Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lombok Tengah berkukuh melanjutkan proses pengajuan penundaan terhadap anggota DPRD terpilih, Mahrup. Politikus PKS itu ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) pada Bank Syariah Indonesia (BSI) tahun 2021-2022.
"Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2024 pada Pasal 49 Ayat 4 disebutkan di situ. Kami di KPU itu berkewajiban untuk mengusulkan penundaan pelantikan kepada gubernur melalui Bbpati," kata Ketua KPU Lombok Tengah Hendri Harliawan kepada detikBali, Senin (26/8/2024).
Hal itu ditegaskan Hendri untuk menjawab pernyataan dari Ketua DPRD Lombok Tengah M Tauhid yang menyebut bahwa Mahrup berhak dilantik berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 12 tahun 2018. Bahkan, ia menegaskan bahwa pihaknya sudah dipanggil oleh Biro Hukum Pemprov NTB.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada tanggal berapa itu kemarin kami diundang oleh pihak provinsi dalam hal menafsirkan itu (PKPU). Tetapi kembali lagi, tidak dalam rangka punya wewenang untuk kemudian menunda, yang punya kewenangan itu pemerintah provinsi," ujarnya.
Hendri enggan berkomentar jauh ihwal persoalan itu. Ia menegaskan PKPU Nomor 6 Tahun 2024 itu merupakan produk hukum yang berkekuatan tetap. Hanya saja, jika akan disanggah dengan PP Nomor 12 Tahun 2018, ia memilih untuk menunggu keputusan gubernur.
"Hanya saja kewajiban kami itu untuk mengusulkan yang bersangkutan penundaan pelantikan ke Pemprov melalui Bupati. Soal diterima atau tidak itu urusan pemprov," imbuhnya.
Hendri juga menyampaikan balasan surat dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Tengah. Pemkab, ujar Hendri, tak bisa mengambil keputusan terkait hal itu.
"Pemda tidak bisa memberikan jawaban karena ada dua aturan yang mengikat, dan surat itu sudah sampai di provinsi," tegasnya.
Terpisah, Ketua DPRD Lombok Tengah M Tauhid mengatakan aturan soal caleg berstatus sebagai tersangka bisa dilantik itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
"Ini pemberhentian sementara saja dulu, tetap dilantik nanti kalau sudah jadi terdakwa baru akan diberhentikan sementara. Itu sudah diatur," katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Tauhid terkait adanya dua aturan yang berbeda. Ia pun memilih untuk menunggu keputusan Pemprov NTB.
"Saya juga tidak tau secara hierarki mana yang lebih tinggi. Tetapi kita tunggu saja apa keputusan dari gubernur nanti apakah yang bersangkutan (Mahrup) bisa dilantik atau tidak," pungkasnya.
(dpw/dpw)