Berdemonstrasi di DPRD NTB, Ratusan Nelayan Tolak Pemasangan VMS

Sui Suadnyana, Ahmad Viqi - detikBali
Kamis, 16 Jan 2025 11:58 WIB
Foto: Ratusan nelayan dari Lombok Timur berdemonstrasi di Kantor DPRD NTB, Kamis siang (16/1/2025). (Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Ratusan nelayan di Lombok Timur berdemonstrasi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka menolak pemasangan vessel monitoring system (VMS) pada kapal-kapal mereka.

Ketua Forum Nelayan Lombok (Fornel), Rusdi Ariobo, mengatakan seluruh nelayan di Lombok Timur menolak pemasangan VMS pada kapal karena biaya dan operasionalnya mahal. Walhasil, pemasangan VMS sangat memberatkan nelayan kecil.

"Kami anggap teknologi ini lebih relevan untuk kapal besar, sedangkan kapal nelayan kecil tidak memiliki potensi pelanggaran yang signifikan," ujar Rusdi di depan gedung DPRD NTB, Kamis (16/1/2025).

Menurut Rusdi, VMS sering mengalami gangguan teknis dan menghambat operasional nelayan. Dia meminta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 42/PERMENKP/2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan berukuran lebih dari 30 gross tonnage (GT) yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPN RI) dicabut.

"Kami minta dicabut kewajiban pemasangan VMS untuk kapal kecil. Ganti dengan metode pengawasan berbasis komunitas nelayan atau teknologi sederhana yang lebih murah," tegas Rusdi.

Setiawan, asal Labuan Lombok Timur, mengatakan nelayan juga menolak pembatasan kuota penangkapan ikan selain menolak pemasangan alat VMS. Pembatasan penangkapan ikan dinilai akan membatasi penghasilan nelayan yang bergantung pada hasil tangkapan harian.

"Kebijakan ini lebih menguntungkan perusahaan besar dan merugikan nelayan kecil. Usul kami cabut kebijakan kuota penangkapan ikan untuk kapal kecil," tegas Setiawan.

Setiawan juga meminta agar zona penangkapan ikan lebih dari satu wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dicabut. Menurut dia, zona penangkapan ikan yang terbatas pada satu WPP sangat merugikan nelayan.

"Kami meminta izin untuk menangkap ikan di lebih dari satu WPP karena nelayan sering mengikuti migrasi ikan yang tidak terbatas pada satu WPP," tegas Setiawan.

Tak hanya itu, para nelayan juga menolak penarikan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 5% yang diberlakukan pemerintah. "Kami minta diturunkan menjadi 2,5 persen," pinta Setiawan.

Setiawan menilai besaran PNBP yang diberlakukan itu mencekik pendapatan nelayan. Sebab, harga acuan ikan tuna diturunkan dari Rp 14 ribu menjadi Rp 10 ribu. Ikan albacore diturunkan dari Rp 14 ribu menjadi Rp 5 ribu dan cakalang diturunkan dari Rp 9 ribu menjadi Rp 5 ribu.

"Harga acuan ikan ini terlalu tinggi tidak sesuai dengan harga pasar sehingga harga tangkapan nelayan dinilai rendah," ujar Setiawan.

Setiawan menegaskan pemerintah juga perlu memberikan izin pengangkutan ikan dari pulau-pulau kecil. Banyak hasil tangkapan di pulau-pulau kecil tidak dapat dijual karena larangan pengangkutan.

"Larangan ini merugikan nelayan yang menggantungkan hidup pada daerah tangkapan di pulau-pulau kecil. Kami minta aturan yang melarang pengangkutan ikan dari pulau-pulau kecil ini segera direvisi," tegas Setiawan.

Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD NTB, Surya Bahari, mengatakan semua tuntunan para nelayan akan segera ditinjau. Para nelayan siap diterima kembali pada Selasa (21/1/2025).

Menurut Surya, semua tuntutan para nelayan akan diserahkan ke Komisi II DPRD NTB untuk dipelajari. Sehingga, semua tuntunan para nelayan segera disikapi oleh para wakil rakyat.

"Ya mana yang disikapi yang ditanggapi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jadi, kami akan siapkan tempat hari Selasa diterima langsung komisi II DPRD NTB," ungkap Surya.



Simak Video "Video: Kisah Nelayan Peru Bertahan Hidup 95 Hari di Samudra Pasifik, Makan Kecoak-Burung"

(iws/iws)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork