Puluhan guru pendidikan agama (PAI) menggeruduk gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Barat (NTB). Mereka menuntut agar insentif tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 segera dibayar oleh pemerintah.
Para guru yang datang ke kantor DPRD NTB itu ditemui oleh Komisi V DPRD NTB di ruang Rapat Paripurna DRPD NTB, Selasa (7/1/2025) sore. Ketua Dewan Pengurus Wilayah Asosiasi Guru PAI NTB, Sulman Haris, meminta Komisi V DPRD Provinsi NTB mencari solusi pemenuhan semua hak guru PAI, baik PNS dan non-PNS. Mereka belum memperoleh tunjangan THR dan gaji ke-13 selama dua tahun, yakni 2023 dan 2024.
"THR itu belum dibayar 50 persen tahun 2023. Tahun 2024 itu belum 100 persen. Yang sudah itu guru PAI di tingkat TK, SD, dan SMP," kata Sulman seusai hearing bersama seluruh anggota dan ketua Komisi V DPRD NTB di DPRD NTB, Selasa (7/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sulman menyebut dari 8.000 guru PAI di NTB, sebanyak 3.000 orang di antaranya telah mendapatkan THR dan gaji ke-13. Guru yang telah mendapatkan insentif berasal dari guru TK, SD, dan SMP di Kabupaten Sumbawa, Mataram, Lombok Utara, dan Sumbawa Barat.
"Semua itu dibayar dengan pola tambahan penghasilan pegawai (TPP). Sisanya itu ada enam kabupaten belum," katanya.
3.000 guru tersebut telah memiliki sertifikasi dan telah dibayarkan haknya. Namun, untuk 5.000 guru PAI yang mengajar di SMA, SMK, dan SLB belum mendapatkan haknya.
Jika mengacu pada aturan, Sulman berujar, tunjangan profesi atau sertifikasi guru seharusnya diberikan sesuai dengan besaran gaji pokok. Aturannya mengacu pada PP Nomor 15 Tahun 2023 dan PP Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas kepada Aparatur Negara, Pensiunan, Penerima pensiun, dan Penerima Tunjangan Tahun 2023.
"Aturan jelas di sana, tapi kami guru PAI justru hanya menjadi penonton saja. Sampai saat ini ribuan guru PAI di NTB belum mendapat kepastian kapan dan bagaimana hak-hak mereka dapat terpenuhi. Terutama yang mengajar di SMA, SMK, dan SLB yang berada di bawah binaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB," ujarnya.
Sulman mencontohkan untuk guru PAI yang berada di Kabupaten Lombok Tengah dan Kota Mataram telah mendapatkan bayaran sebesar 50 perse dari TPG Tahun 2023. Sedangkan pada 8 kabupaten kota lain di NTB, guru PAI yang mengajar di SD dan SMP dan guru PAI mengajar di SMA, SMK dan SLB belum mendapatkan bayaran.
"Kami tahu penyelenggara TPG guru PAI sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 164/PMK.05/2010. Dalam hal ini antara dinas Pendidikan dan Kanwil Kemenag NTB, satu sama lain terkesan saling melempar tanggung jawab dengan alasan administrasi dan birokrasi," tegasnya.
Sulman mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk memberikan kejelasan informasi tentang waktu, mekanisme, pihak, dan bagaimana pemenuhan hak-hak guru PAI tersebut. "Kami minta segera mendapatkan kejelasan. Dan kami meminta DPRD NTB mengawal, memfasilitasi proses penyelesaian permasalahan yang dihadapi guru pendidikan agama Islam NTB saat ini sampai tuntas," tandas Sulman.
Ketua Komisi V DPRD NTB Lalu Sudiartawan akan memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan perwakilan Kanwil Kemenag NTB. "Ini kan pemahaman terhadap regulasi ini masih ada multitafsir ya. Untuk itu besok kami laporkan ke Pimpinan DPRD dan panggil Dikbud dan Kemenag," katanya.
Jika belum ada titik temu atau solusi terkait dinas mana yang memiliki kewajiban untuk membayar hak para guru, maka DPRD akan melaporkan itu ke kementerian Keuangan RI. "Kami akan konsultasi ke Kemenkeu dengan adanya regulasi yang masih dua kaki tadi. Insyaallah mudahan kami bisa ikut dari forum," kata Sudiartawan.
Sudiartawan menegaskan aturan pembayaran insentif THR dan gaji ke-13 semua guru PAI itu harus jelas. Aturan yang dimaksud tidak boleh tumpang tindih antara dinas satu dan yang lain.
"Ini tidak boleh aturan dua kaki (tumpang tindih). Dua tahun tidak dibayar kan kasihan. Ini Kami akan bahas sampai tuntas. Mudah-mudahan secepatnya," tanda Sudiartawan.
(nor/nor)