DPRD angkat bicara perihal penetapan tersangka 6 mahasiswa merusak gerbang gedung dewan saat melakukan unjuk rasa menentang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan tolak pembahasan ulang revisi Undang-Undang (UU) Pilkada pada 23 Agustus lalu. DPRD mengeklaim sudah membahas hal ini, namun belum ada kesepakatan untuk mencabut laporan di kepolisian.
"Itu sudah dibahas kemarin ya walaupun kami belum dilantik meskipun tidak resmi, di tataran pimpinan dan ketua fraksi sudah dibahas," kata Wakil Ketua DPRD NTB Lalu Wirajaya di Mataram, Rabu (16/10/2024).
Pihaknya mengaku bakal mencari solusi terbaik atas keputusan penetapan tersangka tersebut. "Kami bersepakat ini menjadi atensi, kami akan berupaya mencari solusi terbaik, karena Ibu Ketua (Isvie Rupaeda) juga menyampaikan bahwa proses tersangka kepada mahasiswa ini perlu dilihat bahwa mereka anak-anak kita semua. Kami harus pikirkan masa depan mereka," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, politikus Partai Gerindra itu mengaku, saat ini belum ada kesepakatan untuk mencabut laporan. Keputusan itu menurutnya akan dibahas dalam rapat pimpinan bersama fraksi dalam waktu dekat.
"Kami belum sampai ke sana (cabut laporan) tetapi yang jelas di forum itu kesepakatannya kami akan mencari jalan keluar terbaik. Karena kami berpandangan bahwa masa depan adik-adik kita adalah yang utama," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, enam mahasiswa di Kota Mataram ditetapkan sebagai tersangka perusakan pagar gedung DPRD NTB. "Benar, sementara yang ditetapkan enam orang tersangka," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Syarif Hidayat saat dikonfirmasidetikBali, Selasa (15/10/2024).
Keenam mahasiswa tersebut, yakni Hazrul Falah, Muhammad Alfarid, Mavi Adiek Garlosa, Deny Ikhwal Al Ikhsan, Kharisman Samsul dsn Rifki Rahman. Mereka terdiri dari lima mahasiswa Universitas Mataram (Unram) dan seorang mahasiswa Institut Studi Islam Sunan Doe, Lombok Timur.
Syarif mengungkapkan penetapan tersangka dilakukan setelah mengantongi alat bukti yang cukup. Para mahasiswa itu, Syarif berujar, dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang perusakan fasilitas yang dilakukan secara bersama-sama.
"Kami menangani kasus ini berangkat dari adanya laporan pihak DPRD NTB," imbuhnya.
Joko Jumadi, penasihat hukum keenam mahasiswa itu, menegaskan akan mendampingi proses hukum yang bergulir di Polda NTB. Ia menyayangkan penetapan tersangka terhadap mahasiswa tersebut.
Menurut Joko, kasus yang menjerat keenam mahasiswa itu tak seharusnya dibawa ke ranah hukum. "Kasus sepele ini kok dikriminalisasi. Ada urusan yang bisa diurus dibandingkan kerusakan engsel pintu gerbang," kata dia.
Dosen Fakultas Hukum itu masih menunggu surat tugas dari kampus terkait untuk membantu proses hukum keenam mahasiswa tersebut. Ia berharap kasus tersebut tak sampai mengganggu proses kuliah para tersangka. "Harapan kami kampus bisa menyelesaikan ini. Ini kami sedang sama teman-teman mahasiswa konsolidasi soal penetapan tersangka ini," pungkas Joko.
(dpw/dpw)