478 Anak di Dompu Menikah di Bawah Umur Sejak 2023

478 Anak di Dompu Menikah di Bawah Umur Sejak 2023

Faruk - detikBali
Rabu, 04 Jun 2025 11:04 WIB
TOPSHOT - A young actress plays the role of Giorgia, 10, forced to marry Paolo, 47, during a happening organised by Amnesty International to denounce child marriage, on October 27, 2016 in Rome.  / AFP / GABRIEL BOUYS        (Photo credit should read GABRIEL BOUYS/AFP via Getty Images)
Ilustrasi Pernikahan di Bawah Umur. (Foto: AFP via Getty Images/GABRIEL BOUYS)
Dompu -

Sebanyak 478 anak di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), menikah di bawah umur selama periode 2023 hingga 2025. Pernikahan mereka dilakukan setelah memperoleh dispensasi dari pengadilan agama.

"Data 2023-2024 sebanyak 461 anak itu sudah mendapat dispensasi setelah dilakukan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) oleh tenaga psikologi, sosial, dan kesehatan," ungkap Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak (PHA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Dompu, Yayat Nurhidayat kepada detikBali, Rabu (4/6/2025).

Yayat menyebutkan, pada 2023 tercatat sebanyak 297 anak menikah dini. Jumlah tersebut menjadikan Dompu sebagai salah satu daerah dengan angka pernikahan dini tertinggi di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tahun berikutnya, yakni 2024, jumlah kasus menurun menjadi 164 anak. Penurunan ini menjadikan Dompu sebagai daerah dengan kasus pernikahan dini tertinggi kedua se-NTB.

"Tahun 2024 Dompu bisa menurunkan hampir 50 persen dengan kasus 164 anak. Untuk data tahun 2025 dari Januari-Juni, ada 17 anak yang minta keterangan untuk dispensasi," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Yayat, wilayah dengan kasus pernikahan anak tertinggi berada di Kecamatan Woja dan Kecamatan Dompu. Ia menyebut, salah satu penyebab utamanya adalah pergaulan bebas yang berujung pada kehamilan di luar nikah.

Selain itu, faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, tekanan sosial, serta penggunaan media sosial yang tidak terkontrol turut memicu tingginya angka pernikahan anak di Dompu.

Pemerintah daerah, lanjut Yayat, terus berupaya menekan angka tersebut dengan melakukan sosialisasi dan program pencegahan. Upaya itu dilakukan demi menghindari dampak lebih luas, seperti kemiskinan ekstrem dan stunting.

"Kenakalan anak dan remaja dalam hal ini perkawinan anak bukan tanggung jawab semata pemerintah saja, tetapi tanggung jawab bersama," tuturnya.




(dpw/dpw)

Hide Ads