Walhi Beberkan 30 Ribu Hektare Bukit di Bima-Dompu Jadi Lahan Jagung

Walhi Beberkan 30 Ribu Hektare Bukit di Bima-Dompu Jadi Lahan Jagung

Ahmad Viqi - detikBali
Senin, 30 Des 2024 21:43 WIB
Direktur Walhi NTB Amri Nuryadin ditemui di Kota Mataram, Senin (30/12/2024). (Ahmad Viqi/detikBali).
Foto: Direktur Walhi NTB Amri Nuryadin ditemui di Kota Mataram, Senin (30/12/2024). (Ahmad Viqi/detikBali).
Mataram - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memberikan atensi khusus alih fungsi lahan kawasan perbukitan menjadi lahan jagung di Kabupaten Dompu dan Bima. Walhi mencatat lebih dari 30 ribu hektare kawasan perbukitan di dua kabupaten itu berubah menjadi area tanam jagung.

"Ini kerap menimbulkan bencana banjir. Terakhir banjir terjadi di Dompu dan Bima pekan kemarin," ujar Direktur Walhi NTB, Amri Nuryadin, ditemui di Kota Mataram, Senin (30/12/2024).

Amri menegaskan program Pijar (sapi, jagung, dan rumput laut) sejak era Tuan Guru Bajang Zainul Majdi hingga ke Zulkieflimansyah dianggap kebablasan. Alih fungsi lahan yang masif membuat dua daerah itu kerap terjadi bencana banjir.

"Pencanangan program Pijar ini kebablasan. Itu menjadi perhatian negara tidak kemudian menyalahkan petani. Kenapa? Karena negara yang kemudian memberikan satu ruang dan kesempatan mengelola hutan," tegas Amri.

Sejak progam Pijar dimulai pada 2013 hingga 2023, alih fungsi lahan kawasan hutan di Dompu, Bima, hingga ke Lombok Timur wilayah selatan tidak terkontrol. Sebabnya lebih dari 200 ribu hektar kawasan hutan berubah menjadi lahan tanam jagung.

"Selama ini tidak dilakukan pengawalan. Petani kita dijejali dengan program tadi. Yang kemudian tidak ada pembatasan dari Pemda setempat," ujarnya.

Walhi menyarankan alih fungsi lahan melalui program Pijar itu harus diversifikasi. Kenapa? Amri melanjutkan agar petani atau masyarakat tidak menjadi korban banjir dan tanah longsor.

"Kawasan hutan harus terjaga. Kami memberi masukan ini diberikan pembatasan. Kami tidak bilang ini tidak menguntungkan petani. Tapi lakukan pembatasan. Kebijakan pembatasan wilayah mana yang harus dibatasi," saran Amri.

Maraknya alih fungsi lahan di Kabupaten Dompu, Bima, dan Lombok Timur, harus dilakukan recovery atau dipulihkan. Amri menegaskan negara melalui pemerintah daerah bertanggung jawab memulihkan lahan.

"Catatan Walhi, kalau melihat program Pijar ini sudah 200 ribu hektare sampai di Lombok Timur ini sudah dalam kondisi darurat," katanya.

"Dari hutan saja sudah rusak. Daratan sudah rusak," sambung Amri.

Program lain yang patut diantisipasi yang dapat mengubah kawasan sempadan pantai di NTB itu berada di program prioritas pariwisata dan pertambangan. Salah satu kawasan pariwisata yang disinyalir akan menimbulkan masalah ialah pembangunan KEK Mandalika.

"Kita tahu pembangunan KEK Mandalika ini keuntungannya apa? Hosting fee saja kewalahan kita bayar sampai Rp 241 miliar. Keuntungan apa didapatkan?" ujar Amri mempertanyakan.

Amri mengatakan dalam data Badan Pertanahan Negara (BPN), rata-rata masyarakat NTB menguasai lahan sebesar 0,3 hektare di masing-masing kepala keluarga. Hal itu menandakan masyarakat NTB jauh dari kata kesejahteraan.

"Kenapa? Karena ini dikuasai oleh perusahaan. Ini harus menjadi atensi kita bersama," tandas Amri.


(hsa/iws)

Hide Ads