Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram membutuhkan anggaran sekitar Rp 145 miliar untuk membangun riprap atau pemecah gelombang di sepanjang 9 kilometer garis pantai Kota Mataram. Garis pantai yang mencakup kawasan Bintaro, Ampenan, hingga Mapak di Sekarbela ini berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Mataram Lale Widiahning menjelaskan anggaran sebesar itu belum tersedia. Oleh karena itu, Pemkot Mataram memerlukan dukungan pihak lain untuk merealisasikan proyek tersebut.
"Kalau misalkan (anggaran) natural dari PUPR mungkin lama, makanya kami langsung ke dewan (DPR/DPRD), biar langsung diintervensi. Yang jelas kalau disuarakan lewat anggota dewan lebih cepat, harapan kami itu. Intinya optimistis," kata Lale saat dikonfirmasi detikBali, Minggu (5/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Lale, pihaknya telah menyerahkan usulan tersebut kepada dua anggota dewan dari partai NasDem dan Gerindra untuk diteruskan ke pemerintah pusat.
"Kami juga serahkan ke pihak BWS (Balai Wilayah Sungai). Jadi mana-mana yang duluan disetujui pusat. Harapan kami bisa diteruskan ke pusat melalui dewan di Komisi V yang berkecimpung (langsung) di pembangunan," imbuhnya Lale.
Sebelumnya, Pemkot Mataram telah mengajukan proposal pembangunan riprap ke Kementerian PUPR. Namun, hingga kini belum ada respons. Dengan keterlibatan anggota dewan, Pemkot berharap proposal tersebut segera mendapat persetujuan.
Jika riprap dapat terbangun, masyarakat yang tinggal di sekitar pantai tidak lagi diterpa banjir rob saat cuaca ekstrem.
Beberapa pekan terakhir, cuaca ekstrem menyebabkan banjir rob yang merusak sejumlah rumah warga di kawasan pantai Kota Mataram. Ratusan kepala keluarga (KK) di Ampenan terpaksa mengungsi akibat genangan air yang merendam permukiman mereka.
Dengan kondisi ini, pembangunan pemecah gelombang menjadi semakin mendesak untuk melindungi masyarakat dan infrastruktur di sepanjang garis pantai Kota Mataram.
(dpw/dpw)