Kekerasan Perempuan-Anak Marak di NTT, Capai 277 Kasus hingga Agustus 2024

Kekerasan Perempuan-Anak Marak di NTT, Capai 277 Kasus hingga Agustus 2024

I Wayan Sui Suadnyana, Simon Selly - detikBali
Kamis, 29 Agu 2024 23:30 WIB
Kepala Dinas DP3A NTT, Ruth Laiskodat saat memberikan keterangan kepada awak media di Kupang, Kamis (29/8/2024). (Simon Selly/detikBali)
Foto: Kepala Dinas DP3A NTT, Ruth Laiskodat saat memberikan keterangan kepada awak media di Kupang, Kamis (29/8/2024). (Simon Selly/detikBali)
Kupang - Kekerasan terhadap perempuan dan anak marak terjadi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Terdata ada sebanyak 227 kasus hingga Agustus 2024. Jumlah kasus pada 2024 diprediksi bisa melebihi tahun sebelumnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) NTT, Ruth Laiskodat, mengatakan ada sebanyak 323 kasus pada Januari hingga Desember 2023. Jumlah itu didominasi kasus kekerasan terhadap anak.

"Artinya apa? Bila Agustus tahun ini sudah 227 kasus, berarti kekerasannya sangat meningkat," jelas Ruth, di Kupang, Kamis (29/8/2024).

Ruth mengungkapkan ada enam jenis kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak di NTT. Berbagai kekerasan itu berupa fisik, psikis, penelantaran, pemerkosaan, persetubuhan hingga pelecehan seksual.

Mirisnya kasus-kasus ini terjadi dalam rumah tangga atau kerabat korban. "Ini di dalam rumah tangga. Ada lagi kekerasan anak di luar rumah tangga," lanjutnya.

Jenis kasus terendah, kata Ruth, yakni terkait hak asuh anak, tindak pidana perdagangan orang, dan kasus anak berhadapan dengan hukum.

Ruth menambahkan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan seperti fenomena gunung es. Diperlukan banyak korban yang bisa melapor agar dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.

"Khusus untuk anak-anak yang mendapat kekerasan akan didampingi oleh psikolog klinis. Kami ada tokoh agama, pekerja sosial, dan psikolog klinis yang bekerja sama dengan kita supaya proses hukum cepat P21," papar Ruth.

Ruth menerangkan para pelaku kekerasan bisa mendapat hukuman pidana 15 tahun, bahkan bisa 24 tahun. Ia pun mengapresiasi aparat penegak hukum terkait kasus kekerasan perempuan dan anak di NTT.

"Bila terkena pasal berlapis, maka tambah sepertiga dari pidana 15 tahun jadi bisa 20 tahun lebih. Masyarakat harus tahu ini karena kekerasan terjadi oleh orang-orang terdekat sendiri," jelasnya.


(iws/iws)

Hide Ads