Pemilik kapal wisata di Labuan Bajo, Matheus Frederikus Oncok, mengungkapkan kegeramannya terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia mengeluhkan banyaknya pungutan pajak tak diimbangi dengan fasilitas yang dibutuhkan kapal wisata.
"Selama ini, daerah, maaf saya katakan daerah terlalu banyak meminta," kata Matheus di Labuan Bajo, Kamis (4/4/2024).
Hal itu diungkapkan Matheus saat sesi dialog Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Bupati Manggarai Barat Nomor 5 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Barang dan Jasa Tertentu Atas Penyediaan Makanan dan/atau Minuman serta Jasa Perhotelan di Atas Air di Kabupaten Manggarai Barat. Kegiatan tersebut berlangsung di Aula Kantor Bupati Manggarai Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sosialisasi ini juga membahas rencana pemungutan pajak jasa akomodasi perhotelan dan pajak makan minum kapal wisata yang beroperasi di perairan Labuan Bajo. Dalam pertemuan itu, Matheus juga meminta Pemkab Manggarai Barat untuk membangun fasilitas galangan kapal atau tempat pembuatan, perbaikan dan perawatan kapal.
Selama ini, Matheus melanjutkan, perbaikan dan perawatan kapal lebih banyak dilakukan di luar Labuan Bajo. Walhasil, pemilik kapal mengeluarkan uang lebih banyak.
Pemilik kapal wisata Cahaya Lusia itu mengatakan usia kapal menjadi lebih lama jika ada galangan kapal di Labuan Bajo. Sebab, pemilik kapal bisa melakukan perbaikan dan perawatan secara rutin. Selain itu, Matheus berujar, biaya perbaikan dan perawatan lebih murah dari pada dilakukan di galangan kapal di luar daerah.
"Usia kapal bisa 40 tahun. Labuan Bajo tidak memiliki galangan kapal, maka usia kapal hanya 10 tahun. Saya sebagai pemilik kapal, ada galangan kapal kami membayar asal galangan itu menyediakan semua fasilitas. Contohnya Rp 150 juta saya bayar, ketika renovasi saya bisa habis sekitar Rp 200 juta," kata Matheus.
Matheus mengaku sudah sempat menyuarakan perlunya galangan kapal di Labuan Bajo. Saat Bupati Manggarai Barat masih dijabat Agustinus Dulla, ia mengaku sudah membawa investor untuk membangun galangan kapal di Labuan Bajo. Namun, fasilitas itu tak kunjung terealisasi.
"Sejak zaman Gusti Dulla bahkan saya bawa investor untuk coba buat galangan kapal. Ambil PAD, pendapatan asli daerah, kerja sama dengan pihak kedua atau ketiga supaya Labuan Bajo memiliki galangan kapal khusus," kata Matheus.
Menurut Matheus, keberadaan galangan kapal juga akan memberi kontribusi terhadap PAD Manggarai Barat. Ratusan kapal yang beroperasi di perairan Labuan Bajo, dia melanjutkan, bisa memanfaatkan galangan kapal itu itu perbaikan maupun perawatan kapal.
"Saya yakin daerah ini akan memiliki banyak hasil ketika galangan kapal itu ada karena jumlah kapal jauh lebih banyak dari pada jumlah kendaraan mobil di darat. Tolong itu diperhatikan," tandas Matheus.
Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Manggarai Barat Salvador Pinto tak menampik perlunya fasilitas galangan kapal di Labuan Bajo. Namun, dia menyebut anggaran Pemkab Manggarai Barat belum mencukupi untuk membangun galangan kapal. Ia mengeklaim Pemkab Manggarai Barat sudah menyiapkan lahan untuk pembangunan galangan kapal tersebut.
"PAD kita satu tahun tidak sanggup untuk bangun satu galangan kapal. Kalau bangun satu galangan kapal sederhana habisnya Rp 985 miliar. PAD kita realisasi kemarin baru Rp 248 miliar," kata Pinto menanggapi Matheus.
Pinto mengaku sudah berdiskusi dengan kementerian dan lembaga terkait agar bisa membantu pembangunan galangan kapal menggunakan APBN. Ia menerangkan Pemkab Manggarai Barat juga membuka diri bagi investor yang tertarik membangun galangan kapal itu.
Diketahui, Pemkab Manggarai Barat akan memungut pajak jasa akomodasi perhotelan dan pajak makan minum kapal wisata yang beroperasi di perairan Labuan Bajo. Pajak hotel dan makan minum di atas perairan Labuan Bajo ini sama seperti pajak hotel dan restoran yang ada di daratan. Pajak sebesar 10 persen tersebut dipungut mulai April 2024.
(iws/dpw)