan dunia," ujar dia.
Terkait kajian dampak, Krisdianto menjelaskan telah dilakukan secara ilmiah dan partisipatif. Dokumen EIA disusun oleh tim ahli lintas disiplin, dan telah dikonsultasikan secara terbuka bersama para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, tokoh masyarakat, LSM, pelaku usaha, dan akademisi dalam forum konsultasi publik di Labuan Bajo pada 23 Juli 2025.
Ia mengatakan pemerintah akan memastikan bahwa setiap pembangunan tidak akan berdampak negatif terhadap kelestarian komodo dan habitatnya. Evaluasi terhadap OUV, baik dari aspek ekologi, lanskap, hingga sosial-budaya, menjadi dasar utama dalam seluruh proses penilaian.
Pemerintah akan terus berkomitmen terhadap rekomendasi UNESCO. Dokumen EIA merupakan respon terhadap mandat dari hasil Reactive Monitoring Mission TN Komodo 2022, serta keputusan resmi Sidang WHC ke-46 (Riyadh, 2023) dan WHC ke-47 (Paris, 2025).
"Pembangunan hanya dapat dilakukan jika seluruh rekomendasi EIA dipenuhi dan tidak ada risiko terhadap integritas situs warisan dunia," tegas Krisdianto.
Ia menuturkan Kemenhut menghargai perhatian publik terhadap keberlanjutan dan kelestarian satwa Komodo dan Pulau Padar. Ia pun mengajak seluruh pihak untuk menunggu proses penilaian internasional yang tengah berjalan, serta menghindari penyebaran informasi yang tidak akurat dan berpotensi menyesatkan publik.
DPRD Menentang
Anggota DPRD Kabupaten Manggarai Barat, Hasanudin, menentang rencana proyek pembangunan 619 fasilitas pariwisata di Pulau Padar. Hasanudin mendesak proyek tersebut dikaji ulang secara menyeluruh karena mengancam habitat komodo dan merusak keseimbangan ekosistem kawasan konservasi.
"Proyek ini harus dikaji ulang. Pulau Padar itu kawasan konservasi, tempat hidup Komodo. Aktivitas satwa pasti akan terganggu. Tidak boleh ada pembangunan masif di wilayah yang masuk zona Taman Nasional," tegas Hasanudin dalam keterangannya, Rabu (6/8/2025).
"Pulau Padar merupakan habitat penting bagi komodo dan bagian dari sistem ekologi TNK yang dilindungi secara nasional dan internasional. Pembangunan skala besar di kawasan tersebut bertentangan dengan prinsip konservasi dan perlindungan warisan dunia," lanjut dia.
Politikus partai Perindo itu juga menyoroti aspek lingkungan yang rawan terdampak pembangunan proyek tersebut. Terutama potensi pencemaran laut akibat limbah dari vila-vila yang direncanakan dibangun.
"Amdal proyek ini harus diperjelas. Jangan sampai limbah rumah tangga dari vila dibuang ke laut. Itu akan mencemari perairan Pulau Padar yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat dan pusat keindahan bawah laut," kata Hasanudin.
Ia mengatakan Pulau Padar merupakan destinasi favorit wisatawan karena panorama alamnya yang indah. Sebagai bagian dari kawasan Taman Nasional Komodo, kawasan tersebut berstatus situs warisan dunia (world heritage site) oleh UNESCO pada 2021.
Hasanudin juga mengingatkan bahwa sejak 2021, UNESCO dan Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN) telah mengeluarkan peringatan agar proyek-proyek yang membahayakan nilai warisan dunia di kawasan Taman Nasional Komodo, dihentikan. Hasanudin tak ingin Taman Nasional Komodo dirusak oleh korporasi.
"UNESCO dan IUCN telah mengeluarkan peringatannya, karena memang merupakan warisan dunia, dan ini wilayah kami serta tanah kami yang harus dijaga dengan baik-baik. Kami tidak ingin hanya karena kepentingan korporasi, justru mengorbankan banyak hal di Kabupaten Manggarai Barat ini," tandas Hasanudin.
(nor/nor)